Soal Putusan MK Mantan Napi Nyaleg, KPU Konsultasi dengan DPR
Jum'at, 02 Desember 2022 - 14:29 WIB
JAKARTA - KPU akan mempelajari keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal mantan napi mencalonkan anggota diri sebagai calon anggota legislatif (Caleg). Demikian diungkapkan oleh ketua KPU , Hasyim Ashari.
"KPU akan mempelajari Putusan MK tersebut. Kami akan konsultasikan materi Putusan JR MK tersebut kepada Pembentuk UU dalam hal ini Presiden dan DPR (Komisi II DPR)," kata dia dalam keterangan persnya, Jumat, (2/12/2022).
Dia menjelaskan hal yang akan dikonsultasikan adalah pemberlakuan dalam Peraturan KPU (PKPU) soal pencalonan tersebut untuk Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten, Kota atau termasuk juga Calon Anggota DPD.
Baca juga: PAN Dukung Putusan MK soal Mantan Napi Harus Tunggu 5 Tahun untuk Nyaleg
Untuk diketahui, MK dalam Putusannya Nomor 87/PUU-XX/2022 menyatakan norma Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UU Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana apabila dirumuskan.
Pasal 240 Ayat (1) huruf g tersebut berbunyi tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
MK pada putusannya mengubah Pasal 240 Ayat (1) huruf g menjadi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan.
Persyaratan itu, yakni: bagian i, tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.
Bagian ii, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.Berikutnya, bagian iii, bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
"KPU akan mempelajari Putusan MK tersebut. Kami akan konsultasikan materi Putusan JR MK tersebut kepada Pembentuk UU dalam hal ini Presiden dan DPR (Komisi II DPR)," kata dia dalam keterangan persnya, Jumat, (2/12/2022).
Dia menjelaskan hal yang akan dikonsultasikan adalah pemberlakuan dalam Peraturan KPU (PKPU) soal pencalonan tersebut untuk Calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, Kabupaten, Kota atau termasuk juga Calon Anggota DPD.
Baca juga: PAN Dukung Putusan MK soal Mantan Napi Harus Tunggu 5 Tahun untuk Nyaleg
Untuk diketahui, MK dalam Putusannya Nomor 87/PUU-XX/2022 menyatakan norma Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan UU Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai sebagaimana apabila dirumuskan.
Pasal 240 Ayat (1) huruf g tersebut berbunyi tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
MK pada putusannya mengubah Pasal 240 Ayat (1) huruf g menjadi bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan.
Persyaratan itu, yakni: bagian i, tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.
Bagian ii, bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana.Berikutnya, bagian iii, bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang.
(maf)
tulis komentar anda