Jelang Pilkada, Calon Petahana Nebeng Tenar Lewat Corona
loading...
A
A
A
JAKARTA - Bukan lagi rahasia umum, jika bantuan sosial (Bansos) kerap menjadi sarana calon kepala daerah petahana mengalang simpati calon pemilih. Pun di saat pandemi corona ini. Mereka tak segan numpang tenar di tengah limpahan ragam bantuan sosial bagi warga yang terkena dampak wabah.
Ribuan karung beras itu disusun rapi di Gudang Bulog Jember, Jawa Timur. Berwarna putih dengan bobot 50 kilogram. Di bagian atas kemasan terdapat foto Bupati Jember Faida dan wakilnya yang disablon cat warna merah. Di bawahnya tertulis kalimat “Untuk Bantuan Penanganan Covid Tahun 2020. Gratis”.
Tak pelak temuan ini mengundang banyak reaksi publik. Pasalnya Faida telah terdaftar akan kembali maju sebagai calon petahana dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020, di Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jember. Dia akan berpasangan dengan Dwi Arya Nugraha Oktavianto melalui jalur independent.
Berdasarkan catatan dari DPRD Jember, ada sekitar 50,3 ton bantuan berasal dari pemerintah pusat yang diperuntukkan bagi warga terdampak Covid-19 di wilayah tersebut. Saat ini sebagian besar beras itu telah didistribusikan kepada masyarakat. “Dari total 50,3 ton beras Bulog, yang tersisa tinggal sekitar 3 ton di Gudang Bulog yang ada di Desa Pecoro. Semuanya ada gambar Bupati Faida," ujar Ketua DPRD Jember, Itqon Syauqi, usai melakukan sidak ke Gudang Bulog Jember, beberapa waktu lalu. (Baca: Bangun Kota Rudal Bawah Tanah, Iran Sebut Mimpi Buruk Bagi Musuh)
Pemasangan gambar Faida di kemasan beras bantuan pemerintah pusat memang disengaja. Pemkab Jember meminta secara resmi kepada Bulog Jember jika kemasan beras bantuan Covid-19 harus memasang foto bupati. Kepala Perum Bulog Cabang Jember, Jamaludin mengatakan ada format kemasan bantuan beras yang akan diberikan kepada warga dari Pemkab.
Bulog sendiri sebenarnya sudah menyiapkan kemasan beras yang tidak ada foto Bupati-Wabup, namun tidak dipakai. "Ya ada sih (karung beras Bulog) ada di gudang, tidak terpakai. Kita tidak ikut campur untuk kemasan, itu kewenangannya bupati untuk penyampaian ke masyarakat. Kita hanya membantu menyediakan saja," ujarnya.
Tercetaknya foto Bupati Faida di karung beras bantuan untuk warga terdampak Covid-19 terindikasi kuat sebagai salah satu bentuk politisasi jelang Pilkada 2020 oleh calon petahana. Dengan terpasangnya foto bupati di kemasan beras, masyarakat seolah menyangka jika bantuan tersebut merupakan inisiatif dan bentuk kepedulian bupati kepada mereka. Padahal bantuan tersebut merupakan bantuan dari pemerintah pusat.
“Kalau bantuan itu bersumber dari APBN atau APBD harus disampaikan kepada masyarakat dan jangan mempolitisasi bantuan seolah-oleh pemberian kepala daerah, apalagi dalam kemasan bantuan itu bergambar kepala daerah seperti yang terjadi di Jember," ujar Anggota Bawaslu Jatim Divisi Humas Nur Elya Anggraini.
