Jakarta yang Terlalu Longgar

Kamis, 16 Juli 2020 - 07:16 WIB
loading...
Jakarta yang Terlalu Longgar
Meski banyak yang mengaku sudah menemukan vaksin virus yang penularannya cepat itu, namun baru sebatas klaim. Ilustrasi/SINDOnews
A A A
PANDEMI Covid-19 jauh dari akhir. Hingga hari ini, belum satu Negara pun yang berhasil menemukan vaksin virus asal Wuhan, China itu. Meski banyak yang mengaku sudah menemukan vaksin virus yang penularannya cepat itu, namun baru sebatas klaim. Belum ada uji klinis yang menunjukkan bah­wa klaim tersebut benar. Belum tuntasnya pan­de­mi, dan potensi adanya gelombang kedua wabah membuat negara-negara di dunia tetap waspada dan menerapkan protokol ke­sehatan yang ketat.

Meskipun ada pula negara yang percaya diri dengan melong­gar­kan dan membebaskan warganya pergi kemana saja tanpa me­ne­rapkan protokol yang ketat. Seperti tanpa menggunakan mas­ker dan tak menghiraukan jaga jarak. Di Amerika Serikat (AS), dan be­berapa negara Eropa perilaku itu semakin terlihat. Mungkin, ma­syarakat di negara-negara itu yakin dengan ke­mam­puan negaranya dalam menangani wabah. Fasilitas kese­hat­annya lengkap, terakses dengan baik, begitu pula tenaga me­dis­nya. Sehingga, bepergian tanpa menggunakan masker di­ang­gap hal yang biasa. Bahkan, saat melakukan demonstrasi seperti yang terjadi di AS.

Namun, tindakan tersebut tak layak jika diadopsi di Indo­nesia. Dengan infrastruktur dan sistem kesehatan yang jauh ter­tinggal, sangat riskan mengabaikan protokol kesehatan seperti yang dilakukan masyarakat di negara-negara maju itu. Lihat saja Jakarta, yang sejak dilakukan pelonggaran Pembatasan Sosial Ber­skala Besar (PSBB) dengan tagline PSBB transisi, jumlah kasus warga yang terpapar Covid-19 terus naik. Bahkan, pekan lalu, Jakarta menjadi daerah dengan penambahan kasus ter­tinggi di Indonesia. Selama tiga kali dalam kurun satu pekan.

Protokol kesehatan berupa penggunaan masker selama pan­demi Covid-19 seharusnya sudah menjadi kewajiban tak sekadar ke­biasaan. Tetapi, tetap saja banyak yang melanggar aturan itu. Ba­nyak warung yang sudah diperbolehkan buka tak mene­rap­kan protokol kesehatan. Pemilik warung atau pramusaji kerap te­rlihat tidak menggunakan masker. Bisa dibayangkan apabila pe­la­yan sebuah warung makan terpapar Covid-19, tentu penu­lar­­an akan terjadi secara masif.

Pusat perbelanjaan juga setali tiga uang. Mal papan atas se­perti Senayan City maupun Kota Kasablanka misalnya, tak mam­pu me­laku­kan pengawasan yang layak kepada pengunjung dan tenant-nya. Masih ditemui pengunjung yang tak menggunakan mas­ker bebas melenggang di dalam mal. Juga di mal Kota Ka­sa­blanka, di­mana ada tenant makanan pelayannya tidak meng­­guna­kan masker. Padahal mereka meracik dan menyiap­kan makanan yang akan disantap pengunjung.

Pada saat Hari Bebas Kendaraan Bermotor yang diterapkan se­­tiap hari Minggu banyak warga ibukota yang berlalu lalang di ja­lan tanpa menggunakan masker. Hal yang sama juga sering ter­lihat di daerah perkampungan. Protokol kesehatan yang se­ha­rus­nya dipatuhi, seperti memakai masker, menjaga jarak, dan men­cuci tangan banyak diabaikan oleh warga Jakarta.

Padahal, kedisiplinan masyarakat menjadi salah satu kunci utama pengendalian Covid-19. Pemprov DKI seharusnya bisa membuat masyarakat lebih disiplin menerapkan protokol ke­sehatan untuk mencegah membludaknya penduduk yang ter­serang virus. Para ahli menilai, tingginya kasus baru Covid-19 di Jakarta sa­lah satunya disebabkan sejumlah pelonggaran pada masa pem­batasan sosial berskala besar (PSBB) transisi. Padahal, dengan kepatuhan terhadap protokol kesehatan yang sangat ren­dah, PSBB di Jakarta seharusnya tidak dilong­gar­kan. Se­jum­lah pe­long­garan itu membuat seluruh sektor tampak kem­bali ber­jalan nor­mal. Masya­rakat merasa pandemi Covid-19 sudah ber­­a­khir. Ke­lengahan itulah yang berimbas pada kembali naik­­nya penu­lar­an Covid-19.

Pelonggaran dengan dalih masa transisi, menyebabkan kon­trol dan pengawasan terhadap penerapan protokol kesehatan juga menjadi longgar. Meskipun sejatinya, Pemprov DKI Jakarta tak benar-benar melakukan protokol kesehatan yang ketat saat pun­cak pandemi pada April-Mei 2020 lalu. Buktinya, banyak gerai makanan di kawasan Kemang dan Cipete yang buka hingga men­jelang pagi. Dan tak ada satupun yang mendapat teguran. Bah­kan, para pegawai yang bekerja di gerai makanan di kawasan itu, tak pernah melakukan tes kesehatan termasuk screening apa­kah terpapar Covid-19 atau tidak. Mereka dibiarkan bebas ber­in­ter­aksi dengan siapapun, sampai sekarang. Yang terjadi di Jakarta saat ini, protokol kesehatan belum di­tegak­kan, tetapi kon­trol ke­sehatan sudah dilonggarkan. Pene­gak­an hukum pun tak tegas. Sehingga masyarakat maupun pelaku usa­ha kini sema­kin bebas me­lakukan apa saja tanpa khawatir men­da­pat­kan sank­si.
(ras)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0945 seconds (0.1#10.140)