Merdeka dalam Pangan
Selasa, 16 Agustus 2022 - 17:04 WIB
Andri Hendrizal
Dosen dan Peneliti di Universitas Riau
PRESIDEN Joko Widodo sudah beberapa kali memperingatkan tentang ancaman krisis pangan. Ini merupakan bentuk kasih sayang seorang pemimpin kepada bangsanya. Seperti orang tua yang memperingatkan anaknya untuk berhati-hati ketika berlari. Tentu agar tidak jatuh dan akhirnya terluka.
Peringatan tentang krisis pangan yang disampaikan seorang pemimpin negara tentu bukan untuk menakut-nakuti. Namun lebih ke arah mengajak seluruh elemen bangsa untuk ikut serta mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan yang buruk. Ajakan itu ditujukan kepada menteri di kabinet, pimpinan daerah, akademisi, hingga masyarakat umum secara luas. Sebuah ajakan yang baik, apalagi dalam momentum peringatan 77 tahun kemerdekaan, agar bangsa ini bisa merdeka pula di bidang pangan.
Merdeka di bidang pangan membutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk mulai menyelesaikan berbagai masalah. Banyak masalah yang terkait pangan yang perlu perhatian segera. Beberapa mungkin bersifat jangka panjang dan kompleks, namun harus segera diberi perhatian.
Di bidang pertanian, isu yang perlu mendapatkan perhatian terkait kurangnya minat generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian dan masalah iklim. Generasi muda kita tidak lagi menunjukkan minat untuk terjun ke dunia pertanian. Dunia pertanian erat kaitannya dengan berpanas-panasan, mengotori tangan dan pakaian, serta beberapa stigma lain yang mungkin tidak menarik bagi generasi muda. Hilangnya minat generasi muda untuk memajukan pertanian akan menjadi sebuah kemunduran bagi dunia pertanian secara umum. Ide inovatif dan semangat baru dari generasi muda jelas akan memberikan banyak hal positif bagi dunia pertanian.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, memiliki sebuah program yang menarik terkait hal ini. Petani Milenial. Sebuah program pendampingan dan pelatihan bidang pertanian kepada generasi muda untuk ikut berkontribusi pada bidang pertanian, khususnya di Jawa Barat. Dikutip dari Sindonews, program ini memberikan pelatihan, anggaran, lahan, teknologi pertanian hingga pemasaran (Sindonews.com, 25/03/2022). Program ini patut diapresiasi dan bisa dijadikan contoh bagi daerah lain di Indonesia.
Kedua, dukungan kepada petani. Para petani di Indonesia sudah cukup kesulitan dengan perubahan iklim yang tidak bisa dilawan. Perubahan musim tanam, cuaca yang tidak menentu, hingga berbagai faktor lain seperti keberadaan hama dan kekurangan air. Dukungan berupa kemudahan mencari bibit, ketersediaan pupuk dan akses ke perbankan yang tidak memadai akan menambah beban para petani. Beban ini mungkin malah akan membuat petani beralih profesi dan memilih menjual lahannya. Makin berkurangnya lahan produktif tentu bukan hal yang positif bagi pertanian Indonesia secara umum.
Ketiga, peran aktif pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengembangan potensi pangan lokal di daerah masing-masing. Indonesia yang kaya dengan sumberdaya alam, memiliki potensi pangan alternatif seperti ubi jalar, jagung dan singkong. Berbagai pangan alternatif tersebut memiliki nilai gizi yang setara dengan beras. Peran aktif pemerintah daerah dalam mendorong penggunaan pangan alternatif menjadi penting dalam mewujudkan ketahanan pangan daerah.
Dosen dan Peneliti di Universitas Riau
PRESIDEN Joko Widodo sudah beberapa kali memperingatkan tentang ancaman krisis pangan. Ini merupakan bentuk kasih sayang seorang pemimpin kepada bangsanya. Seperti orang tua yang memperingatkan anaknya untuk berhati-hati ketika berlari. Tentu agar tidak jatuh dan akhirnya terluka.
Peringatan tentang krisis pangan yang disampaikan seorang pemimpin negara tentu bukan untuk menakut-nakuti. Namun lebih ke arah mengajak seluruh elemen bangsa untuk ikut serta mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan yang buruk. Ajakan itu ditujukan kepada menteri di kabinet, pimpinan daerah, akademisi, hingga masyarakat umum secara luas. Sebuah ajakan yang baik, apalagi dalam momentum peringatan 77 tahun kemerdekaan, agar bangsa ini bisa merdeka pula di bidang pangan.
Merdeka di bidang pangan membutuhkan kerja sama berbagai pihak untuk mulai menyelesaikan berbagai masalah. Banyak masalah yang terkait pangan yang perlu perhatian segera. Beberapa mungkin bersifat jangka panjang dan kompleks, namun harus segera diberi perhatian.
Di bidang pertanian, isu yang perlu mendapatkan perhatian terkait kurangnya minat generasi muda untuk terjun ke dunia pertanian dan masalah iklim. Generasi muda kita tidak lagi menunjukkan minat untuk terjun ke dunia pertanian. Dunia pertanian erat kaitannya dengan berpanas-panasan, mengotori tangan dan pakaian, serta beberapa stigma lain yang mungkin tidak menarik bagi generasi muda. Hilangnya minat generasi muda untuk memajukan pertanian akan menjadi sebuah kemunduran bagi dunia pertanian secara umum. Ide inovatif dan semangat baru dari generasi muda jelas akan memberikan banyak hal positif bagi dunia pertanian.
Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, memiliki sebuah program yang menarik terkait hal ini. Petani Milenial. Sebuah program pendampingan dan pelatihan bidang pertanian kepada generasi muda untuk ikut berkontribusi pada bidang pertanian, khususnya di Jawa Barat. Dikutip dari Sindonews, program ini memberikan pelatihan, anggaran, lahan, teknologi pertanian hingga pemasaran (Sindonews.com, 25/03/2022). Program ini patut diapresiasi dan bisa dijadikan contoh bagi daerah lain di Indonesia.
Kedua, dukungan kepada petani. Para petani di Indonesia sudah cukup kesulitan dengan perubahan iklim yang tidak bisa dilawan. Perubahan musim tanam, cuaca yang tidak menentu, hingga berbagai faktor lain seperti keberadaan hama dan kekurangan air. Dukungan berupa kemudahan mencari bibit, ketersediaan pupuk dan akses ke perbankan yang tidak memadai akan menambah beban para petani. Beban ini mungkin malah akan membuat petani beralih profesi dan memilih menjual lahannya. Makin berkurangnya lahan produktif tentu bukan hal yang positif bagi pertanian Indonesia secara umum.
Ketiga, peran aktif pemerintah daerah dan masyarakat dalam pengembangan potensi pangan lokal di daerah masing-masing. Indonesia yang kaya dengan sumberdaya alam, memiliki potensi pangan alternatif seperti ubi jalar, jagung dan singkong. Berbagai pangan alternatif tersebut memiliki nilai gizi yang setara dengan beras. Peran aktif pemerintah daerah dalam mendorong penggunaan pangan alternatif menjadi penting dalam mewujudkan ketahanan pangan daerah.
Lihat Juga :
tulis komentar anda