Di Klaten, Jawa Tengah, masyarakat dihebohkan dengan kemasan hand sanitizer bantuan Kementerian Sosial (Kemensos) bergambar Bupati Sri Mulyani. Memakai Pakaian Dinas Upacara (PDU) warna putih, gambar Sri Mulyani nampak tersenyum sembari mengepalkan tangan. Di atas foto tercantum tulisan Hand Sanitizer Bantuan Bupati Klaten H Sri Mulyani. Uniknya pemasangan gambar Bupati Klaten ini menutupi stiker keterangan jika hand sanitizer tersebut merupakan bantuan dari Kementerian Sosial. (Baca juga: Kemendagri Dukung Penuh Pelaksnaan Pilkada Meski di Tengah Pandemi)
Persoalan ini mencuat ke publik, setelah kejadian ini viral di media sosial. Salah satu akun Twitter yang mengunggah foto tersebut adalah @mahasiswaYujinem dengan nama pengguna Warga Klaten. Dalam unggahnya itu dituliskan "Bupati Klaten seharusnya malu. Semalam kita diramaikan oleh beredarnya foto hand sanitizer berstiker 'Bantuan Bupati Klaten' dan ketika stikernya dilepas ternyata itu bantuan dari Kemensos? Lalu bagaimana pengadaan anggaran handsanitizer oleh Pemda?," tulis akun tersebut.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun sempat memberikan reaksi atas kasus ini. Dirinya mengaku langsung melakukan klarifikasi kepada Sri Mulyani. Menurut Ganjar, Bupati Sri Mulyani telah meminta maaf atas kejadian tersebut. Sri Mulyani beralasan jika bantuan hand sanitizer untuk warga Klaten tidak hanya dari Kemensos, tetapi juga dari dirinya pribadi. Stiker bergambar Sri Mulyani harusnya hanya dipasangan di botol hand sanitizer dari dirinya. Namun ternyata di lapangan stiker itu juga terpasang di hand sanitizer dari Kemensos.
“Bu Bupati bilang ke saya 'minta maaf Pak Gub, kita akan perbaiki'. Iya Bu pokoknya kalau kasih bantuan tidak usah dilabeli. Ikhlas lillahita'ala saja. Kalau urusan dukung mendukung kalau orang ikhlas lillahita'ala pasti akan dari mulut ke mulut di ceritakan bahwa kepala daerah ini tulus dan baik," urai Ganjar.
Penempelan stiker kepala daerah di bantuan sosial selama Covid-19 juga terjadi di Kota Semarang. Bantuan paket sembako yang dibagikan kepada warga terdampak Covid-19 ditempeli foto Wali Kota Hendar Prihadi dan Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti. Foto setengah badan wali kota dan wakil wali kota tersebut dalam bentuk lingkaran di mana sang wali kota memakai baju putih dan sang wakil memakai kerudung merah. Penempelan foto ini mengundang perhatian publik karena mirip dengan foto resmi pasangan ini saat mengikuti Pilkada Kota Semarang 2015 lalu.
Hendrar dan Hevearita Gunaryanti sendiri digadang kembali maju dalam Pilkada Kota Semarang 2020, meskipun saat ini belum resmi mendaftar di KPU. Kendati demikian Hendrar mengaku tidak ada yang salah terkait pemasangan stiker bergambar dirinya dan Hevearita di paket sembako untuk warga terdampak Covid-19. Menurutnya hingga saat ini dirinya masih merupakan Wali Kota Semarang sehingga sah-sah saja jika foto dirinya dan sang wakil ada di paket sembako bantuan Pemkot.
“Kami siap diperiksa untuk dimintai keterangan. Tapi kami akan pertanyakan diperiksa sebagai kapasitas apa? Saat ini kami masih calon definitif, kita belum tahu pelaksanaan Pilkada kapan," kata Hendrar beberapa waktu lalu. (Baca juga: Syarif Hasan: Demokrat Tak Mungkin Usung Mantan Pecandu Narkoba di Pilkada 2020)
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Ratna Dewi Pettalolo mengungkapkan setidaknya ada 23 pejabat kepala daerah di kabupaten/kota yang diduga memanfaatkan bantuan sosial untuk mengerek popularitas menjelang pelaksanaan Pilkada 2020. Dugaan politisasi bantuan bansos ini di antaranya terjadi di Kota Bengkulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Ogan Ilir, Lampung Timur, Pesawaran, Bandar Lampung, Way Kanan, Lampung Selatan, Pandeglang, Pangandaran, Sumenep, dan Jember.
Ratna menilai, tindakan kepala daerah tersebut tidak etis karena kegiatan kemanusiaan justru dimanfaatkan untuk kepentingan kontestasi Pilkada 2020. Seharusnya kepala daerah memastikan penyaluran bansos tepat sasaran, untuk masyarakat yang berhak dalam menghadapi pandemi Covid-19. “Ini tidak dibenarkan. Harusnya dalam membantu dengan atau atas nama kemanusiaan jangan sampai ada embel-embel terselubung di dalamnya,” urainya.
