Bagikan Video Jenderal Kiki Syahnakri, Mahfud MD Tegaskan Tak Ada Permintaan Maaf ke PKI

Kamis, 09 Maret 2023 - 17:50 WIB
loading...
Bagikan Video Jenderal...
Menko Polhukam Mahfud MD memberikan keterangan kepada media di kampus UGM Yogyakarta, Rabu (8/3/2023). FOTO/TANGKAPAN LAYAR YOUTUBE KEMENKO POLHUKAM
A A A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, tidak ada permintaan maaf Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada keturunan kader Partai Komunis Indonesia ( PKI ) sebagaimana disebarkan oleh pihak-pihak tertentu. Isu ini beredar luas di media sosial setelah Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (TPP-HAM) melaporkan hasil kerjanya pada Januari 2023 lalu.

Untuk menguatkan pernyataannya, Mahfud MD membagikan cuplikan video berisi penjelasan Anggota TPP HAM Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri tentang hasil kerja tim yang dilaporkan ke Presiden Jokowi di media sosial pribadinya. Video lengkap Kiki Syahnakri diunggah di kanal YouTube PPAD TNI TV, Rabu (8/3/2023).

"Tidak ada permintaan maaf Presiden kepada keturunan PKI, seperti penjelasan Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri," tulis Mahfud MD dalam kolom keterangan unggahan di akun Instagramnya, Kamis (9/3/2023).

Baca juga: Lubang Besar di Markas Sarbutri saat G30S PKI

Dalam video itu, Kiki Syahnakri menjelaskan hasil investigasi TPP HAM yang dilaporkan kepada Presiden Jokowi. Ia juga menegaskan, pemerintah tidak meminta maaf kepada para korban peristiwa pelanggaran HAM di masa lalu.

"Tidak benar TPP HAM atau pemerintah minta maaf kepada korban-korban itu, tidak ada, entah itu korban 65 dan lain-lain itu, tidak ada kata permintaan maaf, tidak diusulkan TPP HAM. Yang diusulkan adalah mengakui, lalu disesalkan, itu yang juga diucapkan Bapak Presiden, bukan permintaan maaf. Tidak ada. Jadi ini mungkin ada kepentingan politik untuk mengangkat itu," kata Kiki Syahnakri dikutip, Kamis (9/3/3023).

Ia menjelaskan, terdapat 12 kasus yang menjadi tanggung jawab TPP HAM. Antara lain 3 kasus di Aceh meliputi tragedi Simpang KKA di Aceh Utara, Rumah Geudong di Pidie, dan tragedi Jambu Keupok di Aceh Selatan. Menurut Kiki, kasus-kasus pelanggaran HAM di Aceh itu berhasil didata seluruh korbannya.

Kemudian di Jakarta ada empat kasus yang diinvestigasi. Yakni tragedi Trisakti, Semanggi I dan II, kekerasan 1998, dan penghilangan orang secara paksa. Tim tidak berhasil mendata semua korban karena ada sebagian yang tidak mau didata.

Baca juga: Sejarah G30S PKI: Latar Belakang, Tujuan, dan Kronologinya

"Kemudian ada peristiwa 65-66 (1965-1966). Karena kompleksitasnya sangat luas, tidak berhasil dipetakan korbannya. Jadi tidak ada kata sepakat. Jadi kasus 65-66 ini dikeluarkan dari tanggung jawab TPP HAM dan disarankan dikerjakan kelompok lain," kata mantan Wakil Kepala Staf Angkatan Darat (Wakasad) ini.

Kasus selanjutnya yang diinvestigasi oleh TPP HAM adalah tragedi Wasior dan Wamena, Papua. Menurut Kiki Syahnakri, tim yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2022 ini berhasil memetakan seluruh korban dalam kasus Wasior, sementara korban kasus Wamena tidak mau didata.

Kiki mengungkapkan, ada beberapa anggota TPP HAM yang mengusulkan Indonesia meratifikasi Statuta Roma. Statuta ini adalah perjanjian di Roma tentang pendirian International Crime Court atau peradilan HAM internasional di Den Haag, Belanda. Tugasnya mengadili pelanggaran HAM di dunia.

"Kita mau meratifikasi itu, sedangkan Amerika, Rusia, China, tidak meratifikasi. Kami, saya, Pak Asad Ali, Pak Makarim Wibisono sebagai ketua tidak setuju dengan meratifikasi. Alasan kami lebih bagus kita benahi dulu ke dalam," kata Kiki.

Setelah memberikan laporan hasil kerja, TPP HAM juga memberikan rekomendasi pemulihan hak-hak korban serta menyarankan upaya pencegahan agar pelanggaran HAM ini tidak terulang kembali.

"Sudah diberikan, ada juga konsepnya sudah disampaikan ke pemerintah. Seperti pembenahan perundang-undangannya, UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Peradilan HAM dan perilaku prajurit TNI-Polrinya supaya benar-benar sadar HAM dan juga bisa bertempur dengan benar sesuai hukum humaniter," katanya.
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1625 seconds (0.1#10.140)