Dinamika dan Konfigurasi Koalisi Menuju Pilpres 2024
loading...
A
A
A
Ayu Henidar Mulyara
Peneliti Senior Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), alumnus FISIP Universitas Indonesia
TEPAT 14 Februari kemarin, terhitung satu tahun menjelang pelaksanaan Pemilu 2024. Namun hingga kini belum terlihat jelas arah dinamika dan konfigurasi koalisi politik secara pasti.
Bahkan setiap pertemuan baik antarpartai politik maupun para tokoh politik belakangan ini seolah memunculkan berbagai spekulasi tentang arah koalisi dan tokoh pemimpin yang akan mereka usung di Pilpres 2024.
Mencermati dinamika koalisi yang ada, Pilpres 2024 memungkinkan bagi terbentuknya empat poros koalisi. Per hari ini, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) menjadi koalisi pertama yang dideklarasikan pada Juni 2022 lalu. Mengantongi 26,82% kursi DPR, Partai Golkar, PAN, dan PPP berkoalisi untuk menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Baca Juga: koran-sindo.com
Sementara itu, meskipun belum jelas komposisi calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) yang akan diusung, Partai Gerindra dan PKB tampaknya menjadi koalisi poros kedua dengan 23,66% kursi DPR. Keduanya bahkan telah meresmikan sekretariat bersama, menunjukkan keseriusan dan soliditas kedua partai dalam membangun kerja sama.
Sementara itu gabungan Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat yang membentuk Koalisi Perubahan bisa mengakumulasi suara terbesar dengan 28,35% kursi DPR. Adapun PDIP, meskipun belum tampak membangun koalisi dengan partai lain, memiliki boarding pass presidential threshold 20% untuk langsung maju di Pilpres tanpa harus berkoalisi dengan partai lainnya.
Kendati demikian, pertemuan antarpartai lintas koalisi yang terjadi belakangan ini memunculkan spekulasi baru. Yang pasti, sebelum KPU mengesahkan capres-cawapres pada 25 November 2023, dinamika dan konfigurasi koalisi masih akan sangat cair.
Faktor Pembentukan Koalisi
Mengutip Geoffrey Pridham dalam artikel klasiknya di jurnal Parliamentary Affairs (1987), disebutkan bahwa pembentukan koalisi umumnya dipengaruhi oleh tiga faktor utama yang sangat berpengaruh, yaitu ideologis (kesamaan platform), historis, dan terakhir pragmatis (perebutan kekuasaan).
Dari ketiga faktor ini, memang ada pertimbangan ideologis, namun tidak menjadi mainstream. Sementara itu faktor pragmatis terasa lebih kuat dalam dinamika politik pembentukan koalisi di Indonesia. Hal itu bisa dicermati oleh pola perilaku partai-partai politik yang membentuk koalisi, umumnya didorong oleh motivasi office seeking, bukan policy seeking (Aspinall, 2019).
Peneliti Senior Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), alumnus FISIP Universitas Indonesia
TEPAT 14 Februari kemarin, terhitung satu tahun menjelang pelaksanaan Pemilu 2024. Namun hingga kini belum terlihat jelas arah dinamika dan konfigurasi koalisi politik secara pasti.
Bahkan setiap pertemuan baik antarpartai politik maupun para tokoh politik belakangan ini seolah memunculkan berbagai spekulasi tentang arah koalisi dan tokoh pemimpin yang akan mereka usung di Pilpres 2024.
Mencermati dinamika koalisi yang ada, Pilpres 2024 memungkinkan bagi terbentuknya empat poros koalisi. Per hari ini, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) menjadi koalisi pertama yang dideklarasikan pada Juni 2022 lalu. Mengantongi 26,82% kursi DPR, Partai Golkar, PAN, dan PPP berkoalisi untuk menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Baca Juga: koran-sindo.com
Sementara itu, meskipun belum jelas komposisi calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) yang akan diusung, Partai Gerindra dan PKB tampaknya menjadi koalisi poros kedua dengan 23,66% kursi DPR. Keduanya bahkan telah meresmikan sekretariat bersama, menunjukkan keseriusan dan soliditas kedua partai dalam membangun kerja sama.
Sementara itu gabungan Partai Nasdem, PKS, dan Partai Demokrat yang membentuk Koalisi Perubahan bisa mengakumulasi suara terbesar dengan 28,35% kursi DPR. Adapun PDIP, meskipun belum tampak membangun koalisi dengan partai lain, memiliki boarding pass presidential threshold 20% untuk langsung maju di Pilpres tanpa harus berkoalisi dengan partai lainnya.
Kendati demikian, pertemuan antarpartai lintas koalisi yang terjadi belakangan ini memunculkan spekulasi baru. Yang pasti, sebelum KPU mengesahkan capres-cawapres pada 25 November 2023, dinamika dan konfigurasi koalisi masih akan sangat cair.
Faktor Pembentukan Koalisi
Mengutip Geoffrey Pridham dalam artikel klasiknya di jurnal Parliamentary Affairs (1987), disebutkan bahwa pembentukan koalisi umumnya dipengaruhi oleh tiga faktor utama yang sangat berpengaruh, yaitu ideologis (kesamaan platform), historis, dan terakhir pragmatis (perebutan kekuasaan).
Dari ketiga faktor ini, memang ada pertimbangan ideologis, namun tidak menjadi mainstream. Sementara itu faktor pragmatis terasa lebih kuat dalam dinamika politik pembentukan koalisi di Indonesia. Hal itu bisa dicermati oleh pola perilaku partai-partai politik yang membentuk koalisi, umumnya didorong oleh motivasi office seeking, bukan policy seeking (Aspinall, 2019).