Masa Depan Lingkungan di Tahun Politik
Rabu, 12 Oktober 2022 - 14:01 WIB
Misalnya, tata kelola lingkungan bukan sebagai penyebab bencana karena pengetahuan masyarakat masih melihat bencana sebagai peristiwa mistis yang dikaitkan dengan kekuatan adikodrati, maka penanggulangan tidak perlu intervensi politis. Kesesatan berfikir ini kerap ditutupi retorika yang menyimpulkan lingkungan sebagai isu “di luar” publik.
Belum lagi jika besentuhan dengan isu struktural lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam yang sering diwarnai pro dan kontra. Isu ini sulit menarik simpatik semua kelompok. Relasi ekonomi dan politik membentuk isu tersebut.
Perizinan untuk eksploitasi dan konflik sumber daya alam tidak disukai rata-rata orang yang cenderung mengedepankan keharmonisan dan menjauhi konflik. Sekalipun kondisi ini manipulatif tetapi isu-isu substantif lingkungan seperti pengembalian RTH dan advokasi pembangunan yang tidak ramah lingkungan menjadi kurang populer.
Menuju Politik Lingkungan
Sekalipun ada pesimisme, ada baiknya kita tetap memperjuangkan masuknya isu lingkungan dalam jagat politik kita. Kita membutuhkan figur tertentu, maka salah satu strategi yakni mengorbitkan figur yang sukses mengangkat isu lingkungan dalam dunia politik.
Terpilihnya Anthony Albanese sebagai Perdana Menteri Australia menginspirasi kita bahwa isu lingkungan seperti mitigasi dan perubahan iklim bukan isu tidak laku. Kegelisahan kolektif masyarakat pada krisis iklim global telah melahirkan pemimpin-pemimpin ekologis.
Kita juga bisa belajar pada cerita-cerita sukses pada keberhasilan gugatan Walhi Sumatera Selatan di PTUN Palembang dan gugatan warga korban banjirKali Mampangkepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Februari 2022. Kedua gugatan ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa cara-cara politik bisa digunakan untuk memperjuangkan konservasi lingkungan dan hak-hak korban demi hak lingkungan yang baik dan sehat.
Hanya yang perlu diperhatikan bahwa sebagai agenda politik, lingkungan tidak otomatis masuk dalam praktik politik, karena itu dibutuhkan strategi-strategi dalam memenangkannya. Carl Death, dalamCritical Environmental Politics(2013) menyatakan politik sebagai apakah aturan permain, siapa yang menyusunnya dan mengapa? Siapa yang menang dan kalah dalam permainan itu (what are the rules of the game, and who sets them and why ? Who are the winners and losers in the game).
Disinilah, perjuangan politik bergantung kepada kelompok-kelompok peduli lingkungan itu sendiri. Dan demi keberhasilan ini, penulis mengusulkan dua strategi yaitu agensi dan kelembagaan. DalamThe Constitution of Society: Outline of the The Theory of Structuration(1996), Giddens menjelaskan agensi sebagai sebuah kemampuan agen dalam memanfaatkan aturan (rule) dan sumber daya (resources).
Basis agensi yakni perubahanmindsetbahwa politik sejatinya instrumen atau alat untuk mencapai kesejahteraan universal tidak hanya untuk manusia, tetapi juga alam semesta.
Belum lagi jika besentuhan dengan isu struktural lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam yang sering diwarnai pro dan kontra. Isu ini sulit menarik simpatik semua kelompok. Relasi ekonomi dan politik membentuk isu tersebut.
Perizinan untuk eksploitasi dan konflik sumber daya alam tidak disukai rata-rata orang yang cenderung mengedepankan keharmonisan dan menjauhi konflik. Sekalipun kondisi ini manipulatif tetapi isu-isu substantif lingkungan seperti pengembalian RTH dan advokasi pembangunan yang tidak ramah lingkungan menjadi kurang populer.
Menuju Politik Lingkungan
Sekalipun ada pesimisme, ada baiknya kita tetap memperjuangkan masuknya isu lingkungan dalam jagat politik kita. Kita membutuhkan figur tertentu, maka salah satu strategi yakni mengorbitkan figur yang sukses mengangkat isu lingkungan dalam dunia politik.
Terpilihnya Anthony Albanese sebagai Perdana Menteri Australia menginspirasi kita bahwa isu lingkungan seperti mitigasi dan perubahan iklim bukan isu tidak laku. Kegelisahan kolektif masyarakat pada krisis iklim global telah melahirkan pemimpin-pemimpin ekologis.
Kita juga bisa belajar pada cerita-cerita sukses pada keberhasilan gugatan Walhi Sumatera Selatan di PTUN Palembang dan gugatan warga korban banjirKali Mampangkepada Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, Februari 2022. Kedua gugatan ini memberikan pelajaran kepada kita bahwa cara-cara politik bisa digunakan untuk memperjuangkan konservasi lingkungan dan hak-hak korban demi hak lingkungan yang baik dan sehat.
Hanya yang perlu diperhatikan bahwa sebagai agenda politik, lingkungan tidak otomatis masuk dalam praktik politik, karena itu dibutuhkan strategi-strategi dalam memenangkannya. Carl Death, dalamCritical Environmental Politics(2013) menyatakan politik sebagai apakah aturan permain, siapa yang menyusunnya dan mengapa? Siapa yang menang dan kalah dalam permainan itu (what are the rules of the game, and who sets them and why ? Who are the winners and losers in the game).
Disinilah, perjuangan politik bergantung kepada kelompok-kelompok peduli lingkungan itu sendiri. Dan demi keberhasilan ini, penulis mengusulkan dua strategi yaitu agensi dan kelembagaan. DalamThe Constitution of Society: Outline of the The Theory of Structuration(1996), Giddens menjelaskan agensi sebagai sebuah kemampuan agen dalam memanfaatkan aturan (rule) dan sumber daya (resources).
Basis agensi yakni perubahanmindsetbahwa politik sejatinya instrumen atau alat untuk mencapai kesejahteraan universal tidak hanya untuk manusia, tetapi juga alam semesta.
tulis komentar anda