Mengenal Laksda TNI TSNB Hutabarat, Komandan Satgasla Penjaga Laut G20
Jum'at, 25 November 2022 - 18:32 WIB
JAKARTA - Laksamana Muda (Laksda) TNI Tolhas Sininta Nauli Basana (TSNB) Hutabarat dipercaya memimpin Satuan Tugas Laut (Satgasla) yang menjamin keamanan penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi ( KTT) G20 dari sektor laut. Sebanyak 14 kapal perang canggih memagari laut seperti perisai yang melindungi pantai Hotel Apurva Nusa Dua Bali, tempat para pemimpin negara dan organisasi dunia bertemu.
Bukan hanya kapal perang kelas Frigate dan Corvet dengan segala senjata dan peralatan canggihnya, tapi Kapal Latih Layar KRI Bima Suci juga melengkapi jajaran kapal yang menjadi perhatian para peserta G20. Nuansa alam Bali dengan kekayaan budayanya, keberadaan kapal perang, dan kapal latih layar yang gagah tapi indah, seakan menyatu menjadi satu harmoni.
Laksda Cokky, sapaan akrab Tolhas Sininta Nauli Basana Hutabarat, merupakan Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) II yang bermarkas di Surabaya, Jawa Timur. Kawasan yang menjadi tanggung jawabnya sangat luas, meliputi wilayah perairan dan yurisdiksi Indonesia yang membentang di Kalimantan, kecuali Pontianak; Sulawesi; Pulau Jawa mulai perbatasan Cirebon ke arah timur; dan seluruh wilayah Timur Indonesia, kecuali Maluku dan Papua. Tak heran jika kemudian jabatan Komandan Satgasla dipercayakan kepada perwira TNI AL kelahiran Jakarta, 11 Desember 1967 ini.
14 kapal perang menjaga perairan Bali saat pelaksanaan KTT G20. FOTO/IST
"Dukungan dan perhatian KSAL Laksamana TNI Yudo Margono sangat luar biasa. KSAL mengarahkan agar seluruh Satgasla dilengkapi dengan rudal, torpedo, bom laut, roket antikapal selam, dan amunisi penuh pada setiap meriam kapal," kata Laksda Cokky dalam keterangan tertulis, Jumat (25/11/2022).
Abituren Akademi Angkatan Laut (AAL) 1989 ini mengungkapkan sedikit strateginya dalam memimpin Satgasla G20. Pertama, menyiapkan sektor patroli di sekeliling Pulau Bali. Jadi, selain 14 kapal perang yang memagari perairan Hotel Apurva, Laksda Cokky tetap mengoperasikan kapal perang lain untuk berpatroli.
Kedua, sarjana Defence Studies, University of New South Wales, Australia ini juga membentuk layer-layer pengamanan, khususnya di lokasi-lokasi strategis. Ketiga, memantau kapal Fery antarpulau yang datang dan pergi menuju Pulau Bali serta memeriksa perahu-perahu dan nelayan yang mencurigakan. Keempat, mengawasi kapal-kapal yang melintas di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Pola operasi yang dilakuan telah memanfaatkan kemajuan teknologi yaitu kemampuan surveilance dan pemantauan dari Puskodal TNI AL serta VTS.
"Satgasla harus menjaga keamanan G20 dan menegakkan kedaulatan, hukum dengan kondisi yang berbeda dibanding Satgas lainnya. Tugas yang dijalankan Satgasla bukan hanya di wilayah teritorial Indonesia, melainkan di wilayah atau rezim laut yang merupakan sovreignty (kedaulatan penuh) dan sovreignt right (hak berdaulat)," kata Magister Strategi dan Kampanye Militer, Universitas Pertahanan (Unhan) ini.
Bukan hanya kapal perang kelas Frigate dan Corvet dengan segala senjata dan peralatan canggihnya, tapi Kapal Latih Layar KRI Bima Suci juga melengkapi jajaran kapal yang menjadi perhatian para peserta G20. Nuansa alam Bali dengan kekayaan budayanya, keberadaan kapal perang, dan kapal latih layar yang gagah tapi indah, seakan menyatu menjadi satu harmoni.
Laksda Cokky, sapaan akrab Tolhas Sininta Nauli Basana Hutabarat, merupakan Panglima Komando Armada (Pangkoarmada) II yang bermarkas di Surabaya, Jawa Timur. Kawasan yang menjadi tanggung jawabnya sangat luas, meliputi wilayah perairan dan yurisdiksi Indonesia yang membentang di Kalimantan, kecuali Pontianak; Sulawesi; Pulau Jawa mulai perbatasan Cirebon ke arah timur; dan seluruh wilayah Timur Indonesia, kecuali Maluku dan Papua. Tak heran jika kemudian jabatan Komandan Satgasla dipercayakan kepada perwira TNI AL kelahiran Jakarta, 11 Desember 1967 ini.
14 kapal perang menjaga perairan Bali saat pelaksanaan KTT G20. FOTO/IST
"Dukungan dan perhatian KSAL Laksamana TNI Yudo Margono sangat luar biasa. KSAL mengarahkan agar seluruh Satgasla dilengkapi dengan rudal, torpedo, bom laut, roket antikapal selam, dan amunisi penuh pada setiap meriam kapal," kata Laksda Cokky dalam keterangan tertulis, Jumat (25/11/2022).
Abituren Akademi Angkatan Laut (AAL) 1989 ini mengungkapkan sedikit strateginya dalam memimpin Satgasla G20. Pertama, menyiapkan sektor patroli di sekeliling Pulau Bali. Jadi, selain 14 kapal perang yang memagari perairan Hotel Apurva, Laksda Cokky tetap mengoperasikan kapal perang lain untuk berpatroli.
Kedua, sarjana Defence Studies, University of New South Wales, Australia ini juga membentuk layer-layer pengamanan, khususnya di lokasi-lokasi strategis. Ketiga, memantau kapal Fery antarpulau yang datang dan pergi menuju Pulau Bali serta memeriksa perahu-perahu dan nelayan yang mencurigakan. Keempat, mengawasi kapal-kapal yang melintas di Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI). Pola operasi yang dilakuan telah memanfaatkan kemajuan teknologi yaitu kemampuan surveilance dan pemantauan dari Puskodal TNI AL serta VTS.
"Satgasla harus menjaga keamanan G20 dan menegakkan kedaulatan, hukum dengan kondisi yang berbeda dibanding Satgas lainnya. Tugas yang dijalankan Satgasla bukan hanya di wilayah teritorial Indonesia, melainkan di wilayah atau rezim laut yang merupakan sovreignty (kedaulatan penuh) dan sovreignt right (hak berdaulat)," kata Magister Strategi dan Kampanye Militer, Universitas Pertahanan (Unhan) ini.
tulis komentar anda