Menuju Tahun Kontestasi dan Peran Elite Politik
Selasa, 20 Desember 2022 - 16:34 WIB
Di sini berarti kepemimpinan nasional juga harus dapat menjamin bahwa segenap aspek positif dari pemilu dapat dipahami dan dirasakan oleh masyarakat, sehingga pemilu tidak sekadar menjadi “pesta tanpa makna”.
Kedua, elite pemerintah dan parpol harus berperan menjadi lokomotif untuk melawan “bahaya laten” oligarki dan kalangan-kalangan yang berupaya membajak demokrasi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa terdapat korelasi antara peran oligarki dalam prosesi pemilu di Indonesia yang akan berujung nantinya pada sebuah pemerintahan yang elitis atau anti-demokrasi. Indonesia bahkan dijadikan contoh tentang bagaimana demokrasi dan oligarki dapat berjalan beriringan (Ford & Pemipnsky, 2014).
Ketiga, para elite politik harus menjadi sentra kekuatan pencegah berbagai bentuk manipulasi politik, apakah itu fitnah, black campaign atau kekerasan politik. Selain itu harus menjadi kekuatan yang mereduksi kecenderungan berpolitik post-truth ataupun populisme, yang membodohi dan menjauhkan rakyat dari cita-cita berdemokrasi yang sesungguhnya.
Dalam hal ini peran mereka juga termasuk membatasi gerak para negative buzzer yang kerap memproduksi fake news dalam kehidupan politik.
Keempat, peran penting berikutnya adalah sebagai pencegah terjadinya polarisasi, yang akan selalu berpotensi membelah keutuhan bangsa hingga di masa-masa yang akan datang. Dalam hal ini peran terbaik bagi pemerintah adalah menjaga netralitasnya, sembagi terus berkampanye memberikan imbauan pentingnya menjaga keutuhan bangsa.
Sementara bagi para pimpinan partai dituntut untuk bersikap tegas dan objektif dalam menyikapi segenap bentuk upaya pemecahan belah yang dilakukan oleh kader-kadernya.
Kelima, hal yang juga harus disegerakan untuk dilakukan adalah memberantas segenap bentuk praktik money politics. Praktik ini muncul pada dasarnya akibat beragam peluang. Hal yang paling utama adalah lemahnya penegakan hukum, ketiadaan edukasi politik dan ketimpangan ekonomi. Dalam waktu yang singkat ini, hal yang masih dapat dikejar oleh pemerintah adalah dua hal pertama tersebut.
Akhirnya, hal yang keenam, yang juga tidak kalah pentingnya untuk dilakukan adalah menjamin netralitas aparatus pemerintah apakah ASN, polisi maupun tentara dalam ajang pemilu ini. Ini tidak saja akan mengancam hakikat profesionalitas birokrat dan aparat, namun juga akan menjadi celah pembenaran atau legitmasi bagi masyarakat untuk tidak memercayai pelaksanaan pemilu dan hasilnya karena terjadi pembiaran bahkan dorongan atas keterlibatan aparat dalam pemilu.
Kedua, elite pemerintah dan parpol harus berperan menjadi lokomotif untuk melawan “bahaya laten” oligarki dan kalangan-kalangan yang berupaya membajak demokrasi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa terdapat korelasi antara peran oligarki dalam prosesi pemilu di Indonesia yang akan berujung nantinya pada sebuah pemerintahan yang elitis atau anti-demokrasi. Indonesia bahkan dijadikan contoh tentang bagaimana demokrasi dan oligarki dapat berjalan beriringan (Ford & Pemipnsky, 2014).
Ketiga, para elite politik harus menjadi sentra kekuatan pencegah berbagai bentuk manipulasi politik, apakah itu fitnah, black campaign atau kekerasan politik. Selain itu harus menjadi kekuatan yang mereduksi kecenderungan berpolitik post-truth ataupun populisme, yang membodohi dan menjauhkan rakyat dari cita-cita berdemokrasi yang sesungguhnya.
Dalam hal ini peran mereka juga termasuk membatasi gerak para negative buzzer yang kerap memproduksi fake news dalam kehidupan politik.
Keempat, peran penting berikutnya adalah sebagai pencegah terjadinya polarisasi, yang akan selalu berpotensi membelah keutuhan bangsa hingga di masa-masa yang akan datang. Dalam hal ini peran terbaik bagi pemerintah adalah menjaga netralitasnya, sembagi terus berkampanye memberikan imbauan pentingnya menjaga keutuhan bangsa.
Sementara bagi para pimpinan partai dituntut untuk bersikap tegas dan objektif dalam menyikapi segenap bentuk upaya pemecahan belah yang dilakukan oleh kader-kadernya.
Kelima, hal yang juga harus disegerakan untuk dilakukan adalah memberantas segenap bentuk praktik money politics. Praktik ini muncul pada dasarnya akibat beragam peluang. Hal yang paling utama adalah lemahnya penegakan hukum, ketiadaan edukasi politik dan ketimpangan ekonomi. Dalam waktu yang singkat ini, hal yang masih dapat dikejar oleh pemerintah adalah dua hal pertama tersebut.
Akhirnya, hal yang keenam, yang juga tidak kalah pentingnya untuk dilakukan adalah menjamin netralitas aparatus pemerintah apakah ASN, polisi maupun tentara dalam ajang pemilu ini. Ini tidak saja akan mengancam hakikat profesionalitas birokrat dan aparat, namun juga akan menjadi celah pembenaran atau legitmasi bagi masyarakat untuk tidak memercayai pelaksanaan pemilu dan hasilnya karena terjadi pembiaran bahkan dorongan atas keterlibatan aparat dalam pemilu.
(bmm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda