Boven Digoel, Bekas Lokasi Kamp Tahanan Politik Hindia Belanda Paling Menyeramkan
Sabtu, 03 September 2022 - 17:34 WIB
JAKARTA - Menyebut Boven Digoel , yang terbayang adalah rimba belantara di pedalaman Papua. Boven Digoel artinya Digoel bagian atas atau hulu, yang keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari Sungai Digoel di Papua bagian selatan.
Boven Digoel sangat terkenal dalam berbagai literatur sejarah dan tulisan populer dengan kamp konsentrasinya, lokasi pembuangan atau pengasingan tahanan politik di masa Hindia Belanda. Area kamp konsentrasi sebagai tempat pembuangan (interneeringskamp) dibangun di masa Gubernur Jenderal De Graeff pada 27 Januari 1927 oleh Kapten Infanteri L. Th. Becking.
Berlokasi di tepi Sungai Digoel, kamp ini dibangun setelah terjadi pemberontakan komunis di Banten pada 1926 dan di Sumatra Barat pada 1927. Wilayah kamp konsentrasi dibangun dengan menggunakan tenaga orang-orang buangan (geinterneerden) yang datang pertama ke Boven Digoel. Area ini kemudian dikenal dengan nama Tanah Merah.
Menurut situs resmi Kabupaten Boven Digoel, Pada awalnya geinterneerden tersebut tinggal di 14 rumah darurat atau los. Masing-masing los panjangnya sekitar 30 meter dengan atap rumbia. Para geinterneerden yang membawa anak-istri tinggal dalam los yang sama. Sementara geinterneerden yang bujangan dikumpulkan pada los yang lain.
Selain 14 los untuk tempat tinggal bagi geinterneerden, terdapat 1 los yang diperuntukan sebagai dapur umum. Para geinterneerden yang datang pertama tersebut kemudian membangun perkampungan yang disebut sebagai Kampung A.
Berikutnya, semakin banyak geinterneerden yang berdatangan. Hal ini meendorong munculnya kampung-kampung yang lain yang diberi nama Kampung B, Kampung C, Kampung D, Kampung E, Kampung F dan Kampung G yang semakin menjauh ke atas dari tepian sungai.
Rumah-rumah yang lebih permanen dibangun dengan atap dari seng, dinding dari kayu nibung dan berlantai tanah. Permukiman geinterneerden diberi batas, di titik-titik tertentu yang berbatasan dengan hutan terdapat pos penjagaan.
Bukan Penjara Biasa
Boven Digoel sangat terkenal dalam berbagai literatur sejarah dan tulisan populer dengan kamp konsentrasinya, lokasi pembuangan atau pengasingan tahanan politik di masa Hindia Belanda. Area kamp konsentrasi sebagai tempat pembuangan (interneeringskamp) dibangun di masa Gubernur Jenderal De Graeff pada 27 Januari 1927 oleh Kapten Infanteri L. Th. Becking.
Berlokasi di tepi Sungai Digoel, kamp ini dibangun setelah terjadi pemberontakan komunis di Banten pada 1926 dan di Sumatra Barat pada 1927. Wilayah kamp konsentrasi dibangun dengan menggunakan tenaga orang-orang buangan (geinterneerden) yang datang pertama ke Boven Digoel. Area ini kemudian dikenal dengan nama Tanah Merah.
Menurut situs resmi Kabupaten Boven Digoel, Pada awalnya geinterneerden tersebut tinggal di 14 rumah darurat atau los. Masing-masing los panjangnya sekitar 30 meter dengan atap rumbia. Para geinterneerden yang membawa anak-istri tinggal dalam los yang sama. Sementara geinterneerden yang bujangan dikumpulkan pada los yang lain.
Selain 14 los untuk tempat tinggal bagi geinterneerden, terdapat 1 los yang diperuntukan sebagai dapur umum. Para geinterneerden yang datang pertama tersebut kemudian membangun perkampungan yang disebut sebagai Kampung A.
Berikutnya, semakin banyak geinterneerden yang berdatangan. Hal ini meendorong munculnya kampung-kampung yang lain yang diberi nama Kampung B, Kampung C, Kampung D, Kampung E, Kampung F dan Kampung G yang semakin menjauh ke atas dari tepian sungai.
Rumah-rumah yang lebih permanen dibangun dengan atap dari seng, dinding dari kayu nibung dan berlantai tanah. Permukiman geinterneerden diberi batas, di titik-titik tertentu yang berbatasan dengan hutan terdapat pos penjagaan.
Bukan Penjara Biasa
tulis komentar anda