4 Alasan Mahfud MD Optimistis KPU Menang Lawan Putusan Penundaan Pemilu 2024

Jum'at, 03 Maret 2023 - 08:00 WIB
loading...
4 Alasan Mahfud MD Optimistis...
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD optimistis Komisi Pemlihan Umum (KPU) menang lawan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang memerintahkan penundaan Pemilu 2024. Foto/Dok SINDOnews
A A A
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD optimistis Komisi Pemlihan Umum (KPU) menang lawan putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) yang memerintahkan penundaan Pemilu 2024 . Diketahui, PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima yang dilayangkan pada 8 Desember 2022 dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.

Dalam amar putusannya pada Kamis (2/3/2023), PN Jakpus meminta KPU untuk menunda tahapan Pemilu 2024 hingga Juli 2025. Merespons hal itu, Mahfud MD mendorong KPU untuk naik banding, dan melawan secara hukum atas putusan tersebut.

Sebab, kata Mahfud, secara logika hukum, pengadilan negeri tidak punya wewenang untuk memutuskan penundaan tahapan pemilu. "Saya mengajak KPU naik banding dan melawan habis-habisan secara hukum. Kalau secara logika hukum pastilah KPU menang. Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut," kata Mahfud melalui akun Instagram resminya @mohmahfudmd, Kamis (2/3/2023).



"Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," sambungnya.

Dia mengungkapkan, ada empat alasan hukum yang membuatnya yakin bahwa KPU akan menang. Pertama, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu telah diatur tersendiri dalam hukum.

Jika sengketa sebelum pencoblosan terkait proses administrasi, yang memutus harus Bawaslu. Namun jika menyangkut keputusan kepesertaan, paling jauh hanya bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Nah, Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," kata Mahfud.

Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). "Tak ada kompetensinya pengadilan umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu," ucapnya.

Kedua, kata Mahfud, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan oleh PN sebagai kasus perdata. Mahfud menjelaskan, tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan PN.

Menurut undang-undang, penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia.

Ketiga, Mahfud mengatakan vonis pengadilan negeri itu tidak bisa dimintakan eksekusi, karena melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU. "Menurut saya, vonis PN tersebut tak bisa dimintakan eksekusi. Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU," katanya.

Keempat, kata dia, putusan penundaan pemilu hanya karena gugatan perdata partai politik tidak hanya bertentangan dengan undang-undang, tetapi juga bertentangan dengan konstitusi. "Bukan hanya bertentang dengan UU tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang telah menetapkan Pemilu dilaksanakan 5 tahun sekali," pungkasnya.
(rca)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3250 seconds (0.1#10.140)