Ratna mengingatkan kepala daerah dalam memberikan bansos tidak disertai maksud dan tujuan tertentu. “Saya ingatkan jika memberikan bansos kiranya tidak ada maksud dan tujuan tertentu. Apalagi sudah ada instruksi langsung dari Presiden,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI, Abhan mengungkap modus pemanfaatan pemberian bansos oleh kepala daerah terkait Covid-19 untuk kepentingan praktis Pilkada 2020. Setidaknya ada tiga tindakan pejawat kepala daerah yang berpotensi maju Pilkada dalam penyaluran bantuan. “Sudah terjadi, memang modusnya ada beberapa hal, soal bansos ini terkait dengan penanganan Covid,” ujar Abhan.
Pertama, bansos dibungkus atau dilabeli gambar kepala daerah. Kedua, bansos dibungkus yang diembeli-embeli dengan jargon-jargon atau simbol-simbol politik. Ketiga, pemberian bansos tidak mengatasnamakan pemerintah, tetapi atas nama langsung pribadinya. (Baca juga: Gara-gara Ingin Bersepeda, Pria Ini Curi Milik Tetangganya)
Bisa Jadi Bumerang Bagi Petahana
Langkah petahanan dengan menumpang kampanye lewat bantuan sosial (bansos) di masyarakat bisa menjadi boomerang yang malah menyerang balik mereka dalam menerima dukungan. Kondisi itu tak lepas dari tingkat kecerdasan masyarakat terhadap politik yang terus meningkat.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga Surabaya Suko Widodo menuturkan, para incumbent harus lebih berhati-hari dalam memberikan pengaruh komunikasi ke masyarakat dalam masa pandemi seperti ini. Cara mereka memberikan bantuan yang ditumpangi dengan kepentingan politik tertentu tidak bisa memberikan pengaruh simpati dan empati.
“Bisa jadi boomerang yang memukul balik. Masyarakat tidak muncul simpatinya, tapi antipati yang lebih dominan,” kata Suko, kemarin. (Lihat videonya: Mempelai pria Memberikan Mahar Sandal Jepit dan Segelas Air Saat Ijab Kabul)
Suko melanjutkan, kondisi masyarakat saat ini di tengah pandemi COVID-19 melihat semua bantuan itu adalah haknya. Sehingga bukan karena pemberiaan seseorang yang di ujung harus memilih dirinya. “Masyarakat sudah cerdas, mereka akan menerima bantuan itu. Tapi tak memberikan pilihan politiknya,” tegasnya.
Karena itu, Suko mengajukan saran, para petahana harus hadir dan memperbanyak rasa empati.
(Aan Haryono/Nono Suwarno)
Ribuan karung beras itu disusun rapi di Gudang Bulog Jember, Jawa Timur. Berwarna putih dengan bobot 50 kilogram. Di bagian atas kemasan terdapat foto Bupati Jember Faida dan wakilnya yang disablon cat warna merah. Di bawahnya tertulis kalimat “Untuk Bantuan Penanganan Covid Tahun 2020. Gratis”.
Tak pelak temuan ini mengundang banyak reaksi publik. Pasalnya Faida telah terdaftar akan kembali maju sebagai calon petahana dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2020, di Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jember. Dia akan berpasangan dengan Dwi Arya Nugraha Oktavianto melalui jalur independent.
Berdasarkan catatan dari DPRD Jember, ada sekitar 50,3 ton bantuan berasal dari pemerintah pusat yang diperuntukkan bagi warga terdampak Covid-19 di wilayah tersebut. Saat ini sebagian besar beras itu telah didistribusikan kepada masyarakat. “Dari total 50,3 ton beras Bulog, yang tersisa tinggal sekitar 3 ton di Gudang Bulog yang ada di Desa Pecoro. Semuanya ada gambar Bupati Faida," ujar Ketua DPRD Jember, Itqon Syauqi, usai melakukan sidak ke Gudang Bulog Jember, beberapa waktu lalu. (Baca: Bangun Kota Rudal Bawah Tanah, Iran Sebut Mimpi Buruk Bagi Musuh)
Pemasangan gambar Faida di kemasan beras bantuan pemerintah pusat memang disengaja. Pemkab Jember meminta secara resmi kepada Bulog Jember jika kemasan beras bantuan Covid-19 harus memasang foto bupati. Kepala Perum Bulog Cabang Jember, Jamaludin mengatakan ada format kemasan bantuan beras yang akan diberikan kepada warga dari Pemkab.
Bulog sendiri sebenarnya sudah menyiapkan kemasan beras yang tidak ada foto Bupati-Wabup, namun tidak dipakai. "Ya ada sih (karung beras Bulog) ada di gudang, tidak terpakai. Kita tidak ikut campur untuk kemasan, itu kewenangannya bupati untuk penyampaian ke masyarakat. Kita hanya membantu menyediakan saja," ujarnya.
