UU Pemekaran DOB Papua Picu Polemik, Pengamat Sarankan Pemerintah Lakukan 3 Hal Ini

Kamis, 07 Juli 2022 - 18:54 WIB
Analis Politik Internasional dan Resolusi Konflik sekaligus Ahli Papua Adriana Elisabeth menyarankan pemerintah Indonesia bijaksana dalam menangani masalah Papua. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Tiga RUU Pemekaran DOB di Papua telah disahkan menjadi Undang-undang (UU), namun demikian penolakan masyarakat Papua terus terjadi. Hal ini hampir sama dengan respons terhadap UU Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otsus Papua hasil revisi, di mana pemekaran menjadi salah satu pasal yang dibahas. Namun juga dipersoalkan kemudian digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Majelis Rakyat Papua (MRP).

Sampai hari ini, MK belum menetapkan keputusan atas Judicial Review (JR) terhadap UU Otsus yang baru tersebut. Mengapa kebijakan negara cenderung menuai problematik bahkan hampir selalu menghadapi resistensi dari Papua?

”Bila ditinjau dari pendekatan kebijakan publik, sebuah kebijakan ditetapkan berdasarkan beberapa pendekatan atau pertimbangan, seperti rationalitas persoalan, berdasarkan proses uji coba atau kajian dan hasil analisa, ataupun berdasarkan pertimbangan kelompok, bahkan juga individu, dan lain-lain,” ujar Analis Politik Internasional dan Resolusi Konflik Adriana Elisabeth, Kamis (7/7/2022).





Untuk menentukan pendekatan mana yang tepat, perlu dipahami bahwa sebuah kebijakan yang baik tidak ditetapkan berdasarkan sentimen publik semata, namun harus berdasarkan pada hal-hal sebagai berikut pertama, pemetaan dan pemahaman akar masalah yang selama ini menjadi sumber perdebatan. Kedua, dinamika politik keamanan, ekonomi dan sosial budaya yang terjadi karena sebagian bersumber dari masalah di masa lalu yang tidak berhasil diselesaikan.



Ketiga, proses pengambilan keputusan yang tidak partisipatif. Keempat, urgensi penyelesaian masalah tertentu karena dampak yang tidak diharapkan. Kelima, kepentingan para pihak, baik yang bersifat tunggal maupun plural.

Apabila kebijakan negara dimaksudkan untuk menyelesaikan konflik seperti Papua, maka prosesnya memerlukan pertimbangan lebih mendalam misalnya mengenai sumber konflik, baik yang bersifat politik (kebijakan pembangunan), ekonomi (investasi), maupun sosial budaya (hak adat). ”Konflik politik Papua terjadi karena terdapat perbedaan perspektif dalam memahami proses sejarah karena pengalaman dan keyakinan sebagian orang Papua berbeda dengan Pemerintah Indonesia,” ucapnya.

Perbedaan ini telah diselesaikan oleh Pemerintah Indonesia melalui cara politik formal, namun kurang mempertimbangkan kelompok rakyat Papua yang meyakini adanya nilai yang bertentangan antara sistem kekuasaan nasional dengan yang dipahami dan dialami oleh orang Papua. Meskipun sama-sama memahami prinsip demokrasi, Papua mengalami atau berada di dalam dua proses secara bertingkat antara demokrasi lokal kemudian nasional.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More