Faktor SDM dalam Pemulihan Ekonomi Nasional
Rabu, 01 Juli 2020 - 06:00 WIB
Muhamad Ali
Pemerhati Human Capital
DUNIA sedang memulihkan diri setelah berbulan-bulan pandemi melumpuhkan, menghentikan seluruh aktivitas manusia, lalu menjungkalkan prediksi-prediksi tentang pertumbuhan ekonomi, kemakmuran warga, dan kesejahteraan masyarakat. Berbagai lembaga riset dan analis memprediksi pertumbuhan negatif yang akan menuntun dunia ke arah resesi. Produk domestik bruto (PDB) dunia, kata Bank Dunia, akan tumbuh negatif 5,2% pada tahun ini.
Pemerintah Indonesia juga sudah beberapa kali merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi nasional, dengan skenario moderat atau berat. Faktualnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama menurut BPS berada di angka 2,97%, turun 2% dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 4,97%.
Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan sangat signifikan, dibandingkan negara-negara lain masih jauh lebih baik. Malaysia hanya tumbuh 0,7%. Thailand mengalami pertumbuhan negatif 1,8%, sedangkan Jepang negatif 2,2%. China bahkan paling parah penurunannya, yakni mencapai 6,8%, sedangkan Singapura negatif 0,7%.
Di balik pertumbuhan ekonomi masing-masing negara yang tidak ada satu pun yang tidak mengalami penurunan, tantangannya justru bagaimana masing-masing negara melakukan berbagai upaya untuk memulihkan kondisi perekonomiannya dan apa saja langkah-langkah strategis dan operasional yang akan mereka lakukan menuju arah tersebut.
Ketika upaya tersebut sedang dilakukan oleh pemerintah, seluruh sektor dipaksa untuk menata dirinya menyesuaikan dengan zaman baru, yang memiliki syarat-syarat dalam proses bisnis dan operasi. Karena itu, salah satu kunci terpenting adalah sumber daya manusia yang akan menggerakkan seluruh proses pemulihan tersebut.
Beberapa waktu lalu beredar pidato Presiden Jokowi dalam sidang kabinet paripurna yang menyoroti kurangnya satu rasa bersama dalam menghadapi krisis di berbagai pemerintahan dan lembaga, sehingga kebijakan menjadi tidak segera terasa dampaknya hingga bawah. Tambahan belanja pemerintah yang dialokasikan untuk penanganan pandemi Covid-19 tidak mampu menahan laju penurunan ekonomi karena terbatasnya uang yang beredar di masyarakat.
Manusia dan Cara Mengorganisasikannya
Pemerhati Human Capital
DUNIA sedang memulihkan diri setelah berbulan-bulan pandemi melumpuhkan, menghentikan seluruh aktivitas manusia, lalu menjungkalkan prediksi-prediksi tentang pertumbuhan ekonomi, kemakmuran warga, dan kesejahteraan masyarakat. Berbagai lembaga riset dan analis memprediksi pertumbuhan negatif yang akan menuntun dunia ke arah resesi. Produk domestik bruto (PDB) dunia, kata Bank Dunia, akan tumbuh negatif 5,2% pada tahun ini.
Pemerintah Indonesia juga sudah beberapa kali merevisi prediksi pertumbuhan ekonomi nasional, dengan skenario moderat atau berat. Faktualnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal pertama menurut BPS berada di angka 2,97%, turun 2% dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai 4,97%.
Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami penurunan sangat signifikan, dibandingkan negara-negara lain masih jauh lebih baik. Malaysia hanya tumbuh 0,7%. Thailand mengalami pertumbuhan negatif 1,8%, sedangkan Jepang negatif 2,2%. China bahkan paling parah penurunannya, yakni mencapai 6,8%, sedangkan Singapura negatif 0,7%.
Di balik pertumbuhan ekonomi masing-masing negara yang tidak ada satu pun yang tidak mengalami penurunan, tantangannya justru bagaimana masing-masing negara melakukan berbagai upaya untuk memulihkan kondisi perekonomiannya dan apa saja langkah-langkah strategis dan operasional yang akan mereka lakukan menuju arah tersebut.
Ketika upaya tersebut sedang dilakukan oleh pemerintah, seluruh sektor dipaksa untuk menata dirinya menyesuaikan dengan zaman baru, yang memiliki syarat-syarat dalam proses bisnis dan operasi. Karena itu, salah satu kunci terpenting adalah sumber daya manusia yang akan menggerakkan seluruh proses pemulihan tersebut.
Beberapa waktu lalu beredar pidato Presiden Jokowi dalam sidang kabinet paripurna yang menyoroti kurangnya satu rasa bersama dalam menghadapi krisis di berbagai pemerintahan dan lembaga, sehingga kebijakan menjadi tidak segera terasa dampaknya hingga bawah. Tambahan belanja pemerintah yang dialokasikan untuk penanganan pandemi Covid-19 tidak mampu menahan laju penurunan ekonomi karena terbatasnya uang yang beredar di masyarakat.
Manusia dan Cara Mengorganisasikannya
Lihat Juga :
tulis komentar anda