Politikus PKS: Kenapa Presiden Baru Jengkel Sekarang?

Senin, 29 Juni 2020 - 20:47 WIB
Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher menilai kemarahan Presiden Jokowi kepada para pembantunya dalam Rapat Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta sangat terlambat. Foto/dpr.go.id
JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR, Netty Prasetiyani Aher menilai kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada para pembantunya dalam Rapat Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, 18 Juni 2020 itu sangat terlambat. Adapun video kemarahan Presiden Jokowi itu dipublikasikan dalam akun Youtube Sekretariat Presiden pada Minggu 28 Juni 2020.

"Kenapa presiden baru jengkel sekarang? Sejak lama saya sudah sampaikan bahwa presiden harusnya turun langsung memimpin orkestrasi penanganan COVID-19," ujar Netty dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/6/2020). (Baca juga: Ditanya soal Jokowi Marah, Menkes Terawan Salah Tingkah)

Menurut Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, ada banyak persoalan di lapangan yang harus diselesaikan dengan menggunakan leadership power presiden. Netty mengatakan saat ini masyarakat menyaksikan bahwa penanganan pandemi COVID-19 sangat lambat, tidak terkoordinasi dengan baik, cenderung sektoral dan birokratis.



"Bukan hanya soal serapan anggaran, tapi juga soal data, distribusi bansos dan pola komunikasi yang gaduh," kata Netty.

Selain itu, Netty juga menyoroti kebijakan pemerintah yang mewacanakan ekspor alat pelindung diri (APD) di tengah belum layaknya APD untuk tenaga kesehatan (Nakes) Indonesia. "Banyak keluhan dari tenaga medis di lapangan, bahwa APD untuk mereka belum layak dan belum tercukupi tapi pemerintah malah mewacanakan untuk mengekspor APD. Ini kan aneh dan tidak nyambung," jelasnya.

Jadi, kata dia, jika hampir semua kementerian dan lembaga dianggap masih berkinerja kurang atau tidak ada progress maka harus dicari akar masalahnya, lalu diselesaikan hingga tuntas. "Menurut saya ini adalah tanggung jawab presiden sebagai pemegang mandat pemerintahan tertinggi yang harus memberikan arahan, mengontrol dan mengevaluasi secara ketat sejak awal. Presiden harus tegas dan siap pasang badan untuk melindungi rakyatnya," papar Netty.

Jika kemudian ada wacana reshuffle, kata Netty, itu adalah hak prerogatif presiden untuk mengevaluasi dan mengontrol para pembantunya, termasuk Menkes, sepanjang ada ukuran kinerja yang fair dan transparan. (Baca juga: Soroti Kinerja Menteri, Jokowi: Tak Ada Progres Signifikan)

"Jika merujuk pada penyerapan anggaran Kemenkes yang rendah, tentu Presiden harus mengevaluasi juga kinerja Gugus Tugas Pusat Percepatan Penanganan COVID-19 secara menyeluruh, bukan hanya Menkes mengingat serapan yang rendah ini terkait dengan penanganan COVID-19," pungkasnya.
(kri)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More