Jaga Persatuan dan Keharmonisan, Delik Agama dan Kepercayaan Ada di RKUHP
Selasa, 29 November 2022 - 22:12 WIB
JAKARTA - Delik agama dan kepercayaan yang tercantum dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) , dinilai untuk menjaga persatuan dan keharmonisan bangsa. Pandangan ini disampaikan oleh Juru Bicara (Jubir) Tim Sosialisasi RKUHP , Albert Aries.
Albert mengemukakan pandangan tersebut sebagai tanggapan terhadap Indonesian Scholar Network on Freedom of Religion or Belief (Isforb) yang menyatakan, bahwa delik agama di RKUHP dinilai masih sangat luas dan multitafsir.
"Alasannya, perumusan Pasal Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan yang diatur dalam Pasal 300 RKUHP masih diperlukan pengaturannya di Indonesia. Karena isu agama dan kepercayaan merupakan hal yang perlu dijaga persatuan dan keharmonisannya di negara yang multireligi seperti Indonesia," kata Albert Aries dalam keterangannya, Selasa (29/11/2022).
Oleh karena itu lanjutnya, substansi tindak pidana yang diatur dalam Pasal 300 RKUHP yaitu permusuhan, kebencian, atau menghasut untuk melakukan permusuhan, Kekerasan, atau diskriminasi, terhadap agama, kepercayaan orang lain dianggap telah memenuhi prinsip lex certa dan lex stricta yang disyaratkan dalam asas legalitas yang berlaku universal.
"Sedangkan, mengenai pandangan dari Isforb yang mengatakan peluang penafsiran ekstensif mengenai 'ancaman kekerasan' untuk membuat orang tidak beragama dalam Pasal 302 Ayat 2 RKUHP, karena mengenai 'ancaman kekerasan' juga sudah dijelaskan dalam Pasal 157 RKUHP (Buku I)," jelasnya.
Pasal itu berbunyi, 'Setiap perbuatan berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan maupun tanpa menggunakan sarana dalam bentuk elektronik atau nonelektronik yang dapat menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya Kekerasan.
Albert mengemukakan pandangan tersebut sebagai tanggapan terhadap Indonesian Scholar Network on Freedom of Religion or Belief (Isforb) yang menyatakan, bahwa delik agama di RKUHP dinilai masih sangat luas dan multitafsir.
"Alasannya, perumusan Pasal Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan yang diatur dalam Pasal 300 RKUHP masih diperlukan pengaturannya di Indonesia. Karena isu agama dan kepercayaan merupakan hal yang perlu dijaga persatuan dan keharmonisannya di negara yang multireligi seperti Indonesia," kata Albert Aries dalam keterangannya, Selasa (29/11/2022).
Oleh karena itu lanjutnya, substansi tindak pidana yang diatur dalam Pasal 300 RKUHP yaitu permusuhan, kebencian, atau menghasut untuk melakukan permusuhan, Kekerasan, atau diskriminasi, terhadap agama, kepercayaan orang lain dianggap telah memenuhi prinsip lex certa dan lex stricta yang disyaratkan dalam asas legalitas yang berlaku universal.
"Sedangkan, mengenai pandangan dari Isforb yang mengatakan peluang penafsiran ekstensif mengenai 'ancaman kekerasan' untuk membuat orang tidak beragama dalam Pasal 302 Ayat 2 RKUHP, karena mengenai 'ancaman kekerasan' juga sudah dijelaskan dalam Pasal 157 RKUHP (Buku I)," jelasnya.
Pasal itu berbunyi, 'Setiap perbuatan berupa ucapan, tulisan, gambar, simbol, atau gerakan tubuh, baik dengan maupun tanpa menggunakan sarana dalam bentuk elektronik atau nonelektronik yang dapat menimbulkan rasa takut, cemas, atau khawatir akan dilakukannya Kekerasan.
(maf)
tulis komentar anda