Tak Direstui Ayah Masuk TNI, Luhut Akui Hidupnya Selalu Menderita selama Jadi Tentara
Jum'at, 28 Oktober 2022 - 05:40 WIB
JAKARTA - Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan merupakan tokoh militer di Indonesia yang sangat dikenal dan disegani. Khususnya di Komando Pasukan Khusus (Kopassus).
Maklum, lulusan terbaik Akademi Militer (Akmil) 1970 peraih Adhi Makayasa ini menghabiskan sebagian besar hidupnya di Korps Baret Merah. Selama 30 tahun menjadi prajurit pasukan elite TNI Angkatan Darat (AD) tersebut, Luhut menorehkan banyak prestasi.
Lewat tangan dinginnya, Luhut berhasil melakukan reorganisasi Kopassus, mendirikan sekaligus menjadi komandan pertama Detasemen 81 Antiteror Kopassus yang kini bernama Sat 81 Kopassus. Termasuk membentuk dan menjadi komandan pertama Sekolah Pertempuran Khusus (Sepursus) Detasemen 81/Antiteror Kopassus di Pusdikpassus.
Bukan cuma itu, Luhut juga kenyang dengan pengalaman di medan tempur. Berbagai operasi telah dijalaninya mulai dari Operasi di Papua, Operasi di Aceh dan Operasi Seroja di Timor Timur (Timtim) yang saat ini bernama Timor Leste. Termasuk operasi khusus pengamanan Presiden Soeharto di KTT ASEAN III di Filipina pada 1987.
Keinginan pria kelahiran Toba Samosir, Sumatera Utara, 28 September 1947 mengabdi di Kopassus sebenarnya telah muncul sejak masih di bangku sekolah. Hal itu berawal ketika Luhut menyaksikan kegagahan prajurit Kopassus yang kala itu bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) saat baru mendarat di Pekanbaru, Riau.
Aksi pendaratan itu dipimpin langsung oleh Komandan RPKAD sekaligus Penguasa Pelaksanaan Dwikora Daerah (Pepelrada) Kolonel Kaharuddin Nasution. Ketika itu, Luhut terheran-heran melihat aksi yang dilakukan para prajurit RPKAD. Meski jumlahnya hanya belasan, namun mereka mampu mengamankan Kota Pekanbaru dengan efektif.
”Peristiwa itulah yang akhirnya mengantar Luhut untuk bermimpi menjadi anggota RPKAD,” tulis buku biografi Luhut Binsar Pandjaitan berjudul “Luhut” yang ditulis Nurmala Kartini Pandjaitan, adik kandungnya, dikutip SINDOnews, Jumat (28/10/2022).
Maklum, lulusan terbaik Akademi Militer (Akmil) 1970 peraih Adhi Makayasa ini menghabiskan sebagian besar hidupnya di Korps Baret Merah. Selama 30 tahun menjadi prajurit pasukan elite TNI Angkatan Darat (AD) tersebut, Luhut menorehkan banyak prestasi.
Lewat tangan dinginnya, Luhut berhasil melakukan reorganisasi Kopassus, mendirikan sekaligus menjadi komandan pertama Detasemen 81 Antiteror Kopassus yang kini bernama Sat 81 Kopassus. Termasuk membentuk dan menjadi komandan pertama Sekolah Pertempuran Khusus (Sepursus) Detasemen 81/Antiteror Kopassus di Pusdikpassus.
Bukan cuma itu, Luhut juga kenyang dengan pengalaman di medan tempur. Berbagai operasi telah dijalaninya mulai dari Operasi di Papua, Operasi di Aceh dan Operasi Seroja di Timor Timur (Timtim) yang saat ini bernama Timor Leste. Termasuk operasi khusus pengamanan Presiden Soeharto di KTT ASEAN III di Filipina pada 1987.
Keinginan pria kelahiran Toba Samosir, Sumatera Utara, 28 September 1947 mengabdi di Kopassus sebenarnya telah muncul sejak masih di bangku sekolah. Hal itu berawal ketika Luhut menyaksikan kegagahan prajurit Kopassus yang kala itu bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) saat baru mendarat di Pekanbaru, Riau.
Baca Juga
Aksi pendaratan itu dipimpin langsung oleh Komandan RPKAD sekaligus Penguasa Pelaksanaan Dwikora Daerah (Pepelrada) Kolonel Kaharuddin Nasution. Ketika itu, Luhut terheran-heran melihat aksi yang dilakukan para prajurit RPKAD. Meski jumlahnya hanya belasan, namun mereka mampu mengamankan Kota Pekanbaru dengan efektif.
”Peristiwa itulah yang akhirnya mengantar Luhut untuk bermimpi menjadi anggota RPKAD,” tulis buku biografi Luhut Binsar Pandjaitan berjudul “Luhut” yang ditulis Nurmala Kartini Pandjaitan, adik kandungnya, dikutip SINDOnews, Jumat (28/10/2022).
Lihat Juga :
tulis komentar anda