Soal Izin Presiden untuk Tahan Hakim Agung, Ahli Pidana: Masih Problematik
Jum'at, 06 Januari 2023 - 06:29 WIB
JAKARTA - Ahli pidana Fakultas Hukum (FH) Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Muhammad Arif Setiawan menilai izin presiden dan perintah jaksa agung untuk dapat menahan hakim agung masih problematik. Hal itu disampaikan saat dihadirkan Tim Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai ahli pidana dalam sidang gugatan praperadilan yang diajukan Hakim Agung nonaktif Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh.
Kepada Arif, Ketua Tim Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto bertanya soal independensi KPK yang dikaitkan dengan konteks ketatanegaraan saat menahan seorang hakim agung.
“Bagaimana ahli memandang berkenaan dengan independensi KPK dikaitkan dengan konteks ketatanegaraan, hubungannya dengan presiden dan aparat penegak hukum yang lain?” tanya Iskandar dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023).
“Karena muaranya kami akan mempertanyakan ini, di dalil permohonan para pemohon, mereka memuat permohonan berkenaan dengan hubungan antar lembaga dalam konteks terkait dengan penahanan,” sambungnya.
Iskandar menjelaskan, dalam Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang Mahkamah Agung disebutkan bahwa Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota MA dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden.
Namun ada pengecualian untuk tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau berdasarkan bukti permulaan yang cukup, disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
“Dalam konteks perkara ini, ketika KPK akan melakukan penangkapan dikaitkan dengan perintah jaksa agung seperti apa?” tanya Iskandar.
Atas pertanyaan tersebut Arif mengaku tidak dapat memberikan pandangannya perihal ketentuan mana yang seharusnya digunakan dalam penanganan perkara terhadap seorang Hakim Agung. Apakah menggunakan aturan MA atau KPK.
Kepada Arif, Ketua Tim Biro Hukum KPK Iskandar Marwanto bertanya soal independensi KPK yang dikaitkan dengan konteks ketatanegaraan saat menahan seorang hakim agung.
“Bagaimana ahli memandang berkenaan dengan independensi KPK dikaitkan dengan konteks ketatanegaraan, hubungannya dengan presiden dan aparat penegak hukum yang lain?” tanya Iskandar dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023).
Baca Juga
“Karena muaranya kami akan mempertanyakan ini, di dalil permohonan para pemohon, mereka memuat permohonan berkenaan dengan hubungan antar lembaga dalam konteks terkait dengan penahanan,” sambungnya.
Iskandar menjelaskan, dalam Pasal 17 Ayat 1 Undang-Undang Mahkamah Agung disebutkan bahwa Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Anggota MA dapat ditangkap atau ditahan hanya atas perintah Jaksa Agung setelah mendapat persetujuan Presiden.
Namun ada pengecualian untuk tertangkap tangan melakukan tindak pidana kejahatan, atau berdasarkan bukti permulaan yang cukup, disangka telah melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana mati, atau tindak pidana kejahatan terhadap keamanan negara.
“Dalam konteks perkara ini, ketika KPK akan melakukan penangkapan dikaitkan dengan perintah jaksa agung seperti apa?” tanya Iskandar.
Atas pertanyaan tersebut Arif mengaku tidak dapat memberikan pandangannya perihal ketentuan mana yang seharusnya digunakan dalam penanganan perkara terhadap seorang Hakim Agung. Apakah menggunakan aturan MA atau KPK.
tulis komentar anda