Tercetaknya foto Bupati Faida di karung beras bantuan untuk warga terdampak Covid-19 terindikasi kuat sebagai salah satu bentuk politisasi jelang Pilkada 2020 oleh calon petahana. Dengan terpasangnya foto bupati di kemasan beras, masyarakat seolah menyangka jika bantuan tersebut merupakan inisiatif dan bentuk kepedulian bupati kepada mereka. Padahal bantuan tersebut merupakan bantuan dari pemerintah pusat.
“Kalau bantuan itu bersumber dari APBN atau APBD harus disampaikan kepada masyarakat dan jangan mempolitisasi bantuan seolah-oleh pemberian kepala daerah, apalagi dalam kemasan bantuan itu bergambar kepala daerah seperti yang terjadi di Jember," ujar Anggota Bawaslu Jatim Divisi Humas Nur Elya Anggraini.
Di Klaten, Jawa Tengah, masyarakat dihebohkan dengan kemasan hand sanitizer bantuan Kementerian Sosial (Kemensos) bergambar Bupati Sri Mulyani. Memakai Pakaian Dinas Upacara (PDU) warna putih, gambar Sri Mulyani nampak tersenyum sembari mengepalkan tangan. Di atas foto tercantum tulisan Hand Sanitizer Bantuan Bupati Klaten H Sri Mulyani. Uniknya pemasangan gambar Bupati Klaten ini menutupi stiker keterangan jika hand sanitizer tersebut merupakan bantuan dari Kementerian Sosial. (Baca juga: Kemendagri Dukung Penuh Pelaksnaan Pilkada Meski di Tengah Pandemi)
Persoalan ini mencuat ke publik, setelah kejadian ini viral di media sosial. Salah satu akun Twitter yang mengunggah foto tersebut adalah @mahasiswaYujinem dengan nama pengguna Warga Klaten. Dalam unggahnya itu dituliskan "Bupati Klaten seharusnya malu. Semalam kita diramaikan oleh beredarnya foto hand sanitizer berstiker 'Bantuan Bupati Klaten' dan ketika stikernya dilepas ternyata itu bantuan dari Kemensos? Lalu bagaimana pengadaan anggaran handsanitizer oleh Pemda?," tulis akun tersebut.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun sempat memberikan reaksi atas kasus ini. Dirinya mengaku langsung melakukan klarifikasi kepada Sri Mulyani. Menurut Ganjar, Bupati Sri Mulyani telah meminta maaf atas kejadian tersebut. Sri Mulyani beralasan jika bantuan hand sanitizer untuk warga Klaten tidak hanya dari Kemensos, tetapi juga dari dirinya pribadi. Stiker bergambar Sri Mulyani harusnya hanya dipasangan di botol hand sanitizer dari dirinya. Namun ternyata di lapangan stiker itu juga terpasang di hand sanitizer dari Kemensos.
“Bu Bupati bilang ke saya 'minta maaf Pak Gub, kita akan perbaiki'. Iya Bu pokoknya kalau kasih bantuan tidak usah dilabeli. Ikhlas lillahita'ala saja. Kalau urusan dukung mendukung kalau orang ikhlas lillahita'ala pasti akan dari mulut ke mulut di ceritakan bahwa kepala daerah ini tulus dan baik," urai Ganjar.
Penempelan stiker kepala daerah di bantuan sosial selama Covid-19 juga terjadi di Kota Semarang. Bantuan paket sembako yang dibagikan kepada warga terdampak Covid-19 ditempeli foto Wali Kota Hendar Prihadi dan Wakil Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti. Foto setengah badan wali kota dan wakil wali kota tersebut dalam bentuk lingkaran di mana sang wali kota memakai baju putih dan sang wakil memakai kerudung merah. Penempelan foto ini mengundang perhatian publik karena mirip dengan foto resmi pasangan ini saat mengikuti Pilkada Kota Semarang 2015 lalu.
Hendrar dan Hevearita Gunaryanti sendiri digadang kembali maju dalam Pilkada Kota Semarang 2020, meskipun saat ini belum resmi mendaftar di KPU. Kendati demikian Hendrar mengaku tidak ada yang salah terkait pemasangan stiker bergambar dirinya dan Hevearita di paket sembako untuk warga terdampak Covid-19. Menurutnya hingga saat ini dirinya masih merupakan Wali Kota Semarang sehingga sah-sah saja jika foto dirinya dan sang wakil ada di paket sembako bantuan Pemkot.
