Bacaleg Partai Perindo Ceritakan Asal Mula Fenomena Klitih Yogyakarta

Minggu, 22 Januari 2023 - 20:09 WIB
loading...
Bacaleg Partai Perindo Ceritakan Asal Mula Fenomena Klitih Yogyakarta
Bacaleg DPRD Yogyakarta dari Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Fourista Handayanto mengungkap asal mula fenomena Klitih di Yogyakarta. Foto/MPI
A A A
JAKARTA - Aksi kekerasan remaja di jalanan Yogyakarta atau yang dikenal dengan istilah Klitih , cukup menjadi perhatian pemerintah, aparat penegak hukum dan juga masyarakat sepanjang tahun 2022 lalu. Bakal calon legislatif (Bacaleg) DPRD Yogyakarta dari Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Fourista Handayanto pun mengungkap asal mula fenomena tersebut.

Pria yang akrab disapa Tato ini menjelaskan bahwa fenomena ini awalnya positif, yakni waktu yang digunakan warga Yogya untuk mengisi waktu sambil santai, sama halnya seperti ngabuburit yang dilakukan warga Jawa Barat (Jabar) saat Ramadhan. Baca juga: Partai Perindo Salip PKB, PPP, dan PAN, Ahmad Rofiq: Kami Akan Terus Berjuang Bersama Rakyat

"Jadi kita telaah dari arti kata klitih dulu ya, dari Sosiolog Kriminal Universitas Gadjah Mada Yogyakarta yaitu Drs Suprapto, klitih itu adalah diambil dari kata klatah-klitih yaitu mengisi waktu sambil santai. Sebenarnya makna positifnya ya, mungkin di Jawa Barat pada saat bulan Ramadhan itu ada istilah ngabuburit ya," ujar Tato dalam Podcast Aksi Nyata Partai Perindo yang berjudul "Fenomena Klitih di Yogyakarta, Mengapa Bisa Terjadi" yang disiarkan secara daring, Minggu (22/1/2023).

Tato menceritakan sebenarnya dulu di Yogyakarta ada juga sebuah pasar yang menjual barang-barang bekas atau barang loak, namanya Pasar Klitihan yang terletak di Jalan Mangkubumi, dari mulai Tugu YogYakarta sampai dengan stasiun kereta YogYakarta. Kebanyakan warga Yogya menghabiskan waktunya di pasar tersebut.

"Warga Yogya itu kebanyakan membuang waktu di pasar perkiraan itu ketika sore menjelang malam, sekarang Pasar Klitihan itu sudah dipindah ke daerah. Jadi asal muasalnya seperti itu, jadi untuk mengisi waktu aja sih sebenarnya dari arti kata klitih itu," terangnya.

Menurut lulusan Ilmu Hukum Universitas Atmajaya Yogyakarta ini, fenomena klitih itu juga sebenarnya terjadi sejak tahun 1990. Asal muasal klitih menjadi kegiatan yang negatif itu kalau melihat kembali pada tahun era 90-an itu karena adanya geng-geng remaja, seperti geng bernama Joksin dan Qzruh. Fenomena Klitih ini dulu lebih kepada pertikaian antar geng remaja.

"Cuman ketika di tahun 2016 sasarannya bukan pertikaian antar geng tetapi lebih kepada orang umum, masyarakat umum. Nah itu yang yang sekarang itu menjadi sorotan untuk kita semua, jadi random, jadi tidak apa pun ada mereka sekumpulan nih naik motor, ya kumpulan terus kemudian lewat di sebuah jalan di depannya kemudian ada motor lain pengendara lain, nah mereka anggap menghalangi jalan mereka, itu langsung di ini, dianiaya," ungkap Tato.

Soal kenapa muncul fenomena Klitih, Tato menjelaskan, ada beberapa faktor penyebabnya, yang salah satu paling utama adalah lingkungan dan keluarga. Jadi kebanyakan, anak-anak yang suntuk di dalam keluarganya akhirnya mereka mencari-cari kegiatan, karena di rumahnya merasa tidak nyaman.

Jadi mereka mencari kegiatan di luar akhirnya berkumpul dengan teman-temannya yang akhirnya bisa bersifat positif dan juga negatif. "Yang positif itu kalau misalkan mereka tugas belajar, nah yang negatifnya adalah ketika mereka berkumpul terus kemudian menggunakan seperti narkoba atau minum-minuman keras," paparnya.

Dari efek negatif itu, lanjut Tato, saat keadaan anak-anak itu di bawah pengaruh alkohol dan narkoba, akhirnya mereka berkumpul jalan dengan menggunakan sepeda motor, kemudian secara sembarangan mencari korban dam membawa senjata tajam. Klitih ini tidak mengambil barang melainkan menyakiti orang lain secara acak, demi eksistensi dirinya di kelompok mereka.

"Nah dari hasil analisa pun juga bahwa mereka melakukan hal itu sebenarnya untuk mencari eksistensi gitu. Jadi ketika mereka berhasil melukai orang, banyak orang, mereka bangga dan menjadi di kelompoknya itu semakin naik kelas istilahnya gitu, bisa semakin berkembang ini, ya gengsi-gengsian ya," pungkasnya.
(kri)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1923 seconds (0.1#10.140)