Perlindungan Hukum terhadap Justice Collaborator

Senin, 29 Agustus 2022 - 07:28 WIB
Pelanggaran HAM yang berat hanya terdiri atas 4 (empat) jenis kejahatan, yaitu genosida, kejahatan kemanusiaan (crimes against humanity), kejahatan perang (war crimes), dan kejahatan agresi (the crimes of aggression) yang hanya dapat dilakukan secara efektif oleh organ negara bukan orang perorangan atau sekelompok orang.

Kasus Ferdy Sambo (FS) bukan pelanggaran HAM berat, akan tetapi pelanggaran pidana biasa. Dalam konteks pelanggaran HAM yang berat itulah fungsi dan peranan Komnas HAM sangat vital karena lembaga ini menurut UU No 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Ini karena ia berfungsi sebagai penyelidik pro-justitia yang bertugas menemukan peristiwa ada atau tidak ada pelanggaran HAM yang berat tertentu di mana hasil penyelidikannya wajib diserahkan kepada kejaksaan.

Pertanyaan yang menjadi kajian para ahli hukum pidana adalah seberapa jauh fungsi dan peranan LPSK terhadap tersangka JC dan bagaimana jaminan perlindungan hukum diberikan kepada JC serta bagaimana dakwaan/tuntutan penuntut terhadap terdakwa JC?

Ketiga pertanyaan tersebut dipastikan tidak sesederhana penetapan JC. Pertanyaan pertama, secara tegas dalam UU LPSK 2014 dinyatakan bahwa PSK adalah lembaga yang bertugas dan berwenang untuk memberikan perlindungan dan hak-hak lain kepada saksi dan/atau korban sebagaimana diatur dalam undang-undang ini.

Perlindungan dimaksud adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Selain perlindungan fisik, juga LPSK wajib memfasilitasi pemberian kompensasi yaitu ganti kerugian yang diberikan oleh negara karena pelaku tidak mampu memberikan ganti kerugian sepenuhnya yang menjadi tanggung jawabnya kepada korban atau keluarganya.

Pertanyaan kedua, perlindungan hukum yang diberikan LPSK kepada JC adalah diberikan 16 (enam belas) hak untuk memperoleh jaminan perlindungan hukum dan salah satu di antaranya perlindungan keamanan dan kenyamanan ketika memberikan keterangan di hadapan penyidik.

UU LPSK Tahun 2014 memberikan hak JC untuk memperoleh keringanan atau pembebasan dari tuntutan pidana atau perdata; bahkan dalam Pasal 10 UU LPSK Tahun 2006 ditegaskan bahwa saksi korban dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan kesaksian yang akan, sedang, atau yang telah dilaporkannya.

Namun, pada ayat (2) pasal tersebut berlawanan dengan ayat (1) di mana dinyatakan bahwa seorang saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana.

Dua ketentuan di atas bertentangan satu sama lain sehingga tidak memenuhi asaslex certadan dengan demikian batal demi hukum. Mengenai pertanyaan ketiga sampai saat ini tidak terdapat pedoman surat dakwaan terkait JC.Ketentuan tentang JC berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia berbeda dengan ketentuan Konvensi PBB Anti Korupsi 2003 dan Konvensi PBB Menentang Kejahatan Transnasional Terorganisasi 2000.

Dalam rumusan yang bersifat mandatori, Konvensi PBB tahun 2003 dan 2000 telah memberikan mandat kepada setiap negara anggota PBB untuk mengambil langkah yang dianggap perlu untuk mendorong setiap orang yang berpartisipasi dalam suatu tindak pidana menyampaikan informasi yang berguna kepada penegak hukum dalam proses penyidikan.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More