Prabowo Urusi Cadangan Pangan, Pengamat: Berpotensi Mengulang Masa Orba

Senin, 13 Juli 2020 - 08:14 WIB
Presiden Jokowi (tengah) didampingi Menhan Prabowo Subianto (kanan) dan sejumlah menteri memberikan keterangan kepada wartawan saat meninjau kesiapan lahan pertanian yang akan dijadikan pengembangan food estate di Desa Belanti Siam, Kabupaten Pulang Pisau
JAKARTA - Pengamat Militer Institute for Scurity and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi mengaku heran dengan kebijakan Presiden Jokowi yang memberikan kepercayaan kepada Menteri Pertahahan, Prabowo Subianto untuk mengurusi cadangan pangan . Menurutnya, langkah Jokowi bentuk 'salah kaprah' yang dibiarkan terus-menerus.

"Pemahaman bahwa keseluruhan urusan ketahanan nasional adalah ranah pertahanan. Padahal Kemhan dan TNI hanyalah salah satu kontributor ketahanan nasional dari sisi pertahanan negara," ujar Fahmi saat dihubungi, Senin (13/7/2020).

Dia menegaskan, soal kontribusi ketahanan pangan terhadap ketahanan nasional menjadi domain Kementerian Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, PU Perumahan Rakyat, BKP, Bulog dan tentu institusi penegak hukum sebagai instrumen pengawasan.( )

"Lalu peran Kemhan dan TNI? diminta atau tidak, jika urusan ketahanan pangan ini jadi berpotensi mengancam pertahanan negara, ya pasti akan hadir," tutur Fahmi.

Maka itu, Fahmi menyarankan agar Kementerian Pertahanan dan TNI harus mengkaji dengan cermat dan hati-hati keterlibatannya pada kegiatan-kegiatan yang tidak secara langsung berkaitan dengan tupoksinya, atau dalam melaksanakan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) seperti dalam urusan ketahanan pangan ini.



Ia menyebut, tugas baru yang diberikan ke Menhan ini berpotensi mengulang masa Orde Baru (Orba), di mana kita mengklaim berhasil membangun ketahanan dan swasembada, tapi dengan tekanan luar biasa pada petani untuk tanam padi, dengan tentara ikut turun ke sawah.

"Lagi pula, multifungsi ini patut dipertanyakan, terutama terkait dengan pendekatan Minimum Essential Forces (MEF) dalam pengembangan kekuatan dan kemampuan TNI," ujarnya.( )

Lebih lanjut Fahmi menjelaskan, MEF mencakup tiga hal utama yaitu organisasi, personel dan materiil (alat utama, sarana dan prasarana). Dari sisi personel, jelas bahwa, jumlah prajurit kita masih jauh dari rasio perbandingan ideal dengan jumlah penduduk dan luas wilayah. Artinya, jika untuk fokus saja pada tugas pokoknya, TNI masih belum ideal, lalu mengapa 'cawe-cawe' ke urusan pemerintahan yang lain.

"Jika untuk menjaga batas wilayah dan kedaulatan kita saja, jumlah personel masih belum ideal, mengapa memaksakan diri terlibat? apa motifnya? kesejahteraan? politik? kalau iya, tentu saja itu menyimpang dari mandat reformasi," katanya.

Fahmi pun berharap, jangan sampai kebutuhan kemampuan TNI dalam tugas-tugas nonmiliter, menjadi modus baru untuk melakukan hegemoni kekuasaan. "Dalam hal ini bukan hanya Kemhan dan TNI, bahkan Polri pun perlu diingatkan," katanya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(abd)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More