Gagal Jadi Penerbang, Pria Berdarah Batak Ini Melejit Jadi Jenderal Kopassus yang Disegani

Kamis, 27 Oktober 2022 - 06:06 WIB
Nama Letnan Jenderal (Purn) Sintong Panjaitan patut diperhitungkan dalam tubuh Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Dia merupakan personifikasi yang memiliki daya juang, kecerdasan, keberanian, taat aturan, integritas, dan solidaritas. Foto/Istimewa
JAKARTA - Nama Letnan Jenderal (Purn) Sintong Panjaitan patut diperhitungkan dalam tubuh Komando Pasukan Khusus (Kopassus) . Hampir 30 tahun berkarier sebagai prajurit Baret Merah, jenderal yang lahir di Sigompulon, Tarutung ini merupakan personifikasi yang memiliki daya juang, kecerdasan, keberanian, taat aturan, integritas, dan solidaritas.

Selama karier militernya, Sintong tak kurang terlibat dalam 20 operasi penting yang dibebankan di pundaknya. Sintong Panjaitan sudah menyabung nyawa di berbagai pertempuran, mulai dari operasi penumpasan DI/TII di Sulawesi, operasi mengatasi pemberontakan Mandatjan di Irian Barat, operasi penumpasan TNKU di Kalimantan, operasi pembebasan pesawat Woyla, dan masih banyak yang lainnya.

Dikutip dari buku "Sang Prajurit Pemberani (Biografi Lengkap Sintong Panjaitan)", Kamis (26/10/2022), Sintong Panjaitan kebanyakan melaksanakan operasi dalam satuan nonreguler ketika masih menjadi prajurit. Jika sebuah operasi dilaksanakan oleh satuan nonreguler, maka operasi tersebut bersifat tertutup atau rahasia; pelaksana operasi tidak akan menggunakan tanda pengenal apa pun yang mengaitkannya dengan kesatuannya. Ia tidak akan menggunakan seragam, tanda kepangkatan, dan tanda pengenal satuannya.

Misalnya, ia pernah ditugaskan untuk diterjunkan di Semenanjung Malaya dalam operasi konfrontasi dengan Malaysia. Saat itu, seragam yang dikenakan hanya celana dan kaos hijau hijau dengan topi rimba bertuliskan TNKU. Jika ia tewas dalam operasi tersebut, maka Pemerintah Indonesia dan TNI tidak akan mengakuinya sebagai prajurit TNI. Ia akan dikenang sebagai anggota TNKU, gerombolan bersenjata yang berhaluan komunis.

Seandainya Sintong Panjaitan berpolitik dan tidak sepakat dengan paham komunis, tentunya ia akan menolak penugasan tersebut. Akan tetapi, karena perintah itu merupakan perintah dari atasan, sebagaimana tradisi dalam dunia militer, maka jawabannya jelas; "Siap Laksanakan!"



Ketertarikan Sintong Panjaitan terhadap dunia militer sudah terlihat sejak kecil. Minat besar itu muncul saat ia berumur tujuh tahun ketika rumahnya hancur terkena bom yang dijatuhkan oleh pesawat P-51 Mustang milik Angkatan Udara Kerajaan Belanda. Rumahnya memang berdekatan dengan sebuah tangsi tentara RI. Sejak peristiwa itu, Sintong pun bercita-cita menjadi penerbang pesawat tempur.

Sintong Panjaitan mulai memanggul senjata ketika masih duduk di bangku SMA dan bergabung dengan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Utara. Pemberontakan PRRI ini disebabkan oleh ketidakharmonisan hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, terutama di wilayah, terkait masalah otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Sikap tidak puas tersebut mendapat dukungan dari sejumlah perwira militer.

Sebenarnya, awal pemberontakan tersebut sudah muncul menjelang pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) pada tahun 1949. Pada saat bersamaan, Divisi Banteng diciutkan sehingga menjadi kecil dan hanya menyisakan satu brigade. Brigade ini pun diperkecil lagi menjadi Resimen Infanteri 4 TTIBB.

Hal ini memunculkan kekecewaan dari pada para perwira dan prajurit Divisi IX Banteng yang telah berjuang mempertaruhkan jiwa dan raganya bagi kemerdekaan Indonesia. Kondisi ini semakin diperparah dengan tingkat kesejahteraan prajurit dan masyarakat yang sangat rendah.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More