Menyongsong Fregat Merah Putih
Senin, 14 November 2022 - 09:30 WIB
Langkah ditunjukkan pemerintah, dalam ini Kementerian Pertahanan (Kemhan), dengan membangun armada laut secara besar-besaran merupakan keniscayaan. Hal ini dalam konteks merespons dinamika geopolitik begitu cepat, seperti agresivitas China mengklaim Laut China Selatan dan konflik Rusia-Ukrainia yang setiap saat bisa bergeser ke kawasan Indo Pasifik mengingat banyaknya negara di kawasan yang terseret konflik tersebut.
Dengan kondisi demikian, Indonesia tidak lagi bisa berjalan santai seperti sebelumnya, tapi harus bergerak cepat dengan melakukan konsolidasi besar-besaran kekuatan matra laut yang menempati garda terdepan pertahanan negara kepulauan seperti Indonesia.
Bersyukur, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memiliki kesadaran tersebut. Bahkan dia sudah mencanangkan dalam dua tahun mengonsolidasikan 50 kapal perang siap tempur, hingga menjadikan TNI AL sebagai kekuatan utama sesungguhnya di ASEAN.
Skema untuk mencapai target tersebut sudah sangat jelas tergambar. Selain membangun kapal fregat, OPV maupun KCR baru, Kemhan juga melakukanrefurbishmentbesar-besaran, yakni terhadap 40 kapal perang sekaligus.
Modernisasi untuk semua aspek perlengkapan kapal -mulai dari mesin, sistem manajemen tempur, hingga persenjataan- dilakukan untuk kapal kelas Fast Patrol Boat (FPB), kelas Parchim, kelas Corvet Fatahillah, kelas PKR, kels KCR, kelas Sigma, dan kelas MRLF Bung Tomo. Penggarapan melibatkan galangan kapal nasional, termasuk swasta, di bawah koordinasi PT PAL.
Ke depan, dengan dinamika geopolitik yang tentu sangat sulit diprediksi dan dengan harapan dukungan anggaran semakin kuat, kekuatan matra laut Indonesia tidak cukup sebatas levelgreen water, yang hanya berorientasi pengamanan wilayah kepulauan. Tetapi lebih jauh harus mampu terwujud sebagai kekuatan blue water navy.
Hal ini bukan mimpi karena TNI AL di era Orde Lama pernah menjadi kekuatan utama di bumi bagian selatan. Di sisi lain, kekuatan utama di kawasan seperti Australia, India, dan China sudah menunjukkan power pada tahap ini. Kita yakin Indonesia bisa mengimbanginya.
Dengan kondisi demikian, Indonesia tidak lagi bisa berjalan santai seperti sebelumnya, tapi harus bergerak cepat dengan melakukan konsolidasi besar-besaran kekuatan matra laut yang menempati garda terdepan pertahanan negara kepulauan seperti Indonesia.
Bersyukur, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto memiliki kesadaran tersebut. Bahkan dia sudah mencanangkan dalam dua tahun mengonsolidasikan 50 kapal perang siap tempur, hingga menjadikan TNI AL sebagai kekuatan utama sesungguhnya di ASEAN.
Skema untuk mencapai target tersebut sudah sangat jelas tergambar. Selain membangun kapal fregat, OPV maupun KCR baru, Kemhan juga melakukanrefurbishmentbesar-besaran, yakni terhadap 40 kapal perang sekaligus.
Modernisasi untuk semua aspek perlengkapan kapal -mulai dari mesin, sistem manajemen tempur, hingga persenjataan- dilakukan untuk kapal kelas Fast Patrol Boat (FPB), kelas Parchim, kelas Corvet Fatahillah, kelas PKR, kels KCR, kelas Sigma, dan kelas MRLF Bung Tomo. Penggarapan melibatkan galangan kapal nasional, termasuk swasta, di bawah koordinasi PT PAL.
Ke depan, dengan dinamika geopolitik yang tentu sangat sulit diprediksi dan dengan harapan dukungan anggaran semakin kuat, kekuatan matra laut Indonesia tidak cukup sebatas levelgreen water, yang hanya berorientasi pengamanan wilayah kepulauan. Tetapi lebih jauh harus mampu terwujud sebagai kekuatan blue water navy.
Hal ini bukan mimpi karena TNI AL di era Orde Lama pernah menjadi kekuatan utama di bumi bagian selatan. Di sisi lain, kekuatan utama di kawasan seperti Australia, India, dan China sudah menunjukkan power pada tahap ini. Kita yakin Indonesia bisa mengimbanginya.
(ynt)
tulis komentar anda