Gerakan Tolak Bayar Pajak Tidak Akan Bertahan Lama
loading...
A
A
A
JAKARTA - Isu sensasional gerakan tolak bayar pajak diyakini tidak akan bertahan lama. Pemerintah pun pastinya berupaya mencari cara meningkatkan partisipasi publik dalam membayar pajak.
Gerakan tolak bayar pajak ini bergulir akibat tereksposenya harta fantastis pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), Rafael Alun Trisambodo . Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hasran mengatakan, dalam sebulan terakhir, muncul ketidakpercayaan publik terhadap instansi pajak.
Terkait hal ini, lanjut Hasran, pemerintah akan berupaya mencari solusinya dengan pendekatan-pendekatan baru dalam mendorong orang membayar pajak. "Isu sensasional seperti ini biasanya tidak akan bertahan lama," kata Hasran pada Selasa (7/3/2023).
Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Sapotono menambahkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan gerakan tolak bayar pajak tidak akan maksimal. Pertama, gerakan spontanitas ini muncul sebagai bentuk kekecewaan atas oknum pejabat pajak.
Kedua, basis perpajakan dalam negeri sudah bergeser dari pajak penghasilan (PPh) ke pajak pertambahan nilai (PPN). Akibatnya, pajak menempel ditransaksi. Baca: Pengamat Sebut Gerakan Boikot Pajak Tak Akan Berjalan
"Setiap masyarakat atau perusahaan yang bertransaksi sudah pasti memunculkan pembayaran PPN. Jadi, pada dasarnya mereka sudah bayar pajak, khususnya pajak tidak langsung berupa PPN yang ada ditransaksi konsumsi dalam negeri," ujarnya.
Ketiga, pajak atas penghasilan yang dibayarkan pemberi kerja sudah pasti telah dipotong, disetor, dan dilaporkan ke kas negara. "Pun demikian dengan penghasilan perusahaan dari jasa, sudah dipotong PPh oleh pemberi penghasilan," ucapnya.
Gerakan tolak bayar pajak ini bergulir akibat tereksposenya harta fantastis pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), Rafael Alun Trisambodo . Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Hasran mengatakan, dalam sebulan terakhir, muncul ketidakpercayaan publik terhadap instansi pajak.
Terkait hal ini, lanjut Hasran, pemerintah akan berupaya mencari solusinya dengan pendekatan-pendekatan baru dalam mendorong orang membayar pajak. "Isu sensasional seperti ini biasanya tidak akan bertahan lama," kata Hasran pada Selasa (7/3/2023).
Direktur Eksekutif Pratama Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Sapotono menambahkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan gerakan tolak bayar pajak tidak akan maksimal. Pertama, gerakan spontanitas ini muncul sebagai bentuk kekecewaan atas oknum pejabat pajak.
Kedua, basis perpajakan dalam negeri sudah bergeser dari pajak penghasilan (PPh) ke pajak pertambahan nilai (PPN). Akibatnya, pajak menempel ditransaksi. Baca: Pengamat Sebut Gerakan Boikot Pajak Tak Akan Berjalan
"Setiap masyarakat atau perusahaan yang bertransaksi sudah pasti memunculkan pembayaran PPN. Jadi, pada dasarnya mereka sudah bayar pajak, khususnya pajak tidak langsung berupa PPN yang ada ditransaksi konsumsi dalam negeri," ujarnya.
Ketiga, pajak atas penghasilan yang dibayarkan pemberi kerja sudah pasti telah dipotong, disetor, dan dilaporkan ke kas negara. "Pun demikian dengan penghasilan perusahaan dari jasa, sudah dipotong PPh oleh pemberi penghasilan," ucapnya.
(hab)