IDI Akan Uji Klinis Kalung Anti Corona Hasil Penelitian Kementan
Kamis, 09 Juli 2020 - 10:00 WIB
Daeng menegaskan, kerja sama ini merupakan awal kebangkitan kemandirian dengan penggalian potensi alam yang dimiliki bangsa Indonesia. Hal ini didasari bahan obat dan yang digunakan masyarakat saat ini mayoritas berasal dari impor sehingga apabila dapat diproduksi sendiri akan lebih baik.
“Ini murni berangkat dari kekayaan alam Indonesia. Ini yang strategis. Ini yang perlu didorong untuk menjawab kemandirian kita, dan IDI menganggap itu penting. Tonggak awal komitmen dan kemampuan, supaya kemandirian industri kesehatan tergerak. Kita nggak masalah munculnya dari mana. Kebetulan munculnya dari Kementan,” jelas Daeng. (Baca juga: IDI Sambut Baik Kerjasama Riset Eucaliptus dengan Kementan)
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Badan Litbang Pertanian Haris Sihabudin memberikan penjelasan terhadap varian produk eukaliptus yang telah dikembangkan Balitbangtan.
“Ada empat varian produk yang telah didaftarkan sebagai paten di Kemenkum HAM, formula aromatik antivirus, inhaler, serbuk, dan minyak atsiri eukaliptus,” papar Haris.
Sebagai informasi, Formula Aromatik Antivirus Berbasis Minyak Eucalyptus dengan nomor pendaftaran paten P00202003578, Ramuan Inhaler Antivirus Berbasis Eucalyptus dan Proses Pembuatannya dengan nomor pendaftaran paten P00202003574, Ramuan Serbuk Nanoenkapsulat Antivirus Berbasis Eucalyptus dengan nomor pendaftaran paten P00202003580, dan Minyak Atsiri Eucalyptus Citridora sebagai antivirus terhadap virus avian influenza subtipe H5N1, gammacorona virus, dan betacoronavirus.
Tekan Impor Obat
Daeng Muhammad Faqih menilai, penelitian Balitbangtan pada tanaman eukaliptus dapat mengurangi ketergantungan impor bahan obat. Oleh karena itu, ia menilai kerja sama ini akan menciptakan terobosan yang memberikan harapan dan dorongan terhadap Indonesia dalam memerangi wabah virus.
“Temuan kandungan pada tanaman eukaliptus oleh Balitbangtan telah menyadarkan kita bahwa kita kurang memanfaatkan produk dalam negeri yang kita olah sendiri,” katanya. (Baca juga: Heboh Kalung Anti Corona: Kementan Itu Baru Prototipe dan Bukan Obat)
Menurut Daeng, selama ini alat kesehatan dan obat-obatan di Indonesia hampir seluruh produknya diimpor dari berbagai negara. Impor terbanyak dilakukan dari China dan India. Padahal, selama ini Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan tumbuhan.
Oleh sebab itu, Daeng berharap tanaman obat yang ada di Indonesia bisa dibudidayakan untuk penelitian dam riset lebih mendalam dan memastikan kesehatan masyarakat tidak terus bergantung pada bahan impor.
“Ini murni berangkat dari kekayaan alam Indonesia. Ini yang strategis. Ini yang perlu didorong untuk menjawab kemandirian kita, dan IDI menganggap itu penting. Tonggak awal komitmen dan kemampuan, supaya kemandirian industri kesehatan tergerak. Kita nggak masalah munculnya dari mana. Kebetulan munculnya dari Kementan,” jelas Daeng. (Baca juga: IDI Sambut Baik Kerjasama Riset Eucaliptus dengan Kementan)
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Badan Litbang Pertanian Haris Sihabudin memberikan penjelasan terhadap varian produk eukaliptus yang telah dikembangkan Balitbangtan.
“Ada empat varian produk yang telah didaftarkan sebagai paten di Kemenkum HAM, formula aromatik antivirus, inhaler, serbuk, dan minyak atsiri eukaliptus,” papar Haris.
Sebagai informasi, Formula Aromatik Antivirus Berbasis Minyak Eucalyptus dengan nomor pendaftaran paten P00202003578, Ramuan Inhaler Antivirus Berbasis Eucalyptus dan Proses Pembuatannya dengan nomor pendaftaran paten P00202003574, Ramuan Serbuk Nanoenkapsulat Antivirus Berbasis Eucalyptus dengan nomor pendaftaran paten P00202003580, dan Minyak Atsiri Eucalyptus Citridora sebagai antivirus terhadap virus avian influenza subtipe H5N1, gammacorona virus, dan betacoronavirus.
Tekan Impor Obat
Daeng Muhammad Faqih menilai, penelitian Balitbangtan pada tanaman eukaliptus dapat mengurangi ketergantungan impor bahan obat. Oleh karena itu, ia menilai kerja sama ini akan menciptakan terobosan yang memberikan harapan dan dorongan terhadap Indonesia dalam memerangi wabah virus.
“Temuan kandungan pada tanaman eukaliptus oleh Balitbangtan telah menyadarkan kita bahwa kita kurang memanfaatkan produk dalam negeri yang kita olah sendiri,” katanya. (Baca juga: Heboh Kalung Anti Corona: Kementan Itu Baru Prototipe dan Bukan Obat)
Menurut Daeng, selama ini alat kesehatan dan obat-obatan di Indonesia hampir seluruh produknya diimpor dari berbagai negara. Impor terbanyak dilakukan dari China dan India. Padahal, selama ini Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan tumbuhan.
Oleh sebab itu, Daeng berharap tanaman obat yang ada di Indonesia bisa dibudidayakan untuk penelitian dam riset lebih mendalam dan memastikan kesehatan masyarakat tidak terus bergantung pada bahan impor.
tulis komentar anda