Pergerakan Peta Dukungan Jadi Alasan Elektabilitas Parpol Naik-Turun
Senin, 13 Juli 2020 - 09:46 WIB
JAKARTA - Center for Political Communication Studies (CPCS) 'memotret' elektabilitas partai politik pasca setahun pemilihan umum 2019. Hasilnya menyebutkan, elektabilitas parpol saat ini semua mengalami penurunan jika dibandingkan dengan survei yang dirilis lembaga ini pada 20 Maret 2020 lalu.
Urutan tiga besar memang masih didominasi PDI Perjuangan, Gerindra, dan Golkar, tetapi ketiga-tiganya juga mengalami penurunan elektabilitas. PDIP turun paling banyak dari 31,7% menjadi 29,2%, sedangkan Gerindra turun sedikit dari 14,5% menjadi 13,7% dan Golkar dari 8,9% menjadi 8,3%. Hanya PSI yang mengalami kenaikan elektabilitas.
Analis politik asal Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menganggap, akurasi dari survei itu masih terbuka untuk diperdebatkan secara akademis. Karena jika melihat kecenderungan di survei lain, tiga partai itu masih stabil. ( )
"Selama suveinya objektif, maka survei bisa dipertanggungjawabkan. Namun jika surveinya pesanan, maka ini yang menjadi bias," kata Ujang saat dihubungi SINDOnews, Senin (13/7/2020). "Jika ada survei tersebut, maka harus ada survei pembanding. Harus ada survei sebagai second opinion," katanya.
Karena menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini, masing-masing partai juga punya survei internal dan lembaga survei yang sudah menjadi basis kajian mereka. Terkadang hasil surveinya juga tampak berbeda-beda, sehingga soal elektabilitas partai masih dinamis sesuai dengan respons publik.
"Terlepas, soal perdebatan soal survei bisa dibayar atau tidak, objektif atau tidak, paling tidak survei tersebut sebagai informasi awal saja, bahwa bisa saja ada pergerakan dan peta dukungan di masyarakat," ujarnya.( )
Urutan tiga besar memang masih didominasi PDI Perjuangan, Gerindra, dan Golkar, tetapi ketiga-tiganya juga mengalami penurunan elektabilitas. PDIP turun paling banyak dari 31,7% menjadi 29,2%, sedangkan Gerindra turun sedikit dari 14,5% menjadi 13,7% dan Golkar dari 8,9% menjadi 8,3%. Hanya PSI yang mengalami kenaikan elektabilitas.
Analis politik asal Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin menganggap, akurasi dari survei itu masih terbuka untuk diperdebatkan secara akademis. Karena jika melihat kecenderungan di survei lain, tiga partai itu masih stabil. ( )
"Selama suveinya objektif, maka survei bisa dipertanggungjawabkan. Namun jika surveinya pesanan, maka ini yang menjadi bias," kata Ujang saat dihubungi SINDOnews, Senin (13/7/2020). "Jika ada survei tersebut, maka harus ada survei pembanding. Harus ada survei sebagai second opinion," katanya.
Karena menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) ini, masing-masing partai juga punya survei internal dan lembaga survei yang sudah menjadi basis kajian mereka. Terkadang hasil surveinya juga tampak berbeda-beda, sehingga soal elektabilitas partai masih dinamis sesuai dengan respons publik.
"Terlepas, soal perdebatan soal survei bisa dibayar atau tidak, objektif atau tidak, paling tidak survei tersebut sebagai informasi awal saja, bahwa bisa saja ada pergerakan dan peta dukungan di masyarakat," ujarnya.( )
(abd)
tulis komentar anda