Jelang Pilkada, Calon Petahana Nebeng Tenar Lewat Corona
Selasa, 07 Juli 2020 - 07:31 WIB
Persoalan ini mencuat ke publik, setelah kejadian ini viral di media sosial. Salah satu akun Twitter yang mengunggah foto tersebut adalah @mahasiswaYujinem dengan nama pengguna Warga Klaten. Dalam unggahnya itu dituliskan "Bupati Klaten seharusnya malu. Semalam kita diramaikan oleh beredarnya foto hand sanitizer berstiker 'Bantuan Bupati Klaten' dan ketika stikernya dilepas ternyata itu bantuan dari Kemensos? Lalu bagaimana pengadaan anggaran handsanitizer oleh Pemda?," tulis akun tersebut.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun sempat memberikan reaksi atas kasus ini. Dirinya mengaku langsung melakukan klarifikasi kepada Sri Mulyani. Menurut Ganjar, Bupati Sri Mulyani telah meminta maaf atas kejadian tersebut. Sri Mulyani beralasan jika bantuan hand sanitizer untuk warga Klaten tidak hanya dari Kemensos, tetapi juga dari dirinya pribadi. Stiker bergambar Sri Mulyani harusnya hanya dipasangan di botol hand sanitizer dari dirinya. Namun ternyata di lapangan stiker itu juga terpasang di hand sanitizer dari Kemensos.
“Bu Bupati bilang ke saya 'minta maaf Pak Gub, kita akan perbaiki'. Iya Bu pokoknya kalau kasih bantuan tidak usah dilabeli. Ikhlas lillahita'ala saja. Kalau urusan dukung mendukung kalau orang ikhlas lillahita'ala pasti akan dari mulut ke mulut di ceritakan bahwa kepala daerah ini tulus dan baik," urai Ganjar.
Penempelan stiker kepala daerah di bantuan sosial selama Covid-19 juga terjadi di Kota Semarang. Bantuan paket sembako yang dibagikan kepada warga terdampak Covid-19 ditempeli foto Wali Kota Hendar Prihadi dan Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti. Foto setengah badan wali kota dan wakil wali kota tersebut dalam bentuk lingkaran di mana sang wali kota memakai baju putih dan sang wakil memakai kerudung merah. Penempelan foto ini mengundang perhatian publik karena mirip dengan foto resmi pasangan ini saat mengikuti Pilkada Kota Semarang 2015 lalu.
Hendrar dan Hevearita Gunaryanti sendiri digadang kembali maju dalam Pilkada Kota Semarang 2020, meskipun saat ini belum resmi mendaftar di KPU. Kendati demikian Hendrar mengaku tidak ada yang salah terkait pemasangan stiker bergambar dirinya dan Hevearita di paket sembako untuk warga terdampak Covid-19. Menurutnya hingga saat ini dirinya masih merupakan Wali Kota Semarang sehingga sah-sah saja jika foto dirinya dan sang wakil ada di paket sembako bantuan Pemkot.
“Kami siap diperiksa untuk dimintai keterangan. Tapi kami akan pertanyakan diperiksa sebagai kapasitas apa? Saat ini kami masih calon definitif, kita belum tahu pelaksanaan Pilkada kapan," kata Hendrar beberapa waktu lalu. (Baca juga: Syarif Hasan: Demokrat Tak Mungkin Usung Mantan Pecandu Narkoba di Pilkada 2020)
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Ratna Dewi Pettalolo mengungkapkan setidaknya ada 23 pejabat kepala daerah di kabupaten/kota yang diduga memanfaatkan bantuan sosial untuk mengerek popularitas menjelang pelaksanaan Pilkada 2020. Dugaan politisasi bantuan bansos ini di antaranya terjadi di Kota Bengkulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Ogan Ilir, Lampung Timur, Pesawaran, Bandar Lampung, Way Kanan, Lampung Selatan, Pandeglang, Pangandaran, Sumenep, dan Jember.
Ratna menilai, tindakan kepala daerah tersebut tidak etis karena kegiatan kemanusiaan justru dimanfaatkan untuk kepentingan kontestasi Pilkada 2020. Seharusnya kepala daerah memastikan penyaluran bansos tepat sasaran, untuk masyarakat yang berhak dalam menghadapi pandemi Covid-19. “Ini tidak dibenarkan. Harusnya dalam membantu dengan atau atas nama kemanusiaan jangan sampai ada embel-embel terselubung di dalamnya,” urainya.
