Kritis Pencemaran Lingkungan

Sabtu, 11 Juli 2020 - 06:05 WIB
"Terutama di pesisir Jakarta Utara, mulai kawasan Kamal Muara sampai Cililitan pasti mengeluarkan emisi yang sangat besar. Kalau menyalahkan daerah-daerah lain tentu tidak bisa dengan asumsi, harus dilakukan penelitian lebih lanjut," ujarnya. (Baca juga: Dampak Penerapan PSBB, Kualitas Udara di Kota Cimahi Membaik)

Ubaidillah berharap lembaga atau institusi yang mengeluarkan data terkini terhadap polusi udara Jakarta lebih terbuka dalam kegiatan pemantauan dan teknologi yang digunakan. Hal tersebut bertujuan agar masyarakat dapat mengetahui seberapa besar validitas dan reliabilitas hasil tersebut untuk melakukan kegiatan.

Solusi yang bisa dilakukan untuk keluar dari permasalahan polusi udara dengan membangun atau mengembangkan kawasan pusat kota berbasis pergerakan manusia, yakni destination, distance, design, density, diversity, dan demand management.

Pengamat Perkotaan Nirwono Yoga menilai, menata ulang kawasan yang dilalui transportasi massal menjadi kawasan terpadu berbasis transit bisa menjadi solusi untuk menekan tingkat polusi udara yang diakibatkan dari emisi gas kendaraan.

Nirwono menambahkan, hendaknya Pemprov DKI Jakarta segera menerapkan jalan berbayar elektronik, perluasan kebijakan ganjil-genap, dan memperbanyak penanaman pohon yang bisa menyerap polutan di lingkungan kota.

Salah satu negara yang telah berhasil mengurangi polusi adalah China. Pemerintah China menggalakkan kembali penggunaan sepeda sebagai alat transportasi utama masyarakat. Upaya itu pun sejalan dengan perbaikan transportasi umum dengan memperbanyak bus dan trem yang menggunakan listrik.

Seperti dikutip dari The New York Times, cara tersebut berhasil menurunkan tingkat polusi udara. Terbukti, dalam kurun waktu empat tahun China telah berhasil memangkas tingkat partikulat udara rata-rata 32%.

Buruknya kualitas udara di kota besar tidak boleh dianggap remeh. Wilayah Jakarta Selatan misalnya, pada 2018 tercatat memiliki kualitas udara baik sebanyak 11 hari dalam satu tahun. Pada 2019, kualitas udara baik sebanyak 9 hari, dan pada 2020 belum ada indikasi yang menunjukkan kualitas udara baik.

Adapun indikator baik dan buruknya kualitas udara tersebut ditentukan berdasarkan PM 2,5 ug (unhealthy for sensitive group). Jika sudah seperti ini, tentunya permasalahan polusi udara tidak hanya menimbulkan kerugian dari sisi ekonomi saja, tetapi juga ekologi seperti terjadinya perubahan iklim.

Selain masalah udara, masalah lain yang dihadapi masyarakat adalah buruknya kualitas air. World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia mencatat, dari 550 sungai yang tersebar di seluruh Indonesia 82% kondisinya tercemar dan kritis. Tingginya tingkat pencemaran membuat airnya tidak layak untuk dikonsumsi. Sekitar 52 sungai strategis di Indonesia yang tercemar di antaranya Sungai Ciliwung di DKI Jakarta dan Sungai Citarum di Jawa Barat. (Baca juga: Salah Satu Editor televisi Swasta Ditemukan Tewas Mengenaskan di Pinggir Tol)
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More