Deradikalisasi Harus Jadi Komitmen Bersama

Kamis, 15 Desember 2022 - 12:35 WIB
Program deradikallisasi perlu dievaluasi dan semakin diperkuat menyusul aksi terorisme yang masih saja terus terjadi di Tanah Air. (KORAN SINDO/Wawan Bastian)
AKSI bom bunuh diri yang dilakukan Agus Sujatno di Mapolsek Astana Anyar, Kota Bandung, Rabu (7/12) menjadi keprihatinan banyak pihak. Kasus ini sekaligus menjadi alarm kuat bahwa potensi bom dengan sel-sel jaringan terorisme yang aktif di dalamnya begitu dekat dan ada di sekitar kita.

Begitu bahayanya, kita bahkan tidak pernah tahu bagaimana sel-sel yang cukup aktif itu akan meletupkan aksinya. Kapan dan di mana, semua masih misteri. Jika pekan lalu menyasar markas polisi, bisa saja di lain waktu terjadi di pasar, mal, gedung perkantoran, pemerintahan, alat transportasi, dan sebagainya.

Ini terasa agak menakutkan meski negara ini memiliki seperangkat aparat. Tapi, begitulah realitasnya. Para pelaku terorisme kerap kali tak pandang bulu. Bom Bali 2002 misalnya, ada sekitar 200 nyawa warga sipil harus hilang akibat ulah mereka.

Baca Juga: koran-sindo.com

Kini ancaman terorisme makin kompleks dan luas. Setelah Bom Bali, aksi-aksi terorisme seolah terus terjadi hingga saat ini. Yang lebih membahayakan, jaringan itu terus berkembang, bahkan sebagian sulit dimatikan atau dikendalikan.



Bom bunuh diri oleh Agus Sujatno di Mapolsek Astana Anyar menjadi salah satu bukti nyata bahwa jaringan itu terus hidup hingga saat ini. Sebagaimana diketahui, Agus adalah bekas napi teroris kasus Bom Cicendo pada 2017. Agus belum lama keluar dari penjara. Nyatanya, penjara tak mampu mencuci ideologi, cara pikir, dan sikap Agus yang radikal. Kasus lain seperti Bom Makassar 2021 juga jadi bukti deradikalisasi saat ini bukanlah langkah final.

Khusus terhadap para napi teroris, pemerintah sebenarnya telah membuat program khusus deradikalisasi seperti dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Densus 88, Kementerian Sosial, dan sebagainya. Namun, mengubah cara pandang para pelaku terorisme bukan langkah gampang.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mendata, hingga Desember 2022, jumlah napi teroris di Indonesia yang menjalani program deradikalisasi mencapai 1.290 orang. Dari jumlah itu, napi yang menolak keras berikrar setia kepada NKRI mencapai 120 orang atau sekitar 8%.

Jumlah ini tergolong besar jika mempertimbangkan potensi bahaya yang ada di dalamnya. Setelah rampung menjalani hukuman, napi teroris menjadi manusia bebas yang hakikatnya memendam ancaman. Jika mereka mendapat pemicu dan dukungan kuat dari jaringannya seperti pada kasus Agus Sujatno, maka sangat mudah meletupkan aksinya. Sujatno diduga tidak sependapat dengan pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dan, aksi Sujatno terjadi hanya sehari setelah pengesahan KUHP baru di DPR tersebut.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More