“Kami siap diperiksa untuk dimintai keterangan. Tapi kami akan pertanyakan diperiksa sebagai kapasitas apa? Saat ini kami masih calon definitif, kita belum tahu pelaksanaan Pilkada kapan," kata Hendrar beberapa waktu lalu. (Baca juga: Syarif Hasan: Demokrat Tak Mungkin Usung Mantan Pecandu Narkoba di Pilkada 2020)
Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI Ratna Dewi Pettalolo mengungkapkan setidaknya ada 23 pejabat kepala daerah di kabupaten/kota yang diduga memanfaatkan bantuan sosial untuk mengerek popularitas menjelang pelaksanaan Pilkada 2020. Dugaan politisasi bantuan bansos ini di antaranya terjadi di Kota Bengkulu, Indragiri Hilir, Pelalawan, Ogan Ilir, Lampung Timur, Pesawaran, Bandar Lampung, Way Kanan, Lampung Selatan, Pandeglang, Pangandaran, Sumenep, dan Jember.
Ratna menilai, tindakan kepala daerah tersebut tidak etis karena kegiatan kemanusiaan justru dimanfaatkan untuk kepentingan kontestasi Pilkada 2020. Seharusnya kepala daerah memastikan penyaluran bansos tepat sasaran, untuk masyarakat yang berhak dalam menghadapi pandemi Covid-19. “Ini tidak dibenarkan. Harusnya dalam membantu dengan atau atas nama kemanusiaan jangan sampai ada embel-embel terselubung di dalamnya,” urainya.
Ratna mengingatkan kepala daerah dalam memberikan bansos tidak disertai maksud dan tujuan tertentu. “Saya ingatkan jika memberikan bansos kiranya tidak ada maksud dan tujuan tertentu. Apalagi sudah ada instruksi langsung dari Presiden,” tuturnya.
Sebelumnya, Ketua Bawaslu RI, Abhan mengungkap modus pemanfaatan pemberian bansos oleh kepala daerah terkait Covid-19 untuk kepentingan praktis Pilkada 2020. Setidaknya ada tiga tindakan pejawat kepala daerah yang berpotensi maju Pilkada dalam penyaluran bantuan. “Sudah terjadi, memang modusnya ada beberapa hal, soal bansos ini terkait dengan penanganan Covid,” ujar Abhan.
Pertama, bansos dibungkus atau dilabeli gambar kepala daerah. Kedua, bansos dibungkus yang diembeli-embeli dengan jargon-jargon atau simbol-simbol politik. Ketiga, pemberian bansos tidak mengatasnamakan pemerintah, tetapi atas nama langsung pribadinya. (Baca juga: Gara-gara Ingin Bersepeda, Pria Ini Curi Milik Tetangganya)
Bisa Jadi Bumerang Bagi Petahana
Langkah petahanan dengan menumpang kampanye lewat bantuan sosial (bansos) di masyarakat bisa menjadi boomerang yang malah menyerang balik mereka dalam menerima dukungan. Kondisi itu tak lepas dari tingkat kecerdasan masyarakat terhadap politik yang terus meningkat.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Airlangga Surabaya Suko Widodo menuturkan, para incumbent harus lebih berhati-hari dalam memberikan pengaruh komunikasi ke masyarakat dalam masa pandemi seperti ini. Cara mereka memberikan bantuan yang ditumpangi dengan kepentingan politik tertentu tidak bisa memberikan pengaruh simpati dan empati.
“Bisa jadi boomerang yang memukul balik. Masyarakat tidak muncul simpatinya, tapi antipati yang lebih dominan,” kata Suko, kemarin. (Lihat videonya: Mempelai pria Memberikan Mahar Sandal Jepit dan Segelas Air Saat Ijab Kabul)
Suko melanjutkan, kondisi masyarakat saat ini di tengah pandemi COVID-19 melihat semua bantuan itu adalah haknya. Sehingga bukan karena pemberiaan seseorang yang di ujung harus memilih dirinya. “Masyarakat sudah cerdas, mereka akan menerima bantuan itu. Tapi tak memberikan pilihan politiknya,” tegasnya.
Karena itu, Suko mengajukan saran, para petahana harus hadir dan memperbanyak rasa empati.
(Aan Haryono/Nono Suwarno)
(ysw)