KUHP Baru Picu Pro dan Kontra, Wakil Ketua MPR: Perlu Dibuka Ruang Diskusi

Rabu, 14 Desember 2022 - 19:46 WIB
Wakil Ketua Komnas HAM Abdul Haris Semendawai menilai lahirnya UU KUHP yang baru disahkan beberapa waktu lalu adalah sebuah keberhasilan dalam upaya memperbarui KUHP yang sudah berusia lebih dari 200 tahun sehingga perlu diapresiasi.

Apalagi, tujuan perubahan KUHP kali ini dalam rangka menghormati dan menjunjung tinggi HAM. Lahirnya KUHP yang baru ini juga dalam upaya menyesuaikan kondisi yang ada saat ini, seperti ada sejumlah tindak pidana yang diatur dalam KUHP baru setelah negara meratifikasi beberapa konvensi di dunia yang tidak terakomodasi pada KUHP yang lama. ”Pada KUHP yang baru ini, juga sudah diakomodasi tindak pidana terkait antidiskriminasi,” ucapnya.

Terkait sanksi pidana, dalam KUHP baru ini tidak hanya mengatur tindak pidana penjara dan denda, namun juga mengakomodasi sanksi sosial yang bisa mengurangi kepadatan dalam lembaga pemasyarakatan. Bahkan, hukuman mati dalam KUHP yang baru ini hanya merupakan sanksi yang bersifat khusus, tidak seperti pada KUHP yang lama hukuman mati merupakan sanksi pokok.

Sedangkan, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga Nur Basuki Minarno berpendapat kekhawatiran beberapa negara terkait kebebasan dasar dan HAM yang diatur dalam KUHP yang baru sangat tidak beralasan. ”Karena dasar pengaturannya mengacu pada konstitusi Indonesia yaitu UUD 1945, bukan konstitusi negara mereka,” katanya.

Juru bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries mengaku tidak mudah menyusun KUHP di negeri yang multi etnis, multi religi dan budaya. Produk KUHP yang baru ini belum sempurna dan mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam menyosialisasikan.

”KUHP yang baru disahkan DPR ini merupakan titik keseimbangan yang bisa dicapai dalam pembuatan landasan hukum pidana di Tanah Air. Dalam prosesnya banyak dilakukan reposisi, reformulasi, bahkan penghapusan untuk mencapai keseimbangan itu," ujarnya.

Setiap ada masukan dan aspirasi terkait KUHP yang baru, tim selalu membahasnya dengan tetap mengacu pada Pancasila, UUD 1945 dan putusan-putusan MK terkait.

Anggota Komisi III DPR RI, Taufik Basari berpendapat HAM itu bersifat universal, tidak partikular sehingga norma HAM juga berlaku di Indonesia. Berbicara tentang KUHP pasti bicara soal HAM. Tugas negara adalah memastikan setiap warga negara terlindungi HAM-nya. "Kejahatan yang terjadi pasti ada proses hukumnya, selain itu pencegahan terhadap potensi pelanggaran HAM juga dilakukan," ujarnya.

Menurut Taufik, HAM dan KUHP tidak bisa dilihat secara sempit, sehingga dalam melihat KUHP yang baru ini harus secara menyeluruh. Taufik menilai KUHP baru jauh lebih baik daripada KUHP yang masih berlaku sekarang. Sejumlah pasal karet yang berpotensi mengkriminalisasi masyarakat tidak lagi mudah diterapkan dengan sejumlah pengaturan dalam KUHP yang baru.

Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti mengkritisi istilah pelanggaran HAM berat diubah menjadi tindak pidana berat terhadap HAM dengan ancaman pidana minimal yang dikurangi dari minimal 10 tahun-maksimal 25 tahun menjadi minimal 5 tahun-maksimal 25 tahun. "Ini mendegradasi kekhususan tindak pidana HAM berat," tegas Fatia.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More