Kasus Bank Swadesi, Yunus Husen Ingatkan Polri Tak Paksakan Kasus Perdata ke Pidana

Kamis, 09 Juli 2020 - 14:46 WIB
Kasus Bank Swadesi, Yunus Husen Ingatkan Polri Tak Paksakan Kasus Perdata ke Pidana
JAKARTA - Pakar hukum perbankan Yunus Husen mengingatkan Bareskrim Polri agar tidak memaksakan sebuah perkara perdata masuk ke ranah pidana. Mantan Kepala PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) ini menegaskan bahwa penanganan sebuah perkara perdata harus diselesaikan pula secara perdata.

Penegasan ini disampaikan Yunus Husen seusai diperiksa sebagai saksi ahli oleh penyidik Bareskrim Polri dalam gelar perkara kasus dugaan tindak pidana perbankan (tipibank) yang melibatkan debitur bermasalah Rita Kishore Kumar Pridani dan Kishore Kumar Tahilram Pridani selaku direksi PT Ratu Kharisma dalam mengajukan permohonan kredit dengan 20 direksi, komisaris, dan karyawan Bank Swadesi yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka, Kamis (9/7/2020). (Baca juga: Mantan Anggota TGPF Ingatkan Tim Advokasi Novel Jangan Asal Tuduh)

“Penyelesaian sengketa kasus perdata harus mengedepankan perdatanya, bukan pidana,” tandas Yunus.



Dalam kapasitasnya sebagai ahli hukum perbankan, Yunus memberi pandangan kepada penyidik terkait penerapan Pasal 49 ayat (2) huruf b UU Perbankan yang menjerat ke-20 tersangka. Dia menilai, pelanggaran yang diduga dilakukan oleh para tersangka sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut bukanlah ranah pidana, melainkan kesalahan administrasi yang bisa diperbaiki melalui kesepakatan kedua pihak yang berperkara.

“Jadi, pasal 49 itu tidak melakukan langkah-langkah yang diperlukan, tapi langkah yang diperintahkan oleh otoritas dalam hal ini BI atau OJK,” jelas Yunus.

Lebih jauh Yunus mengatakan bahwa dalam beberapa kasus banyak bank dilaporkan secara pidana oleh debitur-debitur bermasalah. Langkah debitur nakal tersebut menurut dia adalah modus agar terbebas dari kewajibannya.

Dia menekankan dalam kondisi perekonomian yang saat ini terdampak oleh corona, bank memiliki fungsi penting seperti jantung dalam tubuh manusia yang menyuplai likuiditas ke perekonomian seperti jantung yang menyuplai darah ke dalam tubuh manusia.

“Lewat diskusi dengan penyidik, kita berharap polisi merekonstruksi ulang agar modus-modus para debitur nakal ini tidak membuat dunia perbankan ketakutan,” ujarnya.

Kasus ini berawal ketika pada awal 2008, Rita Kishore Kumar Pridani dan Kishore Kumar Tahilram Pridani selaku direksi PT Ratu Kharisma mengajukan permohonan kredit ke Bank Swadesi yang kini telah diakuisisi oleh PT Bank of India Indonesia sebesar Rp10,5 miliar dengan agunan yang disebut senilai Rp13,5 miliar.

Dalam perjalanannya, pihak Rita tidak membayar cicilan kepada bank. Kemudian, setelah melalui proses mediasi, pihak bank melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Denpasar melakukan lelang aset yang dilakukan terbuka. Hasilnya, aset yang diagunkan oleh Rita berupa tanah seluas 1.520 meter persegi (m2) di daerah Seminyak, Bali laku dalam lelang tersebut senilai Rp6.386.000.000.

Pihak Rita tidak puas dengan hasil lelang tersebut karena nilai lelang jauh di bawah nilai aset yang diagunkannya. Setelah melalui proses panjang, akhirnya pihak Rita melaporkan komisaris, direksi, dan karyawan Bank Swadesi ke Polda Metro Bali atas dugaan melakukan tindak pidana perbankan (tipibank).

Kasus ini kemudian dilimpahkan ke Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri dan menetapkan status tersangka kepada 20 karyawan, komisaris, maupun direksi yang notabene telah pensiun.
(nbs)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More