Sidang Kasus Migor, Saksi Sebut Usul DMO 20% dari Dirjen Daglu

Selasa, 20 September 2022 - 19:52 WIB
Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi persetujuan eskpor minyak goreng mentah atau CPO dan turunannya kembali digelar, Selasa (20/9/2022). FOTO/IST
JAKARTA - Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi persetujuan eskpor minyak goreng mentah atau CPO dan turunannya kembali digelar, Selasa (20/9/2022). Sidang dengan 5 terdakwa eks Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Sari Wisnu Wardhana dan kawan-kawan menghadirkan 4 saksi.

Para saksi itu adalah Farid Amir (Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag), Ringgo (Analis Perdagangan Ahli Madya Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Ditjen Perdagangan Luar Negeri), Demak Marsaulina (Subkor Tanaman Tahunan Direktorat Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag), dan Almira Fauzia (Analis Perdagangan pada Kemendag).

Mereka bersaksi untuk 5 terdakwa yakni Dirjen Daglu Kemendag Indra Sari Wisnu Wardhana, Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley MA, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang, dan konsultan IRAI untuk Kemendag Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.



Dalam kesaksiannya, Farid Amir mengungkapkan, beberapa kali dilakukan zoom meeting membahas ketentuan Domestik Market Obligation (DMO) atau pemenuhan kebutuhan dalam negeri minyak goreng. Menurutnya, usul DMO minyak goreng sebesar 20% disampaikan oleh Dirjen Daglu Indra Sari Wisnu Wardhana.

Farid juga mengaku mengetahui ada rapat koordinasi terbatas Menteri Perdagangan dan Menko Perekonomian pada 18 Januari 2022 yang membahas kebijakan harga minyak goreng satu harga, semua kemasan Rp14.000 per liter mulai 14 Januari 2022. Sementara terkait keterlibatan Lin Che Wei, Farid mengaku tidak melihat ada kontrak tertulis.

Menanggapi kesaksian tersebut, penasihat hukum terdakwa Pierre Togar Sitanggang, Deny Kailimang mengatakan, sejauh ini proses persetujuan ekspor minyak goreng mentah telah sesuai prosedur.

"Jadi dalam hal ini hanya dia memproses suatu permohonan ekspor melalui NSB (Nasional Single Window)-nya itu. Dengan persyaratannya adalah kontrak, DO, PO, dan faktur pajak. Kalau itu sudah ada semua, dia proses. Kemudian kalau sudah memenuhi syarat tersebut, maka masuk ke persetujuan ekspor," katanya.

Menurut Denny, saksi hanya mengatakan prosesnya hanya sampai D1, tidak ke retail. Jika sudah ada dokumen yang sesuai, maka harus ada pernyataan mandiri. Tidak ada suatu peraturan juga yang mengatakan harus ada perkebunan inti, sehingga bisa di mana saja dan tidak ada juga kata terafiliasi.

"Tidak ada dalam aturan terafiliasi sampai D1 saja, kemudian itu yang mereka sampaikan," katanya.

Denny mengakui, sesuai keterangan saksi, maka apa yang dilakukan kliennya telah sudah sesuai prosedur dalam ekspor minyak goreng. Hal tersebut dibuktikan diterbitkannya Persetujuan Ekspor (PE). "Jadi itu 3 poin tadi. Terafiliasi, sampai D1, kemudian perkebunan inti tidak diatur," tandasnya.

Untuk diketahui, dalam dakwaan jaksa menguraikan akibat tidak memenuhi ketentuan DMO atau kebutuhan dalam negeri, setidaknya ada 3 grup perusahaan minyak goreng diuntungkan dan mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp6 triliun dan perekonomian negara Rp12,3 triliun atau totalnya Rp18,3 triliun. Ketiganya adalah Wilmar Grup Rp1,6 triliun, Musim Mas Grup Rp626 miliar, dan Permata Hijau Grup sebesar Rp124,4 miliar.
(abd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More