MA Putuskan Produsen Anlene Tetap Bayar Pajak Rp14,4 Miliar

Kamis, 09 Juli 2020 - 14:16 WIB
Majelis hakim PK menyatakan, ada dua pertimbangan utama majelis menolak PK yang diajukan PT Fonterra Brands Indonesia. Satu, alasan-alasan permohonan PT Fonterra Brands Indonesia dalam perkara a quo yaitu ditolaknya gugatan perusahaan oleh majelis hakim pengadilan pajak tidak dapat dibenarkan.

Karena menurut MA, setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam memori PK oleh pemohon PK dihubungkan dengan kontra memori PK, maka jelas tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Pengadilan Pajak.

MA berpandangan, dalam perkara a quo berupa substansi yang telah diperiksa, diputus, dan diadili oleh Majelis Pengadilan Pajak dengan benar. Sehingga, Majelis Hakim Agung mengambil alih pertimbangan hukum dan menguatkan putusan Pengadilan Pajak a quo karena in casu berupa substansi yang terkait dengan nilai pembuktian yang lebih mengedepankan asas kebenaran material.

"Dan melandaskan prinsip substance over the form yang telah memenuhi asas Ne Bis Vexari Rule sebagaimana yang telah mensyaratkan bahwa semua tindakan administrasi harus berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum," bunyi pertimbangan putusan.

Karenanya, yang menjadi objek sengketa berupa gugatan atas Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Pasal 36 ayat (1) Huruf C yang telah dipertimbangkan berdasarkan bukti-bukti, fakta, dan penerapan hukum serta diputus dengan kesimpulan tetap dipertahankan oleh Majelis Hakim sudah tepat dan benar.

Karena in casu terlepas dari penerbitan atas faktur pajak (keluaran) mencerminkan suatu persoalan administrasi semata yang belum diperoleh bukti atau petunjuk adanya kerugian terhadap penerimaan negara, maka dengan tidak urutnya yang bersifat fatal terhadap nomor urutan pada nomor seri faktur pajak dibuat oleh PT Fonterra Brands Indonesia secara tidak berurutan.

Karena nomor urut pada nomor seri faktur pajak yang dibuat baik sebelumnya maupun sesudahnya banyak yang loncat, sehingga termasuk kategori pengusaha kena pajak melakukan pelanggaran pada tertib hukum administrasi yang terjadi pada aspek prosedural dan kesalahan dalam pengisian kode dan nomor seri faktur pajak dikenakan sanksi admintrasi.

Sehingga menurut MA, penerbitan keputusan Ditjen Pajak telah dilakukan secara terukur dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari law enforcement, serta pencerminan terhadap Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AAUPB). Oleh karenanya, koreksi Dirjen Pajak dalam perkara a quo tetap dipertahankan karena telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dua, dengan demikian maka alasan-alasan permohonan pemohon peninjauan kembali tidak dapat dibenarkan karena bersifat pendapat yang tidak bersifat menentukan. Pasalnya tidak terdapat putusan Pengadilan Pajak yang nyata-nyata bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Pasal 91 huruf e Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

"Sehingga pajak yang masih harus dibayar dihitung kembali menjadi sebesar Rp14.466.005.809. Dengan perincian sebagai berikut, sanksi administrasi berupa bunga Pasal 8 (2) KUP Rp599.401.490 dan denda Pasal 14 (4) KUP Rp13.866.604.319. Jumlah yang masih harus dibayar Rp14.466.005.809," demikian pertimbangan putusan uang salinannya di-upload di laman Direktori Putusan MA pada Rabu (8/7/2020).
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More