Wakil Ketua MPR Sore Ini Jemput TKI Bebas dari Hukuman Mati di Soetta
Senin, 06 Juli 2020 - 09:59 WIB
JAKARTA - Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Majalengka, Jawa Barat, Etty Binti Toyib yang dipenjara sejak 2002 atas tuduhan meracuni majikan dan bebas dari ancaman hukuman mati, Senin (6/7/2020) sore ini, akan tiba di Bandara Soekarno Hatta (Soetta), Tangerang, Banten.
Kabar kepulangan Etty tersebut disampaikan Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid yang berencana akan menyambut kepulangan Eti di Ruang VIP Terminal III Bandara Soetta. "Nanti sore jam 4 (16.00 WIB) saya selaku Wakil Ketua MPR dan Wakil Ketua Umum PKB akan menjemput Etty Bin Toyib di Bandara Soekarno Hatta," ujar Jazilul Fawaid, Senin (6/7/2020).
Jazilul mengatakan, setelah proses yang begitu panjang dan berbelit, Eti akhirnya bisa bebas dari hukuman mati setelah Pemerintah Indonesia dengan dukungan dari berbagai kalangan, termasuk Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Nahdlatul Ulama (LAZISNU) dan PKB, membayarkan diyat (uang darah) yang diminta keluarga majikan.
"Mulanya ahli waris majikannya meminta diyat sebesar 30 juta real atau Rp107 miliar agar diampuni dan tidak dieksekusi. Tapi setelah ditawar-tawar akhirnya dengan berbagai pendekatan akhirnya ahli warisnya bersedia dengan diyat sebesar Rp15,2 miliar. Cak Imin (Ketua Umum DPP PKB) yang memprakarsai penggalangan dana bersama LAZISNU, berkontribusi cukup banyak," tutur Jazilul Fawaid.
Wakil Ketua Umum DPP PKB ini lantas menceritakan kronologis kasus yang dialami perempuan asal Desa Cidadap Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka itu. Etty Toyib Anwar divonis hukuman mati qishash berdasarkan Putusan Pengadilan Umum Thaif No. 75/17/8 tanggal 22/04/1424H (23/06/2003M) yang telah disahkan oleh Mahkamah Banding dengan nomor 307/Kho/2/1 tanggal 17/07/1428 dan telah disetujui oleh Mahkamah Agung dengan No: 1938/4 tanggal 2/12/1429 H karena membunuh majikannya warga negara Arab Saudi, Faisal bin Said Abdullah Al Ghamdi dengan cara diberi racun.
Tiga bulan setelah Faisal Bin Said Abdullah Al Ghamdi meninggal dunia, seorang WNI bernama EMA atau Aminah (pekerja rumah tangga di rumah sang majikan) memberikan keterangan bahwa Etty Toyib telah membunuh majikan dengan cara meracun. Pembicaraan tersebut direkam oleh seorang keluarga majikan. Rekaman tersebut diperdengarkan oleh Penyidik saat mengintrogasi Etty Toyib Anwar pada Tanggal 16/1/2002 malam silam, yang mengakibatkan adanya pengakuan Etty Toyyib bahwa yang bersangkutan telah membunuh majikan.
Dalam proses pembebasannya, Pemerintah Indonesia dengan dukungan berbagai pihak akhirnya membebaskan Etty dari hukuman mati dengan patungan membayar uang denda sebesar Rp15,2 miliar. Kasus Etty sendiri terjadi sejak 2001 dan ia pun sudah menjalani masa penahanan selama 19 tahun. "Jadi ini prosesnya sangat panjang," kata Jazilul Fawaid.
Sebelumnya, Dubes RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel mengatakan, dana sebesar Rp12,5 miliar tersebut dihimpun oleh LAZISNU selama 7 bulan dari para dermawan santri, dari kalangan pengusaha, birokrat, politisi, akademisi, dan komunitas filantropi. Termasuk dari Pemprov Jawa Barat.
Kabar kepulangan Etty tersebut disampaikan Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid yang berencana akan menyambut kepulangan Eti di Ruang VIP Terminal III Bandara Soetta. "Nanti sore jam 4 (16.00 WIB) saya selaku Wakil Ketua MPR dan Wakil Ketua Umum PKB akan menjemput Etty Bin Toyib di Bandara Soekarno Hatta," ujar Jazilul Fawaid, Senin (6/7/2020).
Jazilul mengatakan, setelah proses yang begitu panjang dan berbelit, Eti akhirnya bisa bebas dari hukuman mati setelah Pemerintah Indonesia dengan dukungan dari berbagai kalangan, termasuk Lembaga Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Nahdlatul Ulama (LAZISNU) dan PKB, membayarkan diyat (uang darah) yang diminta keluarga majikan.
"Mulanya ahli waris majikannya meminta diyat sebesar 30 juta real atau Rp107 miliar agar diampuni dan tidak dieksekusi. Tapi setelah ditawar-tawar akhirnya dengan berbagai pendekatan akhirnya ahli warisnya bersedia dengan diyat sebesar Rp15,2 miliar. Cak Imin (Ketua Umum DPP PKB) yang memprakarsai penggalangan dana bersama LAZISNU, berkontribusi cukup banyak," tutur Jazilul Fawaid.
Wakil Ketua Umum DPP PKB ini lantas menceritakan kronologis kasus yang dialami perempuan asal Desa Cidadap Kecamatan Cingambul Kabupaten Majalengka itu. Etty Toyib Anwar divonis hukuman mati qishash berdasarkan Putusan Pengadilan Umum Thaif No. 75/17/8 tanggal 22/04/1424H (23/06/2003M) yang telah disahkan oleh Mahkamah Banding dengan nomor 307/Kho/2/1 tanggal 17/07/1428 dan telah disetujui oleh Mahkamah Agung dengan No: 1938/4 tanggal 2/12/1429 H karena membunuh majikannya warga negara Arab Saudi, Faisal bin Said Abdullah Al Ghamdi dengan cara diberi racun.
Tiga bulan setelah Faisal Bin Said Abdullah Al Ghamdi meninggal dunia, seorang WNI bernama EMA atau Aminah (pekerja rumah tangga di rumah sang majikan) memberikan keterangan bahwa Etty Toyib telah membunuh majikan dengan cara meracun. Pembicaraan tersebut direkam oleh seorang keluarga majikan. Rekaman tersebut diperdengarkan oleh Penyidik saat mengintrogasi Etty Toyib Anwar pada Tanggal 16/1/2002 malam silam, yang mengakibatkan adanya pengakuan Etty Toyyib bahwa yang bersangkutan telah membunuh majikan.
Dalam proses pembebasannya, Pemerintah Indonesia dengan dukungan berbagai pihak akhirnya membebaskan Etty dari hukuman mati dengan patungan membayar uang denda sebesar Rp15,2 miliar. Kasus Etty sendiri terjadi sejak 2001 dan ia pun sudah menjalani masa penahanan selama 19 tahun. "Jadi ini prosesnya sangat panjang," kata Jazilul Fawaid.
Sebelumnya, Dubes RI untuk Arab Saudi Agus Maftuh Abegebriel mengatakan, dana sebesar Rp12,5 miliar tersebut dihimpun oleh LAZISNU selama 7 bulan dari para dermawan santri, dari kalangan pengusaha, birokrat, politisi, akademisi, dan komunitas filantropi. Termasuk dari Pemprov Jawa Barat.
(maf)
tulis komentar anda