Ratna mengingatkan kepala daerah dalam memberikan bansos tidak disertai maksud dan tujuan tertentu. “Saya ingatkan jika memberikan bansos kiranya tidak ada maksud dan tujuan tertentu. Apalagi sudah ada instruksi langsung dari Presiden,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI, Abhan mengungkap modus pemanfaatan pemberian bansos oleh kepala daerah terkait Covid-19 untuk kepentingan praktis Pilkada 2020. Setidaknya ada tiga tindakan pejawat kepala daerah yang berpotensi maju Pilkada dalam penyaluran bantuan. “Sudah terjadi, memang modusnya ada beberapa hal, soal bansos ini terkait dengan penanganan Covid,” ujar Abhan.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun sempat memberikan reaksi atas kasus ini. Dirinya mengaku langsung melakukan klarifikasi kepada Sri Mulyani. Menurut Ganjar, Bupati Sri Mulyani telah meminta maaf atas kejadian tersebut. Sri Mulyani beralasan jika bantuan hand sanitizer untuk warga Klaten tidak hanya dari Kemensos, tetapi juga dari dirinya pribadi. Stiker bergambar Sri Mulyani harusnya hanya dipasangan di botol hand sanitizer dari dirinya. Namun ternyata di lapangan stiker itu juga terpasang di hand sanitizer dari Kemensos.
“Bu Bupati bilang ke saya 'minta maaf Pak Gub, kita akan perbaiki'. Iya Bu pokoknya kalau kasih bantuan tidak usah dilabeli. Ikhlas lillahita'ala saja. Kalau urusan dukung mendukung kalau orang ikhlas lillahita'ala pasti akan dari mulut ke mulut di ceritakan bahwa kepala daerah ini tulus dan baik," urai Ganjar.
Penempelan stiker kepala daerah di bantuan sosial selama Covid-19 juga terjadi di Kota Semarang. Bantuan paket sembako yang dibagikan kepada warga terdampak Covid-19 ditempeli foto Wali Kota Hendar Prihadi dan Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti. Foto setengah badan wali kota dan wakil wali kota tersebut dalam bentuk lingkaran di mana sang wali kota memakai baju putih dan sang wakil memakai kerudung merah. Penempelan foto ini mengundang perhatian publik karena mirip dengan foto resmi pasangan ini saat mengikuti Pilkada Kota Semarang 2015 lalu.
Hendrar dan Hevearita Gunaryanti sendiri digadang kembali maju dalam Pilkada Kota Semarang 2020, meskipun saat ini belum resmi mendaftar di KPU. Kendati demikian Hendrar mengaku tidak ada yang salah terkait pemasangan stiker bergambar dirinya dan Hevearita di paket sembako untuk warga terdampak Covid-19. Menurutnya hingga saat ini dirinya masih merupakan Wali Kota Semarang sehingga sah-sah saja jika foto dirinya dan sang wakil ada di paket sembako bantuan Pemkot.
“Kami siap diperiksa untuk dimintai keterangan. Tapi kami akan pertanyakan diperiksa sebagai kapasitas apa? Saat ini kami masih calon definitif, kita belum tahu pelaksanaan Pilkada kapan," kata Hendrar beberapa waktu lalu. (Baca juga: Syarif Hasan: Demokrat Tak Mungkin Usung Mantan Pecandu Narkoba di Pilkada 2020)
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Ratna Dewi Pettalolo mengungkapkan setidaknya ada 23 pejabat kepala daerah di kabupaten/kota yang diduga memanfaatkan bantuan sosial untuk mengerek popularitas menjelang pelaksanaan Pilkada 2020. Dugaan politisasi bantuan bansos ini di antaranya terjadi di Kota Bengkulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Ogan Ilir, Lampung Timur, Pesawaran, Bandar Lampung, Way Kanan, Lampung Selatan, Pandeglang, Pangandaran, Sumenep, dan Jember.
Ratna menilai, tindakan kepala daerah tersebut tidak etis karena kegiatan kemanusiaan justru dimanfaatkan untuk kepentingan kontestasi Pilkada 2020. Seharusnya kepala daerah memastikan penyaluran bansos tepat sasaran, untuk masyarakat yang berhak dalam menghadapi pandemi Covid-19. “Ini tidak dibenarkan. Harusnya dalam membantu dengan atau atas nama kemanusiaan jangan sampai ada embel-embel terselubung di dalamnya,” urainya.
Ratna mengingatkan kepala daerah dalam memberikan bansos tidak disertai maksud dan tujuan tertentu. “Saya ingatkan jika memberikan bansos kiranya tidak ada maksud dan tujuan tertentu. Apalagi sudah ada instruksi langsung dari Presiden,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI, Abhan mengungkap modus pemanfaatan pemberian bansos oleh kepala daerah terkait Covid-19 untuk kepentingan praktis Pilkada 2020. Setidaknya ada tiga tindakan pejawat kepala daerah yang berpotensi maju Pilkada dalam penyaluran bantuan. “Sudah terjadi, memang modusnya ada beberapa hal, soal bansos ini terkait dengan penanganan Covid,” ujar Abhan.
tulis komentar anda