Jika RUU HIP Dilanjutkan Dinilai Bisa Memicu Gejolak Lebih Besar
Senin, 29 Juni 2020 - 15:06 WIB
JAKARTA - Protes dan dorongan untuk menghentikan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan ideologi Pancasila (RUU HIP) masih terus berlangsung. Pancasila sebagai sebuah konsensus sudah final. Pengamat politik Cecep Hidayat meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempertimbangkan lagi kelanjutan pembentukan RUU HIP.
(Baca juga: Demokrat Sebut Reshuffle Kabinet Lebih Penting, Hentikan RUU HIP)
Pernyataan penundaan yang sudah disampaikan pemerintah tidak meredam keinginan kelompok Islam, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang lebih ingin RUU HIP dihentikan.
"Ini kan kalau berlanjut akan memicu gejola yang lebih besar," ujar Dosen Universitas Indonesia itu saat dihubungi SINDOnews, Senin (29/6/2020). (Baca juga: Polemik RUU HIP dan Pembakaran Bendera Partai, Waspadai Potensi Turbulensi Politik)
Cecep menilai yang terkandung dalam draf RUU HIP itu mengacu pada pidato Soekarno pada tahun 1945, terutama mengenai trisila dan ekasila. Sebagai sebuah konsensus itu sudah berhenti dan disepakati, yakni Pancasila.
Dia menerangkan ini sepertinya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang ingin menafsirkan dan mengadopsi pemikiran Bung Karno. Cecep lebih mendorong penguatan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Kalau memang mau, ini latar belakangnya BPIP kurang kuat hanya dengan peraturan presiden (perpres). (Mending) penguatan BPIP, tugas pokok dan landasan hukumnya, serta membumikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat," tuturnya.
Perdebatan dalam rangka membentuk ideologi negara yang berlangsung dari Mei hingga Agustus 1945 sudah selesai. "Dari Piagam Jakarta, para pendiri bangsa bersepakat sudah lima sila. Kita butuh ideologi bangsa ini mau dibawa kemana. Kenapa enggak value-value ini yang diinvestasikan. Jangan sampai ideologi ditafsirkan hanya oleh satu tokoh," pungkasnya.
(Baca juga: Demokrat Sebut Reshuffle Kabinet Lebih Penting, Hentikan RUU HIP)
Pernyataan penundaan yang sudah disampaikan pemerintah tidak meredam keinginan kelompok Islam, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang lebih ingin RUU HIP dihentikan.
"Ini kan kalau berlanjut akan memicu gejola yang lebih besar," ujar Dosen Universitas Indonesia itu saat dihubungi SINDOnews, Senin (29/6/2020). (Baca juga: Polemik RUU HIP dan Pembakaran Bendera Partai, Waspadai Potensi Turbulensi Politik)
Cecep menilai yang terkandung dalam draf RUU HIP itu mengacu pada pidato Soekarno pada tahun 1945, terutama mengenai trisila dan ekasila. Sebagai sebuah konsensus itu sudah berhenti dan disepakati, yakni Pancasila.
Dia menerangkan ini sepertinya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang ingin menafsirkan dan mengadopsi pemikiran Bung Karno. Cecep lebih mendorong penguatan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
"Kalau memang mau, ini latar belakangnya BPIP kurang kuat hanya dengan peraturan presiden (perpres). (Mending) penguatan BPIP, tugas pokok dan landasan hukumnya, serta membumikan Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat," tuturnya.
Perdebatan dalam rangka membentuk ideologi negara yang berlangsung dari Mei hingga Agustus 1945 sudah selesai. "Dari Piagam Jakarta, para pendiri bangsa bersepakat sudah lima sila. Kita butuh ideologi bangsa ini mau dibawa kemana. Kenapa enggak value-value ini yang diinvestasikan. Jangan sampai ideologi ditafsirkan hanya oleh satu tokoh," pungkasnya.
(maf)
tulis komentar anda