Beban Ganda Kesehatan Masyarakat

Senin, 13 Februari 2023 - 14:11 WIB
loading...
Beban Ganda Kesehatan Masyarakat
Tjandra Yoga Aditama. FOTO/DOK SINDO
A A A
Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI / Guru Besar FKUI
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara
Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes

Dalam tiga tahun terakhir ini dunia dan negara kita praktis memprioritaskan program kesehatan pada pengendalian pandemi Covid-19. Dengan perkembangan epidemiologi yang ada maka kita berharap agar di 2023 ini situasi Covid-19 akan makin terkendali baik.

Kita juga berharap apabila semua berjalan baik maka status pandemi bisa dicabut. Karena itu, sudah pada tempatnya kita kembali memberi perhatian pada masalah kesehatan secara umum, yang dapat dikategorikan sebagai beban ganda.

Beban ganda pertama adalah dua jenis penyakit sekaligus. Data dunia menunjukkan bahwa penyakit tidak menular (PTM) kini merupakan penyebab kematian utama, sementara berbagai penyakit menular (PM) belum juga dapat dikendalikan.

Di negara kita, penyakit menular tertentu masih jadi masalah kesehatan sehari-hari. Sementara penyakit tidak menular (PTM) dalam berbagai bentuk sudah meningkat dan bahkan sudah lebih tinggi dari penyakit menular.

Untuk menghadapi beban ganda itu, maka program pengendalian penyakit harus meliputi tiga kegiatan utama.Yaitu pertama upaya pencegahan, kedua pengendalian penyakit tidak menular, dan ketiga adalah pengendalian penyakit menular.

Terkait pencegahan penyakit, ada tiga kegiatan utama yang mesti dilakukan yakni pemberdayaan masyarakat, lingkungan yang sehat, serta kegiatan pencegahan seperti pola hidup sehat, pemberian imunisasi dan lainnya.

Kegiatan kedua yaitu pengendalian PTM. Sudah ditentukan ada empat PTM utama yaitu penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, penyakit paru kronik dan diabetes. Selain itu, kini juga banyak dibahas masalah kronik lain termasuk gangguan ginjal. Untuk mengatasi penyakit ini, pendekatannya adalah penanganan faktor risiko bersama (common risk factors), yaitu kebiasaan merokok, kurang aktivitas fisik, pola makan yang tidak tepat dan konsumsi alkohol.

Adapun yang ketiga yaitu pengendalian penyakit menular. Ini dilakukan dengan dijalankan prinsip kegiatan PDR (Prevensi, Deteksi dan Respons). Harus diingat bahwa penyakit menular memiliki dua dimensi penularan yaitu di dalam negeri dan antarnegara. Ini karena virus dan bakteri pada dasarnya borderless, tidak mengenal batas negara.

Lingkungan dan Gizi
Selain menghadapi beban ganda penyakit maka kita juga menghadapi beban ganda lain yaitu kesehatan lingkungan dan masalah gizi‎. Secara teoritis dan kenyataan di lapangan, maka peran lingkungan sangat mempengaruhi status kesehatan kita.

Beban ganda kesehatan lingkungan yang dimaksud adalah;pertama, di satu pihak kita masih berhadapan dengan lingkungan kumuh di berbagai bagian negara kita. Adapun beban kedua, yakni perlunya kita menghadapi masalah lingkungan yang lebih kekinian seperti dampakclimate changebagi kesehatan.

Data menunjukkan bahwa ada jutaan penduduk yang masih memiliki perilaku BAB (buang air besar) sembarangan. Di sebagian tempat negara kita juga masih ada masalah akses terhadap sumber air minum layak dan juga buruknya sanitasi. Belum lagi tantangan polusi udara, baik diperkotaan maupun juga di daerah industri.

Terkaitclimate change, dapat disampaikan bahwa dampak kesehatan yang timbul akibat perubahan iklim dipengaruhi variabel suhu, curah hujan atau variabel lain seperti adanya iklim ekstrim, kenaikan permukaan air laut, bencana banjir/longsor. Meningkatnya suhu udara di beberapa wilayah Indonesia berpotensi meningkatnya penyakit tular vektor seperti malaria, demam dengue, chikungunya, filariasis dll.

Maka, dalam hal ini perlu dilakukan kajian dampak kesehatan yang timbul akibat perubahan iklim serta pemetaan populasi dan daerah rentan perubahan iklim. Untuk pengendaliannya, perlu dilaksanakan sistem surveilans dan sistem informasi adaptasi perubahan iklim di sektor kesehatan, peningkatan sistem tanggap perubahan iklim sektor kesehatan serta pemberdayaan masyarakat dalam adaptasi perubahan iklim sesuai kondisi setempat.

Perihal faktor gizi, sampai sekarang kita masih menghadapi masalahstunting.Yaknikondisidi manaterjadi kurang gizi kronis yang disebabkan kurangnya asupan gizi dalam kurun waktu cukup lama.

Stunting juga merupakan salah satu indikator gagal tumbuh pada balita akibat kurangnya asupan gizi kronis pada periode 1.000 hari pertama kehidupan.

Menurut hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) Kemenkes, prevalensi balita yang mengalami stunting di Indonesia sebanyak 24,4% pada 2021. Angka ini memang menurun dibanding 2019 yang sebesar 27,7%. Namun, angka tersebut masih jauh dari target yang dicanangkan Kemenkes pada 2024 sebesar 14%.

Selain stunting, masalah lain yang perlu diwaspadai adalah adanya tren obesitas pada anak. Kondisi ini menjadikan beban ganda lain karena di satu sisi ada masalah kurang gizi, dan di sisi lain ada ada kasus sebaliknya.

Dari beberapa uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kesehatan adalah salah satu sendi dasar kehidupan manusia. Setiap orang punya hak dan juga tanggung jawab untuk hidup sehat.

Untuk itu, pembangunan kesehatan bertujuan mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Beban ganda penyakit yang merupakan masalah penting perlu ditanggulangi dengan sisi ilmu pengetahuan dan teknologi.

Akan tetapi, juga harus dingat bahwa selain penyakit, program kesehatan juga dipengaruhi aspek lain, yaitusocial determinant of health, antara lain karena perilaku , perubahan pola demografi, aspek sosio budaya dan bahkan sisi ekonomi dan politik.

Patut diingat bahwa program kesehatan bukanlah hanya mengobati orang sakit. Justru yang lebih penting adalah menjaga mereka yang sehat tetap dalam keadaan sehat, tegasnya adalah konsep “Paradigma Sehat”.

Dalam konteks ini kita kenal istilah promotif preventif yang lebih bersifat menjaga kesehatan tubuh dan mencegah terjadinya penyakit. Ini harus berjalan seiring dengan konsep kuratif rehabilitatif yang bertujuan mengobati dan menangani mereka yang sudah sakit dan atau cacat.

Kegiatan promotif-preventif ini harus benar-benar diimplementasikan secara nyata di lapangan. Apabila ada masalah penyakit katastrofik misalnya, maka pengedaliannya tentu bukan hanya dengan membangun rumah sakit spesialistik, tetapi juga kegiatan di lapangan untuktuk mewujudkan perilaku hidup bersih dan sehat.
(ynt)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4200 seconds (0.1#10.140)