PAN Sebut Sistem Proporsional Terbuka Hindari Bahaya Nepotisme di Parpol

Sabtu, 14 Januari 2023 - 12:54 WIB
"Jika memakai sistem nomor urut, suara rakyat yang memilih caleg tidak penting dan tidak dihitung karena meskipun nomor urut satu kalah suara dengan caleg di nomor bawahnya, maka yang duduk di lembaga legislatif bukan caleg yang memperoleh suara terbanyak. Praktik ini bukan demi menjaga kedaulatan parpol, tetapi lebih pada hegemoni parpol yang mengelabui nilai kedaulatan rakyat di pemilu," kata Yoga.

Kelima, tidak ada jaminan dan ukuran akademis bahwa sistem proporsional daftar tertutup berdasarkan nomor urut akan mengurangi dan atau menghilangkan praktik politik uang (money politic) dibandingkan sistem proporsional daftar terbuka berdasarkan suara terbanyak. Praktik money politic itu bukan soal apa sistem pemilunya, tetapi karena soal kesulitan ekonomi rakyat, kesadaran politik rakyat dalam memaknai pemilu, pengawasan pelaksanaan pemilu oleh Bawaslu, lembaga pemantau, maupun oleh partisipasi masyarakat, serta penegakan aturan pemilu.



Juru Bicara DPP PAN menambahkan, partainya tidak bermaksud mempengaruhi mekanisme sidang majelis hakim konstitusi. Dia menegaskan, PAN menghormati mekanisme di internal Mahkamah Konstitusi (MK).

"PAN hanya mengingatkan bahwa MK mengabulkan gugatan untuk menerapkan sistem pemilu proposional daftar terbuka karena di putusan MK menyatakan sistem penetapan anggota legislatif berdasarkan nomor urut bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat yang dijamin konstitusi. Hal tersebut merupakan pelanggaran atas kedaulatan rakyat, jika kehendak rakyat yang tergambar dari pilihan mereka tidak diindahkan dalam penetapan anggota legislatif," jelasnya.

Yoga menambahkan, dasar filosofi dari setiap pemilihan atas orang untuk menentukan pemenang adalah berdasarkan suara terbanyak. Oleh karena itu memberlakukan sistem nomor urut berarti memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai pilihannya. Selain itu, sistem nomor urut telah mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih. Begitulah salah satu kutipan amar putusan MK Nomor 22-24/PUU-VI/2008.

"Akhirnya, semua berpulang kepada MK. Apakah tetap konsisten dengan putusan MK tersebut atau ada alasan lain," pungkasnya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(zik)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More