Polisi Jangan Basa Basi Berantas Judi
Rabu, 24 Agustus 2022 - 16:37 WIB
PEKAN lalu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegaskan perang terhadap praktik perjudian. Seiring perkembangan teknologi digital, perjudian memang kian memprihatinkan karena begitu marak dan mampu menembus berbagai batas wilayah di Indonesia.
Berangkat dari fenomena sosial yang membahayakan ini, sangat beralasan Kapolri begitu geram jika perjudian sampai merajalela hingga sulit terkendali. Bahkan dia mengultimatum anak buahnya agar benar-benar serius menjalankan instruksinya tersebut.
Meski terbilang dan terdengar cukup berani, sejatinya kebijakan Kapolri Listyo Sigit ini bukanlah terobosan luar biasa. Ditarik ke belakang, secara umum tiap Kapolri memiliki komitmen pemberantasan perjudian lantaran dianggap bagian dari penyakit masyarakat. Bahkan, pada 2005, kala pimpinan kepolisian diemban oleh Jenderal Sutanto, perjudian juga menjadi program utama untuk diberangus.
Sutanto tak asal bicara. Setidaknya setelah kebijakannya ini diterbitkan, banyak usaha dan model perjudian gulung tikar. Praktik ini benar-benar berkurang drastis karena saat itu ada penegakan hukum yang kuat. Lebih-lebih, integritas Sutanto menjadi modal besar menyikat mafia judi. Pun sindikat yang melibatkan anak buahnya sendiri turut dibabat.
Berpijak dari data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), saat itu setidaknya ditemukan ada 15 perwira polisi yang memiliki rekening gendut yang diduga berasal dari hasil perjudian. Banyak pimpinan kepolisian wilayah juga diganti karena tak memiliki komitmen besar memberangus judi.
Namun usai Sutanto berganti, judi kembali bangkit lagi. Selain pelakunya sama dengan berganti modus operandi, banyak praktik berjudian tumbuh pesat lantaran faktor kemajuan teknologi digital. Lemahnya komitmen kepolisian dalam memberantas perjudian membuat regulasi yang ada seolah hanya pajangan yang ditata sedemikian rapi.
Hadirnya regulasi plus sejumlah peraturan daerah (perda) nyatanya masih sulit membendung praktik perjudian. Bahkan yang kadang membuat kita miris, sebagian perjudian itu justru dibekingi oleh oknum aparat penegak hukum sendiri.
Ini menjadi tantangan besar bagi kepolisian saat ini. Apalagi jika dilihat dari macam perjudian online saat ini, jumlahnya sangat beragam dan terus berkembang. Tanpa komitmen sangat kuat pimpinan kepolisian dan kerja sepenuh hati tim di lapangan, mustahil perjudian makin teratasi. Tugas pemberantasan perjudian adalah panggilan hati untuk membangun negeri ini lebih baik, bukan sekadar basa nasi, apalagi hanya ingin citra diri.
Diakui juga, pemberantasan judi adalah kerja tak ringan. Ini beralasan sebab penyebab maraknya judi sulit diatasi juga begitu kompleks. Dari sisi masyarakat, perjudian menjadi sarana pelarian ketika masyarakat dihadapkan kondisi perekonomian yang sulit. Di tengah impitan kebutuhan dasar yang harus segera terpenuhi, banyak orang akhirnya mencari jalan pintas dengan mencari uang lewat pertaruhan dan peruntungan. Kondisi inilah yang antara lain memperkuat fenomena maraknya judi di masa pandemi Covid-19 saat ini.
Berangkat dari fenomena sosial yang membahayakan ini, sangat beralasan Kapolri begitu geram jika perjudian sampai merajalela hingga sulit terkendali. Bahkan dia mengultimatum anak buahnya agar benar-benar serius menjalankan instruksinya tersebut.
Meski terbilang dan terdengar cukup berani, sejatinya kebijakan Kapolri Listyo Sigit ini bukanlah terobosan luar biasa. Ditarik ke belakang, secara umum tiap Kapolri memiliki komitmen pemberantasan perjudian lantaran dianggap bagian dari penyakit masyarakat. Bahkan, pada 2005, kala pimpinan kepolisian diemban oleh Jenderal Sutanto, perjudian juga menjadi program utama untuk diberangus.
Sutanto tak asal bicara. Setidaknya setelah kebijakannya ini diterbitkan, banyak usaha dan model perjudian gulung tikar. Praktik ini benar-benar berkurang drastis karena saat itu ada penegakan hukum yang kuat. Lebih-lebih, integritas Sutanto menjadi modal besar menyikat mafia judi. Pun sindikat yang melibatkan anak buahnya sendiri turut dibabat.
Berpijak dari data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), saat itu setidaknya ditemukan ada 15 perwira polisi yang memiliki rekening gendut yang diduga berasal dari hasil perjudian. Banyak pimpinan kepolisian wilayah juga diganti karena tak memiliki komitmen besar memberangus judi.
Namun usai Sutanto berganti, judi kembali bangkit lagi. Selain pelakunya sama dengan berganti modus operandi, banyak praktik berjudian tumbuh pesat lantaran faktor kemajuan teknologi digital. Lemahnya komitmen kepolisian dalam memberantas perjudian membuat regulasi yang ada seolah hanya pajangan yang ditata sedemikian rapi.
Hadirnya regulasi plus sejumlah peraturan daerah (perda) nyatanya masih sulit membendung praktik perjudian. Bahkan yang kadang membuat kita miris, sebagian perjudian itu justru dibekingi oleh oknum aparat penegak hukum sendiri.
Ini menjadi tantangan besar bagi kepolisian saat ini. Apalagi jika dilihat dari macam perjudian online saat ini, jumlahnya sangat beragam dan terus berkembang. Tanpa komitmen sangat kuat pimpinan kepolisian dan kerja sepenuh hati tim di lapangan, mustahil perjudian makin teratasi. Tugas pemberantasan perjudian adalah panggilan hati untuk membangun negeri ini lebih baik, bukan sekadar basa nasi, apalagi hanya ingin citra diri.
Diakui juga, pemberantasan judi adalah kerja tak ringan. Ini beralasan sebab penyebab maraknya judi sulit diatasi juga begitu kompleks. Dari sisi masyarakat, perjudian menjadi sarana pelarian ketika masyarakat dihadapkan kondisi perekonomian yang sulit. Di tengah impitan kebutuhan dasar yang harus segera terpenuhi, banyak orang akhirnya mencari jalan pintas dengan mencari uang lewat pertaruhan dan peruntungan. Kondisi inilah yang antara lain memperkuat fenomena maraknya judi di masa pandemi Covid-19 saat ini.
tulis komentar anda