Dukung RUU Kreativitas Pemuda, LaNyalla Ajak PPI Tata Ulang Indonesia
Senin, 05 September 2022 - 14:11 WIB
Bahkan, tokoh asal Bugis yang besar di Surabaya itu menjelaskan, Proklamasi 17 Agustus 1945 juga tidak terlepas dari peran para pemuda dalam peristiwa Rengasdengklok. Oleh karena itu, LaNyalla menegaskan sudah seharusnya para pemuda Indonesia kritis melihat dan mengamati arah perjalanan bangsa ini.
"Pemuda juga harus kritis terhadap sejumlah fenomena paradoksal yang terjadi di tengah-tengah kita. Baik itu soal pembangunan, hingga ketidakadilan ekonomi dan kemiskinan struktural akibat ketidakadilan tersebut," tegas LaNyalla.
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu juga menegaskan, para pemuda Indonesia harus kritis terhadap konsep dan kebijakan pendidikan nasional bangsa ini. Menurutnya, mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai cita-cita negara ini, bukanlah sekadar mencerdaskan otak, tetapi mencerdaskan kehidupan.
"Artinya, mencerdaskan kemanusiaan secara utuh, termasuk moral dan akhlak, jasmani dan rohani, serta semangat nasionalisme dan patriotisme," tutur LaNyalla.
Sebab, tanpa budi pekerti, tanpa nasionalisme, tanpa patriotisme dan tanpa ideologi serta tanpa ilmu agama, kita hanya akan menghasilkan generasi yang akan menjadi lawan kita di masa depan.
"Untuk itu, kita harus kembali membuka sejarah. Membaca pemikiran-pemikiran luhur para pendiri bangsa. Membaca ulang pikiran-pikiran mereka. Karena semua bangsa yang besar, adalah bangsa yang dibangun dengan landasan peradaban dan watak dasar bangsa mereka," tutur LaNyalla.
Dalam hal sistem demokrasi bangsa ini, LaNyalla menyebut watak dan DNA asli Indonesia adalah sistem syuro yang menjadi ciri utama demokrasi Pancasila.
"Dalam sistem tersebut, kedaulatan diberikan kepada para hikmat yang duduk di Lembaga Tertinggi Negara sebagai penjelmaan dari seluruh elemen rakyat sebagai pemilik sah bangsa dan negara. Di mana di dalamnya bukan saja diisi oleh politisi dari partai politik, tetapi juga ada utusan dari seluruh daerah dan utusan golongan-golongan yang lengkap," ujar LaNyalla.
Sistem tersebut adalah yang sesuai dengan Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara yang super majemuk ini. Sebab, demokrasi Pancasila bukanlah sistem demokrasi liberal di Barat. Bukan pula sistem komunisme di Timur.
Saat ini, LaNyalla mengaku terus berkampanye untuk menata ulang Indonesia demi menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat. "Kita harus kembali menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri, dan berdikari," tegas LaNyalla.
"Pemuda juga harus kritis terhadap sejumlah fenomena paradoksal yang terjadi di tengah-tengah kita. Baik itu soal pembangunan, hingga ketidakadilan ekonomi dan kemiskinan struktural akibat ketidakadilan tersebut," tegas LaNyalla.
Alumnus Universitas Brawijaya Malang itu juga menegaskan, para pemuda Indonesia harus kritis terhadap konsep dan kebijakan pendidikan nasional bangsa ini. Menurutnya, mencerdaskan kehidupan bangsa, sesuai cita-cita negara ini, bukanlah sekadar mencerdaskan otak, tetapi mencerdaskan kehidupan.
"Artinya, mencerdaskan kemanusiaan secara utuh, termasuk moral dan akhlak, jasmani dan rohani, serta semangat nasionalisme dan patriotisme," tutur LaNyalla.
Sebab, tanpa budi pekerti, tanpa nasionalisme, tanpa patriotisme dan tanpa ideologi serta tanpa ilmu agama, kita hanya akan menghasilkan generasi yang akan menjadi lawan kita di masa depan.
"Untuk itu, kita harus kembali membuka sejarah. Membaca pemikiran-pemikiran luhur para pendiri bangsa. Membaca ulang pikiran-pikiran mereka. Karena semua bangsa yang besar, adalah bangsa yang dibangun dengan landasan peradaban dan watak dasar bangsa mereka," tutur LaNyalla.
Dalam hal sistem demokrasi bangsa ini, LaNyalla menyebut watak dan DNA asli Indonesia adalah sistem syuro yang menjadi ciri utama demokrasi Pancasila.
"Dalam sistem tersebut, kedaulatan diberikan kepada para hikmat yang duduk di Lembaga Tertinggi Negara sebagai penjelmaan dari seluruh elemen rakyat sebagai pemilik sah bangsa dan negara. Di mana di dalamnya bukan saja diisi oleh politisi dari partai politik, tetapi juga ada utusan dari seluruh daerah dan utusan golongan-golongan yang lengkap," ujar LaNyalla.
Sistem tersebut adalah yang sesuai dengan Indonesia sebagai negara kepulauan dan negara yang super majemuk ini. Sebab, demokrasi Pancasila bukanlah sistem demokrasi liberal di Barat. Bukan pula sistem komunisme di Timur.
Saat ini, LaNyalla mengaku terus berkampanye untuk menata ulang Indonesia demi menghadapi tantangan masa depan yang akan semakin berat. "Kita harus kembali menjadi bangsa yang berdaulat, mandiri, dan berdikari," tegas LaNyalla.
tulis komentar anda