Waspadai Propaganda Kelompok Radikal di Isu Perppu Cipta Kerja
Jum'at, 13 Januari 2023 - 17:45 WIB
JAKARTA - Mayarakat diminta mewaspadai langkah kelompok radikal yang kerap menunggangi isu sosial dan politik untuk mencapai tujuannya. Salah satu isu hangat yang mencuri perhatian masyarakat adalah terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Cipta Kerja.
Kader Intelektual Muhammadiyah, Muhammad Abdullah Darraz mengatakan, terbitnya Perppu Cipta Kerja memang menjadi kontroversi sebagian kalangan yang harus disikapi secara kritis dan argumentatif. Namun, kampanye khilafah terselubung kelompok radikal dalam isu ini, dengan cara membangun public distrust dan narasi kebencian terhadap negara menjadi persoalan berbeda.
"Pada prinsipnya, sistem negara kita kan sebetulnya tidak memberikan ruang sekecil apa pun bagi siapa pun yang melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional. Khususnya bagi kelompok yang mendompleng isu-isu tertentu, kemudian menciptakan kericuhan dan social disorder. Itu kalau bahasa konstitusi, makar," kata Muhammad Abdullah Darraz di Jakarta, Jumat (13/1/2022).
Baca juga: Menepis Prasangka Terkait Perppu Cipta Kerja
Menurutnya, kekacauan sosial serta tindakan yang termasuk makar dalam upaya menggulingkan pemerintahan yang sah apalagi di dalam negara yang tidak sedang berkonflik, dalam kacamata fiqih Islam disebut sebagai Al-Baghiu atau Bughat. Bughat sendiri memulai sejarahnya ketika masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, dengan kemunculan kelompok yang enggan mengakui pemerintahan Abu Bakar dan menciptakan sosial disorder. Maka kelompok tersebut dianggap pemberontak hingga wajib diperangi.
"Jadi menciptakan situasi yang tidak tertib, tidak stabil. Nah itu saya kira bisa dikategorikan bagian dari bughat. Namun para ulama kan berbeda pendapat terkait hukumnya (bughat)," kata mantan Direktur Eksekutif Maarif Institute ini.
Setidaknya ada tiga kategori bughat berdasarkan pendapat para ulama. Pertama, bughat yang dikategorikan sebagai orang yang melakukan pidana atau jarimah. Hukumannya harus ditentukan melalui pengadilan, ada hakim yang memutuskan. Tidak boleh penguasa, imam, atau presiden yang memutuskan hukumannya.
"Kedua, pendapat yang agak ekstrem yaitu menyebutkan kelompok bughat atau pembangkangnya disebut sebagai kafir, jadi sudah keluar dari Islam. Oleh karena itu hukumannya boleh langsung dibunuh, diperangi langsung atas perintah imam, raja atau presiden," katanya.
Kader Intelektual Muhammadiyah, Muhammad Abdullah Darraz mengatakan, terbitnya Perppu Cipta Kerja memang menjadi kontroversi sebagian kalangan yang harus disikapi secara kritis dan argumentatif. Namun, kampanye khilafah terselubung kelompok radikal dalam isu ini, dengan cara membangun public distrust dan narasi kebencian terhadap negara menjadi persoalan berbeda.
"Pada prinsipnya, sistem negara kita kan sebetulnya tidak memberikan ruang sekecil apa pun bagi siapa pun yang melakukan tindakan-tindakan inkonstitusional. Khususnya bagi kelompok yang mendompleng isu-isu tertentu, kemudian menciptakan kericuhan dan social disorder. Itu kalau bahasa konstitusi, makar," kata Muhammad Abdullah Darraz di Jakarta, Jumat (13/1/2022).
Baca juga: Menepis Prasangka Terkait Perppu Cipta Kerja
Menurutnya, kekacauan sosial serta tindakan yang termasuk makar dalam upaya menggulingkan pemerintahan yang sah apalagi di dalam negara yang tidak sedang berkonflik, dalam kacamata fiqih Islam disebut sebagai Al-Baghiu atau Bughat. Bughat sendiri memulai sejarahnya ketika masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar, dengan kemunculan kelompok yang enggan mengakui pemerintahan Abu Bakar dan menciptakan sosial disorder. Maka kelompok tersebut dianggap pemberontak hingga wajib diperangi.
"Jadi menciptakan situasi yang tidak tertib, tidak stabil. Nah itu saya kira bisa dikategorikan bagian dari bughat. Namun para ulama kan berbeda pendapat terkait hukumnya (bughat)," kata mantan Direktur Eksekutif Maarif Institute ini.
Setidaknya ada tiga kategori bughat berdasarkan pendapat para ulama. Pertama, bughat yang dikategorikan sebagai orang yang melakukan pidana atau jarimah. Hukumannya harus ditentukan melalui pengadilan, ada hakim yang memutuskan. Tidak boleh penguasa, imam, atau presiden yang memutuskan hukumannya.
"Kedua, pendapat yang agak ekstrem yaitu menyebutkan kelompok bughat atau pembangkangnya disebut sebagai kafir, jadi sudah keluar dari Islam. Oleh karena itu hukumannya boleh langsung dibunuh, diperangi langsung atas perintah imam, raja atau presiden," katanya.
tulis komentar anda