Pencegahan Intoleransi di Dunia Pendidikan Jadi Tanggung Jawab Semua Pihak
Senin, 08 Agustus 2022 - 17:31 WIB
Wanita kelahiran Bone, 3 Maret 1958, ini, mengatakan dalam praktiknya masih sering ditemukan oknum yang justru secara tidak sadar menghancurkan nilai toleransi berkedok himbauan. Menurut Musdah, hal ini menjadi sesuatu yang mengerikan karena terjadi praktik pelabelan dan penilaian buruk terhadap seseorang yang berbeda, bahkan sudah diajarkan sejak dini.
"Kadang oknum menjustifikasi bahwa berjilbab adalah imbauan, tapi di lapangan dalam praktiknya ada sikap tidak menyenangkan, memberi penilaian jelek pada seseorang yang tidak berjilbab, serta pelabelan lain. Itu kan pandangan yang salah dan berbahaya. Karena dalam beragama tujuannya adalah tentang keluhuran budi," kata mantan Wakil Sekjen PP Muslimat NU ini.
Dirinya juga menilai, pentingnya peran dan kompetensi guru, untuk lebih didorong terkait kompetensi keberagamaannya. Serta bagaimana pemerintah maupun dinas Pendidikan mampu Menyusun indicator keberhasilan Pendidikan yang menekankan pada karakter luhur dan budi pekerti siswa baik dalam hal agama maupun bernegara.
"Jadi dalam pendidikan agama tertulis guru guru agama itu harus membangun kesuksesan keberagamaan, dan salah satu indikator keberhasilannya itu pakai jilbab, ini harus direvisi dan clear. Jadi karakter keberagamaaannya yang harusnya didorong," kata mantan Staf Ahli Menteri Negara Urusan Hak Asasi Manusia Bidang Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas ini.
Sayangnya, yang menakutkan adalah di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) justru sudah mengajarkan segregasi, permusuhan, kebencian terhadap yang berbeda. Parahnya hal itu tumbuh di lingkungan keluarganya yang sayangnya tidak mengerti agama. Oleh karenanya Musdah mewanti-wanti agar semua pihak tidak salah arah.
"Masalah ini tidak bisa kita lepaskan begitu saja sebagai tanggung jawab negara. Masyarakat sipil harus diperkuat literasinya, sehingga terdorong pula tanggung jawabnya," kata peraih gelar Doktoral bidang Pemikiran Politik Islam dari UIN Syarif Hidayatullah ini.
Perempuan dengan karya-karyanya yang dikenal sangat vokal menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan, prinsip keagamaan yang moderat dan cinta perdamaian ini, juga turut mengapresiasi Kemendikbudristek yang sudah sedemikian rupa menyadari pentingnya persoalan Intoleransi yang masuk kedalam 3 Dosa Lembaga Pendidikan yaitu perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi.
"Sebelum ada 3 dosa besar itu kondisnya sangat mengenaskan, dan baru sekarang kita sadar serta punya keberanian memberantas kasus intoleransi di dunia Pendidikan. Saya bersyukur bahwa ini sudah menjadi wacana publik," kata peraih Yap Thiam Hiem Human Rights Award (2008) dari Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia ini.
"Kadang oknum menjustifikasi bahwa berjilbab adalah imbauan, tapi di lapangan dalam praktiknya ada sikap tidak menyenangkan, memberi penilaian jelek pada seseorang yang tidak berjilbab, serta pelabelan lain. Itu kan pandangan yang salah dan berbahaya. Karena dalam beragama tujuannya adalah tentang keluhuran budi," kata mantan Wakil Sekjen PP Muslimat NU ini.
Dirinya juga menilai, pentingnya peran dan kompetensi guru, untuk lebih didorong terkait kompetensi keberagamaannya. Serta bagaimana pemerintah maupun dinas Pendidikan mampu Menyusun indicator keberhasilan Pendidikan yang menekankan pada karakter luhur dan budi pekerti siswa baik dalam hal agama maupun bernegara.
"Jadi dalam pendidikan agama tertulis guru guru agama itu harus membangun kesuksesan keberagamaan, dan salah satu indikator keberhasilannya itu pakai jilbab, ini harus direvisi dan clear. Jadi karakter keberagamaaannya yang harusnya didorong," kata mantan Staf Ahli Menteri Negara Urusan Hak Asasi Manusia Bidang Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas ini.
Sayangnya, yang menakutkan adalah di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) justru sudah mengajarkan segregasi, permusuhan, kebencian terhadap yang berbeda. Parahnya hal itu tumbuh di lingkungan keluarganya yang sayangnya tidak mengerti agama. Oleh karenanya Musdah mewanti-wanti agar semua pihak tidak salah arah.
"Masalah ini tidak bisa kita lepaskan begitu saja sebagai tanggung jawab negara. Masyarakat sipil harus diperkuat literasinya, sehingga terdorong pula tanggung jawabnya," kata peraih gelar Doktoral bidang Pemikiran Politik Islam dari UIN Syarif Hidayatullah ini.
Perempuan dengan karya-karyanya yang dikenal sangat vokal menyuarakan nilai-nilai kemanusiaan, prinsip keagamaan yang moderat dan cinta perdamaian ini, juga turut mengapresiasi Kemendikbudristek yang sudah sedemikian rupa menyadari pentingnya persoalan Intoleransi yang masuk kedalam 3 Dosa Lembaga Pendidikan yaitu perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi.
"Sebelum ada 3 dosa besar itu kondisnya sangat mengenaskan, dan baru sekarang kita sadar serta punya keberanian memberantas kasus intoleransi di dunia Pendidikan. Saya bersyukur bahwa ini sudah menjadi wacana publik," kata peraih Yap Thiam Hiem Human Rights Award (2008) dari Yayasan Pusat Studi Hak Asasi Manusia ini.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda