Dewan Pers: Clickbait Perusak Publik
Rabu, 21 Desember 2022 - 23:44 WIB
JAKARTA - Di tengah kemajuan teknologi , banyak konten yang jauh dari nilai-nilai media seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999. Fakta tersebut seperti temuan Dewan Pers , dalam beberapa waktu terakhir.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana menjelaskan, tidak sedikit media yang terkesan mengeksploitasi pornografi. Padahal, kata dia, hal tersebut bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Pers.
"Jadi silakan saja publik kalau mau mengadili, silakan saja. Karena itu sudah bukan media. Karena mereka sudah bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 yang tidak boleh ada pornografi dan lain-lain," kata Yadi dalam Communications Outlook 2023, Rabu (21/12/2022).
Dijelaskan Yadi, media tersebut sengaja gemar mengangkat muatan pornografi, hanya untuk mencari clickbait. "Itu banyak sekali terjadi. Kenapa meraka melakukan itu? Ya clickbait. Clickbait ini yang sebetulnya merusak," beber Yadi.
"Clickbait ini yang berbahaya, kemudian merusak publik. Ini tidak ada pilihan bagi Dewan Pers, bahwa berita-berita sadis, berita-berita porno, harus take down. Itu bukan produk jurnalistik. Itu produk yang memang betul-betul merusak publik," lanjut Yadi yang juga Ketua Departemen Hubungan Media ISKI ini.
Lebih jauh dijelaskan Yadi, produk jurnalistik memiliki identitas tersendiri. Perlindungan yang diberikan Undang-Undang Pers, hanya kepada mereka yang dalam melaksanakan aktivitas jurnalistiknya sesuai dengan regulasi tersebut.
"Kami menganggap produk jurnalistik itu adalah produk-produk yang digarap secara profesional. Bahwa Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 hanya melindungi jurnalis-jurnalis profesional yang bekerja profesional dan media profesional. Di luar itu enggak dilindungi oleh Undang-Undang Pers," tegas Yadi.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers Yadi Hendriana menjelaskan, tidak sedikit media yang terkesan mengeksploitasi pornografi. Padahal, kata dia, hal tersebut bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Pers.
"Jadi silakan saja publik kalau mau mengadili, silakan saja. Karena itu sudah bukan media. Karena mereka sudah bertentangan dengan Undang-Undang Pers Nomor 40 yang tidak boleh ada pornografi dan lain-lain," kata Yadi dalam Communications Outlook 2023, Rabu (21/12/2022).
Dijelaskan Yadi, media tersebut sengaja gemar mengangkat muatan pornografi, hanya untuk mencari clickbait. "Itu banyak sekali terjadi. Kenapa meraka melakukan itu? Ya clickbait. Clickbait ini yang sebetulnya merusak," beber Yadi.
"Clickbait ini yang berbahaya, kemudian merusak publik. Ini tidak ada pilihan bagi Dewan Pers, bahwa berita-berita sadis, berita-berita porno, harus take down. Itu bukan produk jurnalistik. Itu produk yang memang betul-betul merusak publik," lanjut Yadi yang juga Ketua Departemen Hubungan Media ISKI ini.
Lebih jauh dijelaskan Yadi, produk jurnalistik memiliki identitas tersendiri. Perlindungan yang diberikan Undang-Undang Pers, hanya kepada mereka yang dalam melaksanakan aktivitas jurnalistiknya sesuai dengan regulasi tersebut.
"Kami menganggap produk jurnalistik itu adalah produk-produk yang digarap secara profesional. Bahwa Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 hanya melindungi jurnalis-jurnalis profesional yang bekerja profesional dan media profesional. Di luar itu enggak dilindungi oleh Undang-Undang Pers," tegas Yadi.
(mhd)
tulis komentar anda