Uji Materi PT 4%, Perludem Tekankan Proporsionalitas Hasil Pemilu

Kamis, 09 Juli 2020 - 08:03 WIB
Sehingga, menurutnya, ketika ambang batas parlemen diterapkan dengan besaran persentase yang cukup tinggi, tentunya dapat mengganggu prinsip proporsionalitas terutama kesetaraan perlakuan antar partai politik peserta pemilu.

Terkait pengujian konstitusionalitas parliamentary threshold di MK, Fadli selaku pemohon menganggap, perkara ini bukanlah yang pertama kali. Paling tidak terdapat lima putusan Mahkamah terkait dengan pengujian konstitusionalitas ambang batas parlemen (parliamentary threshold), mulai dari tahun 2009 hingga tahun 2018.

Artinya, sejak pemberlakuan ambang batas parlemen pada Pemilu 2009, setiap undang-undang pemilu berubah, pada Pemilu 2014, dan Pemilu 2019, selalu ada pengujian ambang batas parlemen tersebut.

Dalam hal ini, pemohon juga sangat memahami tentang keberadaan ambang batas parlemen adalah salah satu instrument dari sistem pemilu yang salah satu tujuannya adalah untuk menyederhanakan partai politik di parlemen. Di dalam perkara ini, yang menjadi titik tekan dari pemohon adalah ketika pengaturan ambang batas parlemen (parliamentary threshold) di dalam UU a quo dirumuskan sebesar 4%, menjadi sangat penting untuk menguji angka tersebut dengan prinsip proporsionalitas pemilu, sebagai sistem pemilu legislatif DPR dan DPRD yang digunakan di Indonesia.

"Pertanyaannya, apakah penetapan angka ambang batas parlemen 4% tersebut sudah dijalankan sesuai dengan prinsip pemilu proporsional yang juga diatur sebagai ketentuan sistem pemilu di Indonesia? hal tersebutlah yang hendak diuji oleh pemohon di dalam permohonan ini," ujarnya.

Lebih lanjut Fadli mengatakan, MK mengatakan keputusan politik di level undang-undang yang mengatur ambang batas parlemen adalah pilihan yang konstitusional, sepanjang tidak bertentangan dengan hak politik, kedaulatan rakyat, dan rasionalitas (vide Putusan MK No. 3/PUU-VII/2009).

Bahwa untuk membuktikan agar ambang batas parlemen (parliamentary threshold) tidak bertentangan dengan hak politik, kedaulatan rakyat, dan rasionalitas menjadi sangat penting untuk mempertanyakan, apa basis argumentasi dan rumusan dari pembentuk undang-undang menetapkan besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4% di dalam UU Pemilu.

"Apakah perhitungan untuk sampai ke besaran ambang batas parlemen (parliamentary threshold) 4% sudah sesuai dengan rumus matematika pemilu yang sesuai dengan prinsip pemilu proporsional?" tanya dia.

Dalam pandangan Pemohon, lanjut Fadli, ambang batas parlemen mesti dirancang dengan rumusan yang terukur, rasional, dan terbuka, sehingga tidak hanya bertujuan untuk menyeleksi partai politik yang akan diikutkan di dalam proses konversi suara menjadi kursi, tetapi juga sangat penting untuk memperhatikan bagaimana agar suara pemilih yang terbuang mesti sekecil mungkin.

"Hal ini sejalan dengan prinsip utama pemilu proporsional, bahwa semakin kecil suara yang terbuang, maka representasi pemilih semakin terwakili di lembaga perwakilan dan semakin proporsional pula hasil pemilunya," paparnya.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More