BPIH, antara Kalkulasi Biaya dan Kebijakan Politik

Senin, 20 Februari 2023 - 08:40 WIB
loading...
A A A
Padahal, pada 2027 diperkirakan akan ada dua kali pemberangkatan jemaah haji, awal dan akhir tahun. Sehingga, dibutuhkan alokasi anggaran Nilai Manfaat sampai dua kali lipat.

Atas argumentasi ini, pemerintah memandang pentingnya mulai memperhatikan keberadilan dan keberlanjutan Nilai Manfaat untuk jemaah yang masih antre.

Di situlah pemerintah mengajukan usulan komposisi 70%:30%. Dengan komposisi tersebut, perkiraan dana Nilai Manfaat yang akan digunakan hanya pada kisaran Rp5,9 triliun, masih di bawah ambang batas alokasimaksimal dari BPKH.

Komisi VIII DPR pada dasarnya senada dengan pemerintah dalam hal pentingnya menjaga kesinambungan Nilai Manfaat. Hal ini antara lain tercermin dari adanya kesepakatan bahwa persentase Bipih tahun ini harus lebih besar dari Nilai Manfaat.

Dinamika dalam Rapat Panja dan Raker Komisi VIII mencerminkan keinginan agar Bipih tidak terlalu memberatkan jemaah. Di sinilah kebijakan politik ikut memarnai komposisi biaya haji.

Komisi VIII DPR bersama pemerintah pada akhirnya menyepakati Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah yakni Rp49.812.700,26 (55,3%). Sedangkan penggunaan nilai manfaat hasil pengelolaan dana haji sebesar Rp40.237.937 (44,7%).

Tentu saja ada konsekuensi dari setiap pilihan kebijakan. Kesepakatan Bipihmemang relatif lebih rendah dari usulan pemerintah. Namun, hal itu juga berdampak pada lonjakan penggunaan Nilai Manfaat.

Usulan awal pemerintah, penggunaan Nilai Manfaat hanya Rp5,9 triliun. Sementara yang hasil kesepakatannya mencapai Rp8,09 triliun. Bahkan, seiring adanya kebijakan lunas tunda 2020 tidak menambah biaya pelunasan, ada penambahan kebutuhan nilai manfaat mencapai Rp845 miliar. Sehingga totalnya mencapai Rp8,9 triliun, ada selisih Rp2 triliun.

Fakta ini menunjukkan betapa kalkulasi komposisi Bipih dan Nilai Manfaat tidak bisa dilepaskan dari aspek politik dalam proses pengambilan kebijakannya.
Tarik ulurnya pada keadilan keberpihakan, baik pada jemaah yang akan berangkat maupun jemaahyang masih dalam antrean. Kondisi ini juga sangat dipengaruhi pada sejauhmana kemampuan BPKH dalam menghasilkan Nilai Manfaat yang optimal.

Semakin banyak Nilai Manfaat yang dihasilkan dan bisa dialokasikan, tentunya akan dapat menekan Bipih yang harus dibayar jemaah. Sebaliknya, jika hasil BPKH tidak kunjung bertambah, kebijakan politik yang berakibat potensi defitisthingga Rp2 triliun memang perlu ditinjau ulang, sebagaimana usulan pemerintah.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1761 seconds (0.1#10.140)