Belajar dari Pandemi Covid-19, KPCDI Berharap Pemerintah Bangun Faskes Tangguh

Kamis, 09 Maret 2023 - 17:30 WIB
loading...
Belajar dari Pandemi Covid-19, KPCDI Berharap Pemerintah Bangun Faskes Tangguh
Belajar dari pandemi Covid-19, KPCDI berharap pemerintah membangun sarana layanan kesehatan yang mampu melayani masyarakat dalam kondisi sedarurat apapun. Foto/Dok. SINDOnews
A A A
JAKARTA - Situasi pandemi Covid-19 di Indonesia merupakan hal terburuk yang pernah dialami bagi Pasien Ginjal Kronik (PGK). Di mana pada saat itu, PGK menjadi populasi yang sangat rentan terpapar dan memiliki mortalitas yang cukup tinggi.

Di sisi lain, pandemi Covid-19 juga membuka tabir fasilitas kesehatan di Indonesia belum bekerja secara optimal, khususnya bagi PGK. Sebagai contoh, banyak PGK yang terinfeksi Covid-19, tidak bisa melakukan proses Hemodialisis (HD) karena ketidaksiapan fasilitas HD bagi pasien ginjal yang saat itu juga terkena Covid-19.

"Hal tersebut menjadi sangat berbahaya mengingat PGK sangat membutuhkan HD yang adekuat untuk menjamin kualitas hidupnya. Satu kali saja PGK absen melakukan HD maka dampak kepada tubuh akan sangat terasa dan pada akhirnya ancaman kematian itu ada di depan mata," kata Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir dalam siaran persnya, Kamis (9/3/2023).

Di sisi lain, PGK juga harus bertarung dengan virus Sars-CoV-2 dengan sangat terbuka. Pada saat kebijakan karantina wilayah dilakukan oleh pemerintah, PGK masih harus tetap melakukan perjalanan ke rumah sakit untuk melakukan HD setidaknya tiga kali seminggu. Padahal, pada saat itu rumah sakit merupakan sumber penyebaran Covid-19 yang cukup tinggi.

“Tempat layanan cuci darah terkunci dan kami tidak bisa mengaksesnya karena ada kebijakan karantina. Tapi kami (PGK) harus tetap datang ke rumah sakit agar kami bisa hidup. Ini adalah tantangan yang luar biasa,” ujarnya.

Belajar dari pandemi Covid-19, Tony berharap pemerintah membangun fasilitaskesehatan yang mampu melayani masyarakat dalam kondisi sedarurat apapun. "Pandemi mengajarkan bahwa layanan kesehatan pernah lumpuh dan banyak masyarakat yang sangat menderita," tuturnya.

Pemerataan akses layanan kesehatan di seluruh penjuru negeri merupakan langkah bijak untuk menjamin kesehatan masyarakat. Menurut Tony, pelayanan yang adil dambaan seluruh pasien dan menandakan pemerintah hadir di tengah-tengah masyarakat.

Hal ini sejalan dengan empat poin yang ditekankan dalam tema World Kidney Day (WKD) atau Hari Ginjal Sedunia 2023 untuk menjamin kesehatan PGK di seluruh negara. Pertama, pemerintah perlu mengadopsi strategi kesehatan terpadu yang mengutamakan pencegahan, deteksi dini, dan penanganan Penyakit Tidak Menular (PTM) termasuk penyakit ginjal.

Kedua, layanan perawatan kesehatan harus menyediakan akses yang adil dan tepat untuk merawat pasien kronis pada saat darurat. Ketiga, pemerintah harus memasukkan rencana kesiapsiagaan darurat dalam pengelolaan dan deteksi PTM dan mendukung pencegahan. Keempat, pasien harus merencanakan keadaan darurat dengan menyiapkan alat kesehatan darurat yang mencakup makanan, air, persediaan media, dan catatan medis.

“Jangan sampai ada yang meninggal lagi karena susah melakukan cuci darah. Kita harapkan pemerintah harus menyiapkan kesiapsiagaan darurat dalam manajemen dan deteksi PTM serta mendukung promotif dan preventif untuk menekan PGK,” uajrnya.

Lebih lanjut, Tony memberikan apresiasi Kementerian Kesehatan yang telah menerbitkan Permenkes No 3/2023 tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan. Dalam beleid tersebut diatur bahwa pasien alat dan bahan medis habis pakai pada tindakan HD digunakan secara single use.

Pilihan kedua ialah jika digunakan secara re-use maka tarif yang dibayarkan adalah 85% dari tarif yang berlaku. Kebijakan ini bagaikan oase mengingat penggunaan tabung dialiser re-use bagi pasien HD sangat tidak baik dan berpotensi menjadi sarana penularan penyakit Hepatitis C dan HIV.

Tony berharap, kebijakan yang sudah bagus ini dapat diimplementasikan dengan tepat sasaran kepada seluruh pasien. Dia meminta regulator dan penyelenggara kebijakan seperti BPJS Kesehatan melakukan pengawasan yang tepat terkait dengan program pemerintah.

Pengawasan menjadi penting karena fakta di lapangan saat ini masih banyak terjadi fraud seperti pasien yang tidak mendapatkan akses obat dan kecurangan lain di unit dialisis. Pun, tidak jarang pasien yang mendapatkan diskriminasi dari tenaga kesehatan hanya karena pasien menanyakan hak dan kewajiban yang seharusnya didapatkan.

“Pemerintah harus melakukan pengawasan atau audit ke unit hemodialisis, lakukan survei apa yang sudah diberikan oleh rumah sakit kepada pasien. Kita bicara hak karena kita sudah bayar ke BPJS dengan premi iuran. Hak kita meneirma manfaat dan pelayanan yang baik,” tandasnya.
(poe)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2024 seconds (0.1#10.140)