Unsur Meringankan Bharada E Versi Romo Magnis Suseno
Senin, 26 Desember 2022 - 12:49 WIB
JAKARTA - Ahli filsafat moral Franz Magnis Suseno menjelaskan unsur meringankan bagi terdakwa Bharada E atau Richard Eliezer dalam sidang kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat. Franz Magnis Suseno atau Romo Magnis Suseno dihadirkan tim kuasa hukum Bharada E sebagai salah satu dari tiga ahli yang meringankan.
"Terkait peristiwa penembakan oleh Elizer dalam sudut filsafat moral, apa aja unsur yang dapat meringankan terdakwa?" tanya pengacara Bharada E, Ronny Talapessy dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022).
"Tentu yang meringankan adalah kedudukan dalam memberi perintah itu, itu bukan ajudannya semacam itu, tapi orang yang berkedudukan tinggi yang jelas berhak memberi perintah yang di dalam kepolisian tentu akan ditaati dan tidak mungkin orang katanya Elizer itu 24 tahun umurnya, jadi masih muda itu, yah lakasanakan itu, budaya laksanakan itu adalah unsur yang paling kuat," ujar Romo Magnis Suseno.
Menurutnya, dalam kasus penembakan Brigadir J, sejatinya tak lepas dari budaya ‘laksanakan’ dalam institusi Polri, bahwa Bharada E kala itu harus melaksanakan perintah dari orang yang punya kedudukan tinggi tersebut. Apalagi, dalam institusi Polri, Bharada E kedudukannya masih junior.
Selain itu, kata dia, Bharada E kala diperintah untuk menembak itu dipengaruhi keterbatasan situasi dan waktu, yang kala itu dalam posisi tegang dan bingung. Bharada E saat itu harus menentukan segera bakal melaksanakan perintah itu ataukah tidak.
"Tak ada waktu tuk memikirkan pertimbangan matang, di mana kita umumnya kalau ada keputusan penting, coba atur waktu tidur dulu (istirahat), dia harus langsung bereaksi. Menurut saya itu tentu dua faktor yang secara etis sangat meringankan," tuturnya.
Dia menambahkan, dalam kepolisian sebagaimana dalam situasi pertempuran, atasan memberi perintah tembak bukanlah suatu hal yang sepenuhnya tak masuk akal, yang berbeda dengan profesi lainnya. Apalagi, di dalam kepolisian pula, dia mendapatkan perintah, resistensinya lemah karena hubungan antara atasan dan bawahan.
"Terkait peristiwa penembakan oleh Elizer dalam sudut filsafat moral, apa aja unsur yang dapat meringankan terdakwa?" tanya pengacara Bharada E, Ronny Talapessy dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (26/12/2022).
"Tentu yang meringankan adalah kedudukan dalam memberi perintah itu, itu bukan ajudannya semacam itu, tapi orang yang berkedudukan tinggi yang jelas berhak memberi perintah yang di dalam kepolisian tentu akan ditaati dan tidak mungkin orang katanya Elizer itu 24 tahun umurnya, jadi masih muda itu, yah lakasanakan itu, budaya laksanakan itu adalah unsur yang paling kuat," ujar Romo Magnis Suseno.
Menurutnya, dalam kasus penembakan Brigadir J, sejatinya tak lepas dari budaya ‘laksanakan’ dalam institusi Polri, bahwa Bharada E kala itu harus melaksanakan perintah dari orang yang punya kedudukan tinggi tersebut. Apalagi, dalam institusi Polri, Bharada E kedudukannya masih junior.
Selain itu, kata dia, Bharada E kala diperintah untuk menembak itu dipengaruhi keterbatasan situasi dan waktu, yang kala itu dalam posisi tegang dan bingung. Bharada E saat itu harus menentukan segera bakal melaksanakan perintah itu ataukah tidak.
"Tak ada waktu tuk memikirkan pertimbangan matang, di mana kita umumnya kalau ada keputusan penting, coba atur waktu tidur dulu (istirahat), dia harus langsung bereaksi. Menurut saya itu tentu dua faktor yang secara etis sangat meringankan," tuturnya.
Dia menambahkan, dalam kepolisian sebagaimana dalam situasi pertempuran, atasan memberi perintah tembak bukanlah suatu hal yang sepenuhnya tak masuk akal, yang berbeda dengan profesi lainnya. Apalagi, di dalam kepolisian pula, dia mendapatkan perintah, resistensinya lemah karena hubungan antara atasan dan bawahan.
(rca)
tulis komentar anda