Fraksi PKB Ingin E-Voting Sudah Diterapkan di Pemilu 2024
Selasa, 07 Juli 2020 - 21:55 WIB
JAKARTA - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menginginkan agar Pemilu 2024 nanti sudah mulai menggunakan sistem pemilihan secara elektronik (e-voting) secara bertahap.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB Yanuar Prihatin mengatakan, sejak awal fraksinya menginginkan agar dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020, sistem e-voting masuk dalam pembahasan dan ke depan bisa diterapkan dalam Pemilu 2024.
”E-voting boleh dicek dalam risalah rapat di Komisi II, salah satu partai yang paling getol dan sering bicara soal e-voting itu PKB. Saya dari lima tahun lalu, sepuluh tahun lalu sudah bicara bicara e-voting,” ujar Yanuar Prihatin dalam diskusi Forum Legislasi bertema Kemana Arah RUU Pemilu? di Media Center Parlemen, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa (7/7/2020).
Namun, Yanuar mengatakan, sistem e-voting tidak bisa diterapkan secara menyeluruh. Ada wilayah-wilayah tertentu yang secara geografis dan memiliki kesiapan secara infrastruktur, namun ada pula yang belum memungkinkan dilakukan e-voting.
“E-voting tidak bisa diberlakukan secara membabi buta. Jadi kita moderat saja, ada wilayah-wilayah yang belum siap, oke gak apa-apa, tapi ada yang sudah siap. Pada akhirnya e-voting bisa bersifat asimetris, tidak seluruhnya kemudian e-voting,” tuturnya.( )
Sejak beberapa tahun lalu, kata Yanuar, partainya sudah mengusulkan agar sistem ini masuk dalam regulasi kepemiluan. “Paling tidak prinsip-prinsip dasarnya ada. Cuma nanti kita lihat bagaimana respons fraksi dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya. Kalau PKB dari awal sangat oke (diterapkan) e-voting,” katanya. Menurutnya, sistem ini banyak keuntungannya. Selain menghemat biaya, juga mempercepat proses penghitungan dan juga menghemat waktu.
Terkait parliamentary threshold (PT), partainya masih menghitung plus dan minusnya. Namun, Yanuar memberi kisaran di angka 4-5%. Mengenai adanya usulan agar presidential threshold yang saat ini dalam draf RUU tertulis 20% diusulkan adanya pengurangan bahkan 0%, Yanuar mengatakan bahwa Ketika berbicara presidential threshold 0% maka harus diikuti variabel lainnya.
“Apakah nol persen itu bisa menjamin penguatan sistem presidensial? Apakah ini bisa menjamin multipartai yang stabil di parlemen? Mungkin dari satu sisi derajat keterwakilan di parlemen oke, tapi bisa nggak ini bisa dikonversikan dengan stabilitas di parlemen dan pemerintahan. Ini harus diurai,” ungkapnya.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PKB Yanuar Prihatin mengatakan, sejak awal fraksinya menginginkan agar dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020, sistem e-voting masuk dalam pembahasan dan ke depan bisa diterapkan dalam Pemilu 2024.
”E-voting boleh dicek dalam risalah rapat di Komisi II, salah satu partai yang paling getol dan sering bicara soal e-voting itu PKB. Saya dari lima tahun lalu, sepuluh tahun lalu sudah bicara bicara e-voting,” ujar Yanuar Prihatin dalam diskusi Forum Legislasi bertema Kemana Arah RUU Pemilu? di Media Center Parlemen, Gedung Nusantara III, Senayan, Jakarta, Selasa (7/7/2020).
Namun, Yanuar mengatakan, sistem e-voting tidak bisa diterapkan secara menyeluruh. Ada wilayah-wilayah tertentu yang secara geografis dan memiliki kesiapan secara infrastruktur, namun ada pula yang belum memungkinkan dilakukan e-voting.
“E-voting tidak bisa diberlakukan secara membabi buta. Jadi kita moderat saja, ada wilayah-wilayah yang belum siap, oke gak apa-apa, tapi ada yang sudah siap. Pada akhirnya e-voting bisa bersifat asimetris, tidak seluruhnya kemudian e-voting,” tuturnya.( )
Sejak beberapa tahun lalu, kata Yanuar, partainya sudah mengusulkan agar sistem ini masuk dalam regulasi kepemiluan. “Paling tidak prinsip-prinsip dasarnya ada. Cuma nanti kita lihat bagaimana respons fraksi dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya. Kalau PKB dari awal sangat oke (diterapkan) e-voting,” katanya. Menurutnya, sistem ini banyak keuntungannya. Selain menghemat biaya, juga mempercepat proses penghitungan dan juga menghemat waktu.
Terkait parliamentary threshold (PT), partainya masih menghitung plus dan minusnya. Namun, Yanuar memberi kisaran di angka 4-5%. Mengenai adanya usulan agar presidential threshold yang saat ini dalam draf RUU tertulis 20% diusulkan adanya pengurangan bahkan 0%, Yanuar mengatakan bahwa Ketika berbicara presidential threshold 0% maka harus diikuti variabel lainnya.
“Apakah nol persen itu bisa menjamin penguatan sistem presidensial? Apakah ini bisa menjamin multipartai yang stabil di parlemen? Mungkin dari satu sisi derajat keterwakilan di parlemen oke, tapi bisa nggak ini bisa dikonversikan dengan stabilitas di parlemen dan pemerintahan. Ini harus diurai,” ungkapnya.
(dam)
Lihat Juga :
tulis komentar anda