Kisah Idjon Djanbi yang Semprot Kopassus sebelum Embuskan Napas Terakhir
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kisah Idjon Djanbi tak bisa dilepaskan dari lahirnya Komando Pasukan Khusus atau Kopassus. Meski menyandang predikat sebagai warga Belanda, dia justru dipercaya untuk menjabat sebagai petinggi di satuan pasukan khusus itu.
Sempat tergabung dalam Korp Speciale Troepen (KST), pria yang punya nama lengkap Rokus Bernardus Visser ini memutuskan untuk keluar dari militer usai Agresi Militer Belanda.
Visser lebih memilih untuk menghabiskan masa pensiunnya di Lembang, Jawa Barat. Disinilah dia memilih untuk menjadi mualaf dan mengubah namanya jadi Mochammad Idjon Djanbi.
Baca juga : Kisah Idjon Djanbi, Bule yang Jadi Komandan Pertama Kopassus
Alih alih menikmati hidup damainya di Lembang, pria kelahiran 13 Mei 1914 justru didatangi oleh Letda Aloysius Soegijanto untuk membahas pasukan komando.
Karena punya pengalaman lebih di militer asing, Idjon Djanbi dinilai punya keahlian dalam hal penggunaan senjata dan pertarungan tangan kosong. Dia lantas dipilih untuk jadi pelatih sipil di CIC II. Namun sang pria Belanda itu meminta untuk diberikan pangkat yang lebih tinggi ketimbang calon siswanya.
Pembentukan pasukan elit militer ini akhirnya mulai membuahkan hasil dengan sukses mengatasi pemberontakan DI/TII dan PRRI/Permesta.
Dari sanalah muncul niat untuk membentuk pasukan khusus di Angkatan Darat. Pengangkatan Idjon menjadi Mayor Infanteri TNI dengan NRP 17665 ini diputuskan Menteri Pertahanan kala itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada 1 April 1952.
Idjon lantas mendapat tugas untuk melatih para perwira dan bintara dalam pembentukan pasukan khusus.
Hingga pada 1 April 1952 terbentuklah Pasukan khusus Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi, disingkat Kesko III yang menjadikan sosok Idjon sebagai pemimpinnya.
Baca juga : Prajurit TNI Berdarah Campuran yang Melegenda, dari Pierre Tendean hingga Idjon Djanbi
Meski kala itu Idjon telah resmi jadi Warga Negara Indonesia, namun tak membuat namanya bersih dari sentimen masyarakat. Hal ini membuatnya kerap dicurigai sebagai mata-mata Belanda oleh para bawahannya yang iri.
Karena pada saat itu Kopassus telah punya nama besar dan banyak orang yang ingin menyikut Idjon dari kursi kekuasaan pasukan khusus tersebut, meskipun tidak ada bukti kuat terhadap tuduhan yang dilontarkan padanya.
Idjon marah dan memilih untuk mundur di tahun 1956 karena suasana di Kopassus yang sudah tidak kondusif. Apalagi dia ditawarkan jabatan baru yang jauh dari pelatihan komando.
Kisah sang mantan tentara Belanda yang jadi Komandan Kopassus mulai menuju akhir ketika Idjon mengalami penyakit usus buntu tak lama setelah pensiun. Hingga pada 1 April 1977 Idjon mengembuskan napas terakhirnya karena penyakit itu.
Lihat Juga: 12 Perwira Jebolan Kopassus dari Kolonel hingga Letjen TNI Dapat Penugasan Baru dari Panglima TNI
Sempat tergabung dalam Korp Speciale Troepen (KST), pria yang punya nama lengkap Rokus Bernardus Visser ini memutuskan untuk keluar dari militer usai Agresi Militer Belanda.
Visser lebih memilih untuk menghabiskan masa pensiunnya di Lembang, Jawa Barat. Disinilah dia memilih untuk menjadi mualaf dan mengubah namanya jadi Mochammad Idjon Djanbi.
Baca juga : Kisah Idjon Djanbi, Bule yang Jadi Komandan Pertama Kopassus
Alih alih menikmati hidup damainya di Lembang, pria kelahiran 13 Mei 1914 justru didatangi oleh Letda Aloysius Soegijanto untuk membahas pasukan komando.
Karena punya pengalaman lebih di militer asing, Idjon Djanbi dinilai punya keahlian dalam hal penggunaan senjata dan pertarungan tangan kosong. Dia lantas dipilih untuk jadi pelatih sipil di CIC II. Namun sang pria Belanda itu meminta untuk diberikan pangkat yang lebih tinggi ketimbang calon siswanya.
Pembentukan pasukan elit militer ini akhirnya mulai membuahkan hasil dengan sukses mengatasi pemberontakan DI/TII dan PRRI/Permesta.
Dari sanalah muncul niat untuk membentuk pasukan khusus di Angkatan Darat. Pengangkatan Idjon menjadi Mayor Infanteri TNI dengan NRP 17665 ini diputuskan Menteri Pertahanan kala itu, Sri Sultan Hamengku Buwono IX pada 1 April 1952.
Idjon lantas mendapat tugas untuk melatih para perwira dan bintara dalam pembentukan pasukan khusus.
Hingga pada 1 April 1952 terbentuklah Pasukan khusus Kesatuan Komando Teritorium Tentara III/Siliwangi, disingkat Kesko III yang menjadikan sosok Idjon sebagai pemimpinnya.
Baca juga : Prajurit TNI Berdarah Campuran yang Melegenda, dari Pierre Tendean hingga Idjon Djanbi
Meski kala itu Idjon telah resmi jadi Warga Negara Indonesia, namun tak membuat namanya bersih dari sentimen masyarakat. Hal ini membuatnya kerap dicurigai sebagai mata-mata Belanda oleh para bawahannya yang iri.
Karena pada saat itu Kopassus telah punya nama besar dan banyak orang yang ingin menyikut Idjon dari kursi kekuasaan pasukan khusus tersebut, meskipun tidak ada bukti kuat terhadap tuduhan yang dilontarkan padanya.
Idjon marah dan memilih untuk mundur di tahun 1956 karena suasana di Kopassus yang sudah tidak kondusif. Apalagi dia ditawarkan jabatan baru yang jauh dari pelatihan komando.
Kisah sang mantan tentara Belanda yang jadi Komandan Kopassus mulai menuju akhir ketika Idjon mengalami penyakit usus buntu tak lama setelah pensiun. Hingga pada 1 April 1977 Idjon mengembuskan napas terakhirnya karena penyakit itu.
Lihat Juga: 12 Perwira Jebolan Kopassus dari Kolonel hingga Letjen TNI Dapat Penugasan Baru dari Panglima TNI
(bim)