Mustajab! Doa Presiden Soekarno untuk Luhut Binsar Pandjaitan Kini Terbukti
loading...
A
A
A
JAKARTA - Nama Jenderal TNI (Purn) Luhut Binsar Pandjaitan atau yang seringkali disebut LBP sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia.
Pria kelahiran Toba Samosir, Sumatera Utara (Sumut) pada 28 September 1947 ini selalu menjadi perbincangan hangat, tidak hanya di forum-forum resmi namun juga di pelosok-pelosok permukiman warga.
Dikutip dari buku biografinya berjudul “Luhut” yang ditulis Nurmala Kartini Pandjaitan adik Luhut Binsar Pandjaitan diceritakan bagaimana jalan hidup anak sulung dari lima bersaudara pasangan Bonar Pandjaitan dan Siti Frida Naiborhu ini. Mulai dari anak-anak, remaja, terjun ke dunia militer hingga menjadi pejabat negara.
Tak banyak yang tahu, kesuksesan Luhut menapaki kariernya di dunia politik hingga menjadi tokoh nasional yang sangat berpengaruh tidak lepas dari ramalan Presiden ke-1 RI Ir. Soekarno. Saat itu, Soekarno tengah mengunjungi daerah Balige, Sumatera Utara pada 15 Juni 1948. Ibunda Luhut, Siti Frida Naiborhu yang merupakan pengagum Soekarno ikut menyambutnya.
“Mungkin karena Luhut terlihat berbeda dari banyak bayi yang ada, gendut, putih, dan aktif sekali. Ketika melihatnya, Bung Karno kemudian mendatangi mamak (ibunda Luhut) dan mengusap-usap kepala Luhut,” kata Tante Ria, adik dari Ibunda Luhut, Siti Frida Naiborhu.
Presiden Soekarno saat mengunjungi Balige, Sumatera Utara. Foto/istimewa
Saat mengelus kepala bayi mungil Luhut Binsar Pandjaitan, Soekarno sempat mengucapkan doa yang kelak di kemudian hari menjadi kenyataan. ”Suatu hari anak ini akan menjadi orang besar,” ucap Bung Karno.
Seiring perjalanan waktu, setelah menamatkan pendidikannya di SMA Kristen 1 Penabur, Bandung, Jawa Barat, Luhut memutuskan untuk memulai kariernya di TNI. Luhut masuk Akademi Militer Nasional (AMN) yang sekarang bernama Akademi Militer (Akmil) dari kecabangan Infanteri Kopassus. Selama mengabdi di Korps Baret Merah, Luhut menorehkan banyak prestasi di antaranya reorganisasi Kopassus dan pembentukan satuan elite antiteror yakni Detasemen 81 Kopassandha yang kini bernama Sat 81 Kopassus.
Pria kelahiran Toba Samosir, Sumatera Utara (Sumut) pada 28 September 1947 ini selalu menjadi perbincangan hangat, tidak hanya di forum-forum resmi namun juga di pelosok-pelosok permukiman warga.
Dikutip dari buku biografinya berjudul “Luhut” yang ditulis Nurmala Kartini Pandjaitan adik Luhut Binsar Pandjaitan diceritakan bagaimana jalan hidup anak sulung dari lima bersaudara pasangan Bonar Pandjaitan dan Siti Frida Naiborhu ini. Mulai dari anak-anak, remaja, terjun ke dunia militer hingga menjadi pejabat negara.
Tak banyak yang tahu, kesuksesan Luhut menapaki kariernya di dunia politik hingga menjadi tokoh nasional yang sangat berpengaruh tidak lepas dari ramalan Presiden ke-1 RI Ir. Soekarno. Saat itu, Soekarno tengah mengunjungi daerah Balige, Sumatera Utara pada 15 Juni 1948. Ibunda Luhut, Siti Frida Naiborhu yang merupakan pengagum Soekarno ikut menyambutnya.
“Mungkin karena Luhut terlihat berbeda dari banyak bayi yang ada, gendut, putih, dan aktif sekali. Ketika melihatnya, Bung Karno kemudian mendatangi mamak (ibunda Luhut) dan mengusap-usap kepala Luhut,” kata Tante Ria, adik dari Ibunda Luhut, Siti Frida Naiborhu.
Presiden Soekarno saat mengunjungi Balige, Sumatera Utara. Foto/istimewa
Saat mengelus kepala bayi mungil Luhut Binsar Pandjaitan, Soekarno sempat mengucapkan doa yang kelak di kemudian hari menjadi kenyataan. ”Suatu hari anak ini akan menjadi orang besar,” ucap Bung Karno.
Baca Juga
Seiring perjalanan waktu, setelah menamatkan pendidikannya di SMA Kristen 1 Penabur, Bandung, Jawa Barat, Luhut memutuskan untuk memulai kariernya di TNI. Luhut masuk Akademi Militer Nasional (AMN) yang sekarang bernama Akademi Militer (Akmil) dari kecabangan Infanteri Kopassus. Selama mengabdi di Korps Baret Merah, Luhut menorehkan banyak prestasi di antaranya reorganisasi Kopassus dan pembentukan satuan elite antiteror yakni Detasemen 81 Kopassandha yang kini bernama Sat 81 Kopassus.