Syarief Hasan Desak KY Periksa Hakim Tengku Oyong Cs
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mendesak Komisi Yudisial (KY) memeriksa Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menunda Pemilu 2024 . Hakim itu adalah Tengku Oyong , H Bakri, dan Dominggus Silaban.
"Saya mendesak Komisi Yudisial untuk memeriksa Majelis Hakim yang menangani perkara ini. Kita juga berharap pengadilan tinggi mengatensi betul perkara ini," kata Syarief melalui keterangan resminya, dikutip Minggu (5/3/2023).
Politikus Partai Demokrat ini mengatakan, rakyat tidak akan diam melihat adanya penyimpangan. "Apalagi jika konstitusi telah diingkari. Segala bentuk kesalahan harus diluruskan atau jika itu adalah kesewenang-wenangan, maka harus dilawan," tuturnya.
Dia menilai putusan Majelis Hakim PN Jakpus itu merupakan kekeliruan berpikir dan pengingkaran terhadap amanat konstitusi. Terlebih, dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 sudah jelas menyatakan pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
"Putusan PN Jakpus ini hanya akan menyisakan dinamika kontraproduktif dalam perjalanan bangsa. Kita semua akan disesaki ketidakpastian, bagaimana wajah demokrasi dan hukum di republik ini?" katanya.
"Ini adalah kecelakaan hukum yang sangat memilukan. Kewibawaan hukum dipertaruhkan dan akan sangat mungkin dikangkangi oleh kepentingan tertentu," sambungnya.
Diketahui, PN Jakpus mengabulkan seluruh gugatan permohonan Partai Prima. Gugatan itu berdampak pada penundaan pemilu 2024 hingga Juli 2025. Gugatan tersebut diputus pada Kamis, 2 Maret 2023, dengan Ketua Majelis Hakim Tengku Oyong dan Hakim Anggota H Bakri serta Dominggus Silaban.
PN Jakpus menyatakan bahwa KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta untuk menghentikan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 hingga Juli 2025. KPU juga diminta untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima.
Dalam gugatannya, Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan lewat Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
"Saya mendesak Komisi Yudisial untuk memeriksa Majelis Hakim yang menangani perkara ini. Kita juga berharap pengadilan tinggi mengatensi betul perkara ini," kata Syarief melalui keterangan resminya, dikutip Minggu (5/3/2023).
Politikus Partai Demokrat ini mengatakan, rakyat tidak akan diam melihat adanya penyimpangan. "Apalagi jika konstitusi telah diingkari. Segala bentuk kesalahan harus diluruskan atau jika itu adalah kesewenang-wenangan, maka harus dilawan," tuturnya.
Dia menilai putusan Majelis Hakim PN Jakpus itu merupakan kekeliruan berpikir dan pengingkaran terhadap amanat konstitusi. Terlebih, dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 sudah jelas menyatakan pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
"Putusan PN Jakpus ini hanya akan menyisakan dinamika kontraproduktif dalam perjalanan bangsa. Kita semua akan disesaki ketidakpastian, bagaimana wajah demokrasi dan hukum di republik ini?" katanya.
"Ini adalah kecelakaan hukum yang sangat memilukan. Kewibawaan hukum dipertaruhkan dan akan sangat mungkin dikangkangi oleh kepentingan tertentu," sambungnya.
Diketahui, PN Jakpus mengabulkan seluruh gugatan permohonan Partai Prima. Gugatan itu berdampak pada penundaan pemilu 2024 hingga Juli 2025. Gugatan tersebut diputus pada Kamis, 2 Maret 2023, dengan Ketua Majelis Hakim Tengku Oyong dan Hakim Anggota H Bakri serta Dominggus Silaban.
PN Jakpus menyatakan bahwa KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum. KPU diminta untuk menghentikan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 hingga Juli 2025. KPU juga diminta untuk membayar ganti rugi materiil sebesar Rp500 juta kepada Partai Prima.
Dalam gugatannya, Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan lewat Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu. Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
(rca)