Kemenkes: 13 Orang Meninggal Setiap Jam Akibat Tuberkulosis
Selasa, 07 Juli 2020 - 11:44 WIB
JAKARTA - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Wiendra Waworuntu mengatakan sebanyak 13 orang meninggal setiap jam akibat penyakit tuberkulosis (TB C).
c
“Angka kematian (akibat TB) juga cukup tinggi artinya ada 13 per jam meninggal karena TBC,” kata Wiendra dalam diskusi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (7/7/2020).
Bahkan saat ini, Indonesia menduduki peringkat ketiga di antara India dan China dengan angka kasus TB tertinggi di dunia. “Memang kita ranking tig di dunia. Jadi artinya bebannya sudah cukup tinggi. Pertama India, China dan Indonesia,” kata Wiendra.( )
Pada kesempatan itu, Wiendra menjelaskan golden standart perbedaan TBC dengan Covid-19. Meskipun TB dan Covid-19 sama-sama menyebar melalui droplets, namun diagnosis berbeda.
“Keduannya sama-sama menyebar lewat droplet ya, satu. Yang kedua bahwa selain sama-sama dia droplet, kemungkinan untuk diagnosis yaitu beda ya. Satu kuman atau bakteri, satu virus itu perbedaannya,” katanya. (Lihat grafis: WHO Setop Uji Coba Obat Malaria dan HIV untuk Pengobatan Covid-19)
“Tetapi yang masuknya demam, batuk, pilek itu sama. Tetapi bedanya bahwa yang satunya onset kronik artinya lebih lama ya, lebih dari 14 hari, batuk, pilek. Tapi kalau yang Covid tidak,” tambah Wiendra.
Selain itu, meskipun sama-sama bisa menggunakan pengetesan untuk diagnosis melalui Tes Cepat Molekuler (TCM) TB. Namun, Wiendra mengatakan metode yang digunakan berbeda. “Tetapi ada hal yang menarik bahwa kita punya alat yang bisa juga dipakai untuk Covid dan bisa juga dipakai untuk TBC. Jadi, tetapi itu juga menjadi suatu masalah karena kita berdampingan Covid dan TBC, ini bisa dilakukan bersama-sama,” katanya. (Lihat foto: Simulasi Resepsi Pernikahan di Masa Normal Baru)
“Nah kemudian, kalau pun juga diagnosis mungkin kalau Covid ini kan PCR (polymerase chain reaction), sama sebenarnya kalau TB kan pakainya TCM. Tetapi yang satunya (Covid) di swap ya, yang satunya (TB) cuma dahak. Itu golden standar, jadi sama-sama,” jelas Wiendra.
Selain itu, Wiendra memastikan bahwa Covid-19 belum ada vaksin ataupun obatnya. Namun, berbeda dengan TBC yang sudah ada obatnya. Bahkan kini bisa didapatkan gratis di pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia. “Nah inilah yang saya sampaikan bahwa Covid-19 juga tetap kita obati, sekalipun belum ada obatnya ya, itu perbedaan. Tetapi TBC sudah ada obatnya.”
c
“Angka kematian (akibat TB) juga cukup tinggi artinya ada 13 per jam meninggal karena TBC,” kata Wiendra dalam diskusi di Media Center Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Graha BNPB, Jakarta, Selasa (7/7/2020).
Bahkan saat ini, Indonesia menduduki peringkat ketiga di antara India dan China dengan angka kasus TB tertinggi di dunia. “Memang kita ranking tig di dunia. Jadi artinya bebannya sudah cukup tinggi. Pertama India, China dan Indonesia,” kata Wiendra.( )
Pada kesempatan itu, Wiendra menjelaskan golden standart perbedaan TBC dengan Covid-19. Meskipun TB dan Covid-19 sama-sama menyebar melalui droplets, namun diagnosis berbeda.
“Keduannya sama-sama menyebar lewat droplet ya, satu. Yang kedua bahwa selain sama-sama dia droplet, kemungkinan untuk diagnosis yaitu beda ya. Satu kuman atau bakteri, satu virus itu perbedaannya,” katanya. (Lihat grafis: WHO Setop Uji Coba Obat Malaria dan HIV untuk Pengobatan Covid-19)
“Tetapi yang masuknya demam, batuk, pilek itu sama. Tetapi bedanya bahwa yang satunya onset kronik artinya lebih lama ya, lebih dari 14 hari, batuk, pilek. Tapi kalau yang Covid tidak,” tambah Wiendra.
Selain itu, meskipun sama-sama bisa menggunakan pengetesan untuk diagnosis melalui Tes Cepat Molekuler (TCM) TB. Namun, Wiendra mengatakan metode yang digunakan berbeda. “Tetapi ada hal yang menarik bahwa kita punya alat yang bisa juga dipakai untuk Covid dan bisa juga dipakai untuk TBC. Jadi, tetapi itu juga menjadi suatu masalah karena kita berdampingan Covid dan TBC, ini bisa dilakukan bersama-sama,” katanya. (Lihat foto: Simulasi Resepsi Pernikahan di Masa Normal Baru)
“Nah kemudian, kalau pun juga diagnosis mungkin kalau Covid ini kan PCR (polymerase chain reaction), sama sebenarnya kalau TB kan pakainya TCM. Tetapi yang satunya (Covid) di swap ya, yang satunya (TB) cuma dahak. Itu golden standar, jadi sama-sama,” jelas Wiendra.
Selain itu, Wiendra memastikan bahwa Covid-19 belum ada vaksin ataupun obatnya. Namun, berbeda dengan TBC yang sudah ada obatnya. Bahkan kini bisa didapatkan gratis di pelayanan kesehatan di seluruh Indonesia. “Nah inilah yang saya sampaikan bahwa Covid-19 juga tetap kita obati, sekalipun belum ada obatnya ya, itu perbedaan. Tetapi TBC sudah ada obatnya.”
(dam)
tulis